Pukul dua siang lewat delapan belas menit. Di ruang rapat kecil kantor HorizonOne, suhu AC terasa lebih dingin dari biasanya—atau mungkin karena stres yang memadat di udara. Cantik berdiri di ujung meja, kedua tangannya menopang permukaan marmer yang dingin, ekspresinya kaku. Tablet di depannya menampilkan laporan dari vendor baja utama mereka: pengiriman tertunda selama dua minggu karena kegagalan logistik pelabuhan. “Dua minggu? Mereka kira kita bangun rumah pohon?” desis Cantik, nada suaranya tajam seperti bilah silet. Trina yang duduk di ujung meja dengan laptop terbuka, mencoba bersuara, “Aku sudah kontak vendor cadangan, tapi mereka cuma bisa supply separuh kebutuhan minggu ini.” Cantik menghela napas panjang, melangkah ke papan whiteboard, mencoret skema jadwal dengan spidol me

