Senyum terus mengambang di wajah Rendra saat melihat Ratu sibuk menyuapi Ayunda, Ratu terlihat kewalahan dan sedikit salah tingkah saat Ayunda menyunggingkan senyumnya setiap Ratu menyuapinya. Ayunda sebenarnya tidak terlalu menyukai nasi goreng pedas tapi berhubung untuk pertama kalinya Ratu menyuapinya, rasa pedas tadi berubah menjadi sangat enak di mulutnya.
"Kenapa kamu senyam senyum? Ada yang lucu?" tanya Ratu dengan nada jutek sambil mengaduk-aduk nasi goreng yang masih tersisa. Ayunda menggeleng dan menyimpan kembali senyumnya, Rendra sengaja memberi kode dengan menyentuh kali Ratu dengan kakinya.
"Lembut, kamu bisakan bersikap lembut? Ayo Ayunda senyum terus, kamu sangat cantik saat tersenyum. Om jadi ingat seseorang di masa lalu dan kamu sangat mirip dengan dia," ujar Rendra sambil melirik ke arah Ratu untuk melihat reaksinya.
Ratu membuang napasnya dan merasa ia masuk ke dalam perangkapnya sendiri, entah kenapa hari ini ia tidak bisa berbuat apa-apa dan membiarkan Rendra mengendalikannya.
"Sudah? Atau mau lagi?" kali ini suara Ratu sedikit melunak.
"Sudah kak, aku sudah kenyang. Terima kasih banyak ya Om, nasi gorengnya enak banget. Perut Ayu sudah kenyang, Ayu ke kamar dulu ya." Ayunda bergegas meninggalkan meja makan. Senyum di mulutnya perlahan-lahan mulai menghilang dan digantikan ringisan halus seperti menahan rasa sakit di perutnya. Demi bisa merasakan kasih sayang Ratu, Ayunda rela diam dan tidak memberitahu Ratu kalau selama ini ia dilarang mengkonsumsi makanan pedas.
Beberapa bulan yang lalu Ayunda pernah masuk rumah sakit dan dokter mewanti-wanti Hana untuk menjaga pola makan Ayunda. Sejak lahir Ayunda mengalami infeksi usus dan sudah beberapa kali menjalani operasi dan Ratu sama sekali tidak mengetahui hal itu. Ratu sibuk dengan traumanya dan mengacuhkan kondisi Ayunda.
"Terima kasih, aku tahu semua ini berat kamu lakukan tapi ..."
"Kenapa kamu peduli dengan anak itu? Tau apa kamu tentang dia? Tentang aku? Tentang luka yang kamu sebabkan? Maaf ... sepertinya hari ini kita terlalu banyak masalah dan kepala aku tiba-tiba sakit, lebih baik aku kembali ke kamar dan ..." Saat Ratu hendak bangkit, Rendra menahan tangannya. Ratu menatap Rendra dan secara reflek Rendra melepaskan pegangannya.
"Aku peduli dengan Ayu karena dia anakku, aku memang tidak tau bagaimana dia selama ini tapi aku ingin tau. Aku ingin tau siapa teman-temannya, di mana sekolahnya, kapan dia bermain atau apa pun yang ada hubungan dengan dia ... fiuhhhh ... susah untuk bersikap semuanya baik-baik saja tapi sebenarnya semua ini tidak baik-baik saja. Kamu tau apa penyesalan terbesar di hidup aku? Melakukan perbuatan bodoh, hina di malam itu. Seandainya aku tidak melakukannya, mungkin Ayunda tidak akan pernah mengalami ini semua."
"Berhenti membahas itu, kamu membuka luka itu lagi ... sepertinya tinggal di sini adalah kesalahan, lebih baik aku ..."
Prankkkkk
Ratu dan Rendra langsung berdiri saat mendengar suara gelas jatuh dari dalam kamar tamu, Rendra langsung lari dan membuka pintu kamar. Ia takut Ayunda mendengar pembicaraan mereka tapi nyatanya ia menemukan Ayunda pingsang di lantai kamar dengan wajah pucat dan keringat membasahi seluruh tubuhnya.
"Ya Tuhan! Ratu ... Ayunda pingsan!" Ratu menghapus airmata tapi ia masih diam dan tidak bergerak. Bukan tidak peduli, tapi ia tidak tau apa yang harus ia lakukan. Rendra menggendong Ayunda dan membawanya ke rumah sakit.
"Jangan bawa Ayu ke rumah sakit, Ayu baik-baik saja kok. Perut Ayu sakit," rengeknya sambil membenamkan wajahnya di d**a Rendra. Mendengar rengekan Ayunda, Ratu langsung mengambil tubuh mungil Ayunda dari pelukan Rendra. Ratu memegang kening Ayunda dan membaringkan tubuh Ayunda di ranjang.
"Perut Ayu sakit, kak."
Ratu membuka tas sekolah Ayunda dan menemukan beberapa botol obat yang baru kali ini ia lihat. Ratu mengambil ponselnya dan mencari tahu obat apa yang sedang dikonsumsi Ayunda dan betapa terkejutnya Ratu saat tahu kalau Ayunda harus mengkonsumsi obat sebanyak itu saat usianya masih terlalu kecil.
"Kamu minum obat ini sejak kapan?" tanya Ratu.
"Sudah lama, Mama selalu memberi Ayu obat ini," balas Ayunda dengan lemah. Rendra sengaja duduk di samping Ayunda dan memberinya minum.
"Kamu nggak tahu kalau Ayunda meminum obat sebanyak itu?" tanya Rendra.
"Nggak, aku ..." Ratu melihat tatapan Rendra seolah mengejeknya.
"Jangan menatapku seperti itu!" Ratu menyambar gelas yang dipegang Rendra dan menyuruh Rendra menyingkir darinya. Perlahan-lahan Ratu membantu Ayunda meminum obatnya dan setelah semua obatnya berhasil diminum barulah Ratu menyuruh Ayunda untuk tidur.
"Jangan banyak bergerak, besok kita akan periksa kondisi kamu ke dokter."
"Terima kasih ya kak sudah peduli sama Ayu. Seandainya Ayu tau kalau kakak akan sepeduli ini mungkin Ayu memilih untuk sakit selamanya, hehehehe."
Hati Ratu tiba-tiba terasa tertusuk pisau saat mendengar Ayunda berkata seperti itu, tapi ego masih menutup rapat hatinya. Ratu memutar kembali badannya dan menatap Ayunda dengan tatapan kesal.
"Kamu pikir kakak peduli sama kamu? Kalau kamu sakit nanti Mama ngomelin kakak. Jadi lebih baik kamu segera sembuh, jangan bikin kepala kakak sakit lagi. Paham?" ocehnya tanpa henti.
"Kamu ini ... sulit ya bersikap lembut? Ayu itu masih kecil dan kamu selalu memarahinya, belajarlah bersikap keibuan. Penyesalan itu selalu datang terlambat," sela Rendra saat mereka sudah keluar dari kamar Ayunda.
"Kalau di awal namanya pendaftaran, aku sudah bilang berulang kali kalau aku masih sulit menerima dia," jawab Ratu asal.
"Belajar ... belajar mencintai dia bukan sebagai adik kamu tapi sebagai anak kamu. Seharusnya dia memanggilmu Bunda bukan kakak," ujar Rendra lagi. Ratu menutup telinganya dan muak dengan ocehan Rendra tentang Ayunda, Ayunda, dan Ayunda.
"Hari ini kamu sangat bawel melebihi kebawelan Mama. Berhentilah memberi ceramah dan sepertinya kamu mulai mengatur-atur hidup aku, aku diam bukan karena aku mau tapi aku malas berdebat dengan kamu. Jadi, berhentilah mengurusi hubungan aku dan Ayunda. Walau bagaimana pun dia tidak akan pernah tau kalau kamu adalah ayahnya," ucapan Ratu membuat Rendra terdiam. Ratu lalu masuk ke dalam kamarnya lagi dan tidak lupa menguncinya, Ratu memegang dadanya dan berkali-kali membuang napasnya.
"Baru satu hari tinggal di sini dia mulai mengatur-atur aku, sepertinya dia lupa kalau semua ini ulahnya? Ckckckck jangan pikir kamu tau semua hal tentang Ayunda! Tapi ... tapi aku pun tidak tau tentang dia. Bahkan aku tidak tau tentang penyakitnya dan obat-obat itu, kenapa Mama tidak pernah memberitahuku? Arghhhhh, Ratu bodoh! Bukannya kamu berulang kali menolak saat Mama mengajakku ikut ke rumah sakit." Ratu mengambil laptop dan mencoba mencari tahu tentang sakit yang diidap Ayunda.
****
Pagi harinya.
Tok tok tok
"Kak," panggilan Ayunda membuat Ratu membuka matanya. Sinar matahari membuat matanya silau. Ratu enggan bangun dan menutup telinganya dengan bantal.
"Kak," panggil Ayunda lagi.
"Ishhhh, kenapa!" teriak Ratu dengan kesal.
"Itu ... Om Rendra kayaknya sudah pergi deh ke kantor dan aku harus segera berangkat ke sekolah. Kakak bisa antarkan aku? Aku janji nggak akan nakal dan sakit lagi tapi kali ini kakak mau ya antarin aku sekolah." Ratu hendak menolak tapi ia teringat artikel yang dibacanya tadi malam. Untuk kali ini ia mengalah dan akan mengantarkan Ayunda ke sekolahnya.
Ratu lalu berdiri dan mengikat rambutnya, untungnya sekolah Ayunda tidak terlalu jauh dari apartemen Rendra.
"Kamu sudah makan?"
"Sudah, Om Rendra buatin s**u dan roti. Untuk kakak juga ada," balas Ayunda.
"Ya sudah, kamu tunggu dulu. Kakak mau mandi dan siap-siap dulu. Jangan nakal dan berisik, paham?" ujar Ratu dengan penuh ancaman.
"Iya," balas Ayunda dengan senyum sumringah. Setelah Ratu masuk ke dalam kamarnya barulah Ayunda memberi kode dan Rendra keluar dari tempatnya bersembunyi. Rendra tersenyum dan memberi kode kalau rencana mereka berhasil. Ayunda menghampiri Rendra dan memberinya pelukan hangat. Rendra membalas pelukan itu dan tanpa sadar airmatanya jatuh.
Pelukan pertama dari putrinya dan Rendra rela melakukan apa saja asal ia bisa memeluk Ayunda selamanya tapi Rendra sadar kalau ini hanya sementara. Rendra melepaskan pelukan Ayunda dan memberi kode dengan jarinya agar Ayunda tidak bersuara.
"Kamu bahagia?"
"Bangettttt Om, makasih ya Om. Sudah memenuhi keinginan Ayu. Kak Ratu baik banget, selama ini dia nggak mau antarin Ayu ke sekolah. Ih senang banget! Ayu pasti akan kenalin kak Ratu ke teman-teman dan juga guru Ayu. Ayu juga akan kenalin kak Ratu ke Pak Danur. Pak Danur itu ganteng banget loh Om, pasti kak Ratu suka." Senyum Rendra langsung hilang saat mendengar nama laki-laki lain.
"Pak Danur? Kamu suka orang itu?"
"Ya, dia ganteng ... baik ... pinter ... dan cocok kok jadi suaminya kak Ratu," jawab Ayunda dengan polos.
"Kamu ... mau punya ayah baru?" reflek Rendra mengatakan hal itu dengan hati terluka.
"Hahaha bukan ayah baru tapi kakak ipar, Om. Ih Om unyu deh, seandainya Om belum punya istri, mungkin Ayu lebih rela Om jadi kakak iparnya Ayu. Eh sebaiknya Om pergi, sebentar lagi kak Ratu selesai mandinya." Ayunda mendorong tubuh Rendra agar segera meninggalkan apartemen.
"Mungkin aku harus belajar menerima laki-laki lain di hidup Ratu. Ya, sepertinya Danur calon ayah yang baik untuk Ayunda. Ayunda pun menyukainya, seharusnya aku senang. Seharusnya aku bahagia saat aku pergi nanti ada laki-laki lain yang akan menjaga mereka."
****