Ayunda mencoba mengimbangi langkah kaki Ratu, meski terasa sulit untuk anak seusianya. Ayunda bahkan beberapa kali harus rela berlari kecil agar ia bisa mengejar langkah Ratu.
"Buruan, nanti kamu telat dan kakak lagi yang dimarahi Mama," oceh Ratu.
"Iya kak, perut Ayu masih sakit jadi nggak bisa lari atau kakak duluan aja, Ayu nggak sanggup ngejar kakak,"ujar Ayunda dengan napas terengah-engah. Ratu membuang napasnya dan entah bisikan darimana Ratu pun mendekati Ayunda dan langsung menggendongnya.
Gendongan pertama sejak ia melahirkan Ayunda, Ayunda sedikit salah tingkah tapi setelah itu ia tersenyum dan mengalungkan tangannya di leher Ratu. Ratu tidak marah atau menunjukkan reaksi seperti dulu seperti marah dan emosi setiap Ayunda menyentuhnya, kali ini Ratu seperti tersihir dan membiarkan Ayunda memeluknya.
"Mama nggak pernah ngajarin kamu ya kalau keluar dari rumah itu harus pake jaket?" tanya Ratu.
"Ada kok, tapi aku lupa bawa jaket kak," jawab Ayunda.
Ratu mendengus dan rencananya siang ini ia akan membelikan baju dan jaket baru untuk Ayunda.
"Aku melakukan ini bukan karena aku mulai menerimanya tapi aku nggak mau repot kalo dia sampai sakit," ujar Ratu dalam hati. Ia masih mencoba menyangkal rasa keibuannya, saat ini ia belum siap. Ada rasa malu jika sampai suatu saat nanti Ayunda akhirnya tau siapa dirinya.
"Ya Tuhan, bisa nggak sekolahnya pindah agak jauh supaya Ayu bisa memeluk Kak Ratu lebih lama, Ayu mohon Tuhan." Sepanjang perjalanan menuju sekolah doa tadi tak henti-hentinya ia panjatkan agar keinginannya terkabul, tapi sayangnya Tuhan enggan mengabulkan doanya.
"Kita sudah sampai, jangan malas sekolah dan nggak boleh nakal. Paham?" ujar Ratu setelah menurunkan Ratu dari gendongannya.
"Iya kak, Ayu sekolah dulu ya dan kakak hati-hati ya di jalan. Bye!" Ayunda melambaikan tangannya. Ratu tetap diam dan menunggu Ayunda masuk ke dalam sekolahnya. Entah apa yang ada di pikiran Ratu, tapi kali ini ia ingin melihat Ayunda sedikit lebih lama.
"Walinya Ayunda?" Suara berat laki-laki membuyarkan lamunan Ratu.
"Ya, saya kakaknya. Ada apa ya?" tanya Ratu.
Laki-laki itu menjulurkan tangannya, "Saya Danur, guru Ayunda dan sepertinya Ayunda lupa memberitahu keluarganya ya kalau hari ini ada acara khusus ibu dan anak di sekolah," ujar laki-laki bernama Danur itu.
"Ibu saya nggak ada Pak, aduh kok jadi ribet gini ya. Sebentar saya coba telepon ibu saya." Ratu mulai panik dan mencoba menghubungi ponsel Hana dan sialnya ponsel ibunya itu sedang tidak aktif.
"Hmmmm, Ibu Hana sedang sibuk ya Mbak? Kalau Mbak saja yang menggantikan Ibu Hana gimana? Sepertinya Mbak lebih cocok sebagai ibunya deh dibandingkan kakaknya," ujar Danur. Ratu hendak menolak tapi lidahnya lagi-lagi terasa berat, Danur tersenyum dan mempersilakan Ratu untuk bergabung dengan orangtua teman-teman sekolah Ayunda.
Mungkin hanya Ratu satu-satunya wali murid berusia muda, bahkan ada beberapa wali murid seusia ibunya. Ratu sengaja duduk sedikit menjauh dari gerombolan ibu-ibu agar tidak ditanya tentang dirinya atau tentang Ayunda.
"Hai, kayaknya kami jarang lihat Mbak deh di sini. Kalau boleh tau Mbak walinya siapa?" tanya dua wanita seusia Hana sambil melihat penampilan Ratu yang cuek dan sederhana. Bahkan Ratu tidak memoleskan make up di wajahnya.
"Ayunda," jawab Ratu singkat.
"Oh Ayu toh, kamu pasti ibunya Ayu ya?" tebak salah satu ibu. Ratu enggan menjawab dan memilih diam, ia sangat malas meladeni ibu-ibu kepo dan kurang kerjaan. Ia hanya tersenyum dan mengalihkan perhatian dua ibu tadi dengan memainkan ponselnya.
"Nah kan jeung, saya kata juga apa. Nggak mungkin lah Ayu ibu anaknya jeung Hana, Ayu itu pantasnya menjadi cucu dia bukan anak," sela ibu lainnya. Ratu mulai gerah dan menyimpan kembali ponselnya, ia ingin memberi pelajaran ibu-ibu itu agar tidak bicara sembarangan dan ia tidak mau Ayunda mendengar gosip-gosip yang akan disebarkan ibu-ibu itu.
Ratu berdiri dan menatap panjang dua ibu tadi, "Mau saya ibunya kek ... neneknya kek ... kenapa jeung jeung yang heboh? Mau saya cakar? Mau saya permalukan? Hidup saya selama ini udah memalukan buk, jadi nggak masalah kalau kali ini saya mempermalukan ibu-ibu semua." Ancaman Ratu membuat ibu-ibu tadi bergedik ngeri, mereka lalu membubarkan diri dan enggan mengganggu Ratu lagi.
"Hahahaha Mbak berani ya," tawa Danur membuat Ratu memutar tubuhnya. Ratu tertawa malu dan kembali duduk di tempatnya tadi.
"Habis mereka rese semua, kepo banget sama hidup orang lain. Sekali-kali harus diberi pelajaran, emangnya kenapa kalo aku ibunya Ayunda? Ih kesel!"
"Nggak masalah kok kalau Mbak emang ibunya Ayunda. Ayunda beruntung punya ibu seperti Mbak, lihat tuh Ayunda terlihat bangga melihat Mbak hadir di sini," ucapan Danur membuat tawa Ratu perlahan menghilang.
Ratu membuang napasnya dan menatap Ayunda dengan tatapan aneh, "Ayunda sangat malang punya ibu seperti aku, wanita keras kepala dan tidak punya hati. Wanita yang tega memperlakukan anak kandungnya sendiri dengan sangat buruk. Seharusnya aku yang beruntung punya anak semanis dia, arghhhh kenapa aku jadi plin plan seperti ini! Laki-laki ini memancingku dan aku tidak suka!"
"Bapak nggak ada kerjaan ya? Kok ngintilin wali murid?" Usir Ratu.
"Ibu Hana titip pesan agar saya menyerahkan ini," Danur menyerahkan sebuah map plastik berwarna biru, "mungkin setelah Mbak baca dan lihat semua isinya, Mbak akan sadar kalau Ayunda itu sangat mencintai Mbak," sambungnya lagi.
Mungkin hanya Danur satu-satunya pihak luar tahu tentang jatidiri Ratu, Hana sengaja memberitahu Danur agar ia mau membantu Ratu menerima Ayunda.
"Ini apa?"
"Bacanya di rumah saja," ujar Danur sebelum meninggalkan Ratu yang penasaran apa isi map itu.
****
Pikiran Rendra terpecah antara pekerjaan, Danur, Ratu dan Ayunda. Rendra gelisah dan ia tidak suka kondisinya seperti ini. Kondisi yang sama seperti dulu saat ia melihat Ratu jalan dengan laki-laki lain. Jiwa posesifnya tiba-tiba muncul dan ia takut kejadian dulu terulang kembali.
"Lebih baik aku menenangkan diri dulu." Rendra meninggalkan kantornya dan langsung menuju villa milik ayahnya untuk menenangkan diri.
Sepanjang perjalanan pikiran tentang Ratu, Ayunda dan Danur membuatnya semakin panas. Berkali-kai Rendra mencoba menghapus pikiran buruknya tadi tapi semakin dihapus bayangan itu semakin muncul dan mengganggunya.
"Ratu dan Ayunda butuh penjaga agar Danur tidak berani datang ke apartemen aku, sebaiknya aku mencari pembantu untuk mengawasi mereka selama aku pergi. Ya, Pak Satria pasti punya kandidat yang bisa mengurus mereka." Rendra mengambil ponselnya dan langsung menghubungi Pak Satria.
"Halo Mas,"
"Pak, saya akan pergi keluar kota dan mungkin akan kembali tiga atau empat hari lagi. Selama saya pergi tolong Bapak cari Asisten Rumah Tangga yang bisa menjaga Ratu dan Ayunda. Berapa pun gajinya akan saya bayar dan tolong sekecil apa pun info tentang Ratu dia harus laporkan ke saya,"
"Kebetulan Maudy baru pulang pak, sepertinya ia calon yang bagus untuk pekerjaan itu. Mumpung belum ada panggilan pekerjaan dari perusahaan tempat dia melamar kerja,"
"Wah bagus tuh, pokoknya semuanya Bapak yang atur."
"Baik Mas,"
Di apartemen Rendra.
Ratu sibuk mengeluarkan baju dan jaket milik Ayunda yang tadi ia beli sepulangnya dari sekolah Ayunda.
"Pasti bocah itu terlihat cantik memakai gaun ini."
Ting tong ting tong
Awalnya Ratu acuh saat mendengar bel pintu berbunyi, ia pikir pasti Rendra yang datang tapi akhirnya Ratu sadar kalau Rendra selama ini selalu menggunakan kunci dan tidak pernah menekan bel pintu.
Ratu lalu berdiri dan mengintip dari lubang pintu untuk melihat tamu yang datang.
"Siapa?" tanya Ratu saat tidak mengenal wanita muda yang berdiri di depan pintu apartemen.
"Saya Maudy," jawab wanita itu.
Perlahan-lahan Ratu membuka pintu dan melihat gadis muda, polos, ayu, cantik dan keibuan sedang berdiri sambil menenteng rantang.
"Kamu siapa?" tanya Ratu penasaran.
"Saya Maudy, putrinya Pak Satria. Ayah bilang Mas Rendra butuh Asisten Rumah Tangga, jadi saya sementara akan tinggal di sini sampai Mas Rendra pulang."
"Emangnya Rendra ke mana?"
"Kata Ayah sih ada pekerjaan di luar kota, saya boleh masuk?" tanya Maudy.
"Silakan, toh ini bukan apartemen saya dan saya nggak mungkin nolak kamu," balas Ratu sedikit jutek dan meninggalkan Maudy serta baju-baju yang dibelinya tadi berantakan di meja.
Tiba-tiba mood Ratu memburuk dan ia memilih mengurung diri di kamar dengan hati kesal dan takut.
Takut kalau Rendra sengaja mencari Asisten Rumah Tangga seperti Maudy agar bisa mengambil Ayunda dan bisa-bisa Rendra menjadikan Maudy sebagai ibu tiri Ayunda.
****