Frans mendorong pintu rumahnya dengan sedikit keras. Udara malam Jakarta yang lembap seolah menempel di tubuhnya, menambah berat langkahnya. Helaan napas kasar keluar, seperti beban di dadanya belum juga terangkat. Percuma! Pikirnya. Mengadu ke Papa hanya berakhir dengan satu hal: Celine dibela habis-habisan. Begitu kakinya melewati ambang pintu, aroma lembut parfum bunga menyusup ke hidungnya. Celine berdiri di ruang tamu, mengenakan gaun tidur tipis berwarna pastel yang jatuh lembut di bahunya. Rambutnya terurai, sedikit bergelombang, dan dengan gerakan pelan ia mengibaskannya ke belakang sambil menatap Frans penuh arti. “Selamat malam, sayang,” ucap Celine manis, bibirnya melengkung dalam senyum yang—ia tahu betul—bisa membuat banyak pria kehilangan akal sehat. “Capek ya? Mau aku piji