Bab 17

2344 Kata
Celine berdiri di pantry dapur rumah besar itu, rambutnya dikuncir setengah dengan beberapa helai jatuh di sisi pipinya. Matanya berbinar penuh niat nakal. Di hadapannya, mesin kopi mewah sudah mulai mengeluarkan aroma harum kopi hitam yang pekat. Di meja kecil di depannya, sebuah botol kecil berwarna bening tergeletak. Cairan di dalamnya tidak berwarna, tapi Celine tahu persis apa isinya—obat perangsang yang ia beli diam-diam beberapa hari lalu. “Kalau kamu nggak mau sentuh aku dengan sukarela, Frans Devaron…” gumamnya sambil tersenyum licik, “…aku punya cara biar kamu nggak bisa nolak lagi.” Dia membuka tutup botol itu perlahan, memastikan tak ada suara yang terdengar. Dengan hati-hati, ia menuangkan beberapa tetes ke dalam cangkir kopi yang sudah dia siapkan khusus untuk Frans. Aroma kopi berhasil menyamarkan bau obat tersebut. Celine mengaduknya pelan sambil membayangkan reaksi suaminya nanti. “Kita lihat… malam ini siapa yang akan kalah, Frans.” Langkah kaki berat terdengar dari arah ruang tengah. Frans baru saja selesai menerima telepon dari klien, wajahnya masih terlihat tegang. Dia berjalan menuju dapur, rautnya datar seperti biasanya. Celine segera mengganti ekspresinya menjadi lembut dan penuh perhatian. “Kamu kelihatan lelah sekali, Frans.” Frans mengangkat alis. “Karena memang lelah. Hari ini rapat berjam-jam, belum lagi masalah yang harus diberesin.” Celine tersenyum manis, menyodorkan cangkir kopi ke arahnya. “Makanya… minum ini dulu. Kopi spesial buatan aku. Biar pikiranmu rileks.” Frans menatap cangkir itu sebentar. “Kamu sejak kapan bikin kopi untuk aku?” Celine pura-pura tersinggung. “Kok gitu? Aku kan istri kamu. Apa salahnya sesekali bikinin kopi untuk suamiku sendiri?” Frans menghela napas dan akhirnya menerima cangkir itu. “Baiklah.” Dia menyesap sedikit, lalu mengangguk tipis. “Lumayan.” Celine tersenyum puas dalam hati. “Minum sampai habis ya. Sayang kalau cuma setengah.” Frans tidak curiga sama sekali. Dia menenggak kopi itu sambil membalikkan badan, berjalan kembali ke ruang tengah. Celine mengikutinya, duduk di sofa berseberangan. Matanya mengamati setiap perubahan ekspresi Frans. Waktu berjalan beberapa menit, dan perlahan raut dingin di wajah Frans mulai berubah. Frans mengerutkan kening, lalu mengusap tengkuknya. “Kenapa panas sekali di sini?” Celine pura-pura khawatir. “Panas? Padahal AC-nya dingin, lho. Mungkin kamu terlalu lelah?” Frans menggigit bibir bawahnya, napasnya sedikit berat. “Celine… kamu…” Dia berhenti, menatap Celine lebih lama dari biasanya. Celine menahan senyum, pura-pura tak mengerti. “Ada apa? Kok liatnya begitu?” Frans memalingkan wajah, mencoba mengatur napas. “Aku nggak tahu kenapa… tapi rasanya… aneh.” Celine mendekat, duduk di sampingnya. “Aneh gimana? Mungkin kamu butuh… istirahat,” bisiknya, suaranya lembut tapi penuh maksud. Frans memejamkan mata, berusaha melawan sensasi yang mulai menguasai tubuhnya. Tapi semakin dia mencoba, semakin susah fokus. “Celine… apa yang kamu…” Celine menyentuh bahu Frans, lalu menunduk sedikit hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa sentimeter. “Shh… nggak usah banyak tanya. Malam ini… biar aku yang urus kamu.” Frans menelan ludah, ragu, tapi tubuhnya seperti tak mau bergerak menjauh. Di dalam hati, Celine sudah tertawa puas. Kamu pikir kamu bisa terus menolak aku, Frans? Malam ini… permainan berubah. *** Udara di kamar itu terasa pengap, berat oleh keheningan yang tegang. Frans merasakan gelombang panas merayapi tubuhnya, dimulai dari perut bagian bawah, menyebar cepat ke seluruh persendian. Otot-ototnya menegang, darahnya berdesir deras, dan sebuah desakan kuat muncul, mendesak, menuntut. Matanya terpaku pada Celine, yang begitu cantik dan menggairahkan terlihat di matanya sekarang. Tangannya terulur, perlahan, jari-jarinya menyentuh punggung Celine yang mulus. Kulitnya terasa hangat, selembut sutra di bawah ujung jemari Frans. Celine sedikit tersentak, bahunya menegang, namun ia tidak bergerak menjauh. Frans merasakan napasnya tertahan, jantungnya berdegup kencang di dadanya. Ia membiarkan jemarinya menjelajahi tulang belakang Celine, menelusuri lekukan demi lekukan, turun perlahan hingga mencapai pinggang. Celine menyeringai tipis, senyum yang tak terlihat oleh Frans, namun terasa dalam getaran tubuhnya. Ia menyandarkan punggungnya ke d**a Frans, membiarkan sentuhan itu menjadi lebih intim, lebih dalam. "Kau mau apa, Sayang?" suara Celine berbisik, serak, penuh godaan yang membuat bulu kuduk Frans meremang. Ia memutar tubuhnya, menghadap Frans, matanya berkilat di bawah remang lampu tidur. Tangannya terangkat, mengusap rahang Frans, jempolnya mengelus bibir bawahnya. Frans menelan ludah, tenggorokannya kering. "Aku... aku menginginkanmu," Frans berbisik balik, suaranya tercekat. Ia meraih tangan Celine, membalas sentuhannya, jari-jarinya mengunci jemari istrinya. Panas tubuh Celine merambat ke tangannya, memicu api yang sudah berkobar dalam dirinya. "Benarkah?" Celine mendesah, senyumnya semakin lebar, matanya menatap Frans dengan tatapan lapar. Ia tahu Frans terpengaruh sesuatu, tapi ia tidak peduli. Selama ini, Frans selalu sedikit kaku, sedikit ragu, dan malam ini, ia melihat gairah mentah yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ini adalah Frans yang ia inginkan. "Tunjukkan padaku." Celine menarik tangan Frans, mengarahkannya ke pinggangnya, lalu ke perutnya. Jari-jari Frans gemetar saat ia membiarkan tangannya meluncur bebas, merasakan kehangatan kulit Celine, lekukan perutnya yang rata. Ia menarik Celine mendekat, bibirnya menempel pada bibir istrinya. Ciuman itu dimulai perlahan, bibir atas dan bawah saling menempel, namun kemudian Frans menekan lebih dalam, lidahnya mendesak masuk, mencari. Celine mendesah, membuka mulutnya, membiarkan lidah Frans menjelajah setiap sudut rongga mulutnya. Lidah mereka beradu, berputar, saling mengulum, menciptakan suara basah yang memabukkan di antara dengusan napas mereka yang memburu. Frans mencengkeram pinggang Celine, menariknya lebih dekat hingga tubuh mereka tak menyisakan celah. p******a Celine menekan d**a Frans, putingnya yang sudah mengeras menggesek kulitnya, mengirimkan gelombang kenikmatan yang tajam. Frans mendesah, menarik bibirnya dari ciuman itu, namun hanya untuk meluncurkan ciuman-ciuman basah di sepanjang rahang Celine, turun ke lehernya, menghirup aroma kulitnya yang harum. Celine mendongak, kepalanya terjatuh ke belakang, membiarkan lehernya menjadi sasaran bibir Frans. "Ah... Frans..." Celine mendesah, jemarinya meremas rambut Frans, menariknya lebih dekat. "Kau membuatku gila..." Frans tidak menjawab, hanya terus menciumi leher Celine, lidahnya menjilat, bibirnya menghisap, meninggalkan jejak merah yang akan terlihat esok pagi. Tangannya bergerak turun, meluncur di sepanjang punggung Celine, merasakan tulang punggungnya, lekukan pinggulnya. Ia menarik ujung gaun tidur Celine, menariknya ke atas, memperlihatkan paha dalamnya yang mulus. Celine mengangkat pinggulnya sedikit, memudahkan Frans untuk menyingkap kain itu hingga ke atas. Napas Frans tercekat saat gaun tidur itu terangkat, menyingkap celana dalam renda hitam yang membalut gundukan basah di antara paha Celine. Cairan bening sudah membasahi kain itu, membuat renda itu menempel erat pada kulitnya. Frans menatapnya, matanya terpaku pada celana dalam yang basah, gairahnya melonjak tak terkendali. "Basah sekali, Sayang," Frans berbisik, suaranya serak, matanya masih terpaku pada celana dalam Celine. Celine terkekeh, suara rendah yang menggoda. "Salah siapa? Kau yang membuatku begini." Ia meraih tangan Frans, membimbingnya ke pangkal pahanya, membiarkan jari-jari Frans merasakan kehangatan yang memancar dari sana. "Sentuh aku." Frans tidak perlu disuruh dua kali. Jemarinya gemetar saat ia menyentuh kain renda yang basah, merasakan kelembutan kain itu dan kehangatan yang memancar di baliknya. Ia menggesekkan jemarinya di atas gundukan basah itu, merasakan tonjolan kecil yang mengeras di bawah kain. Celine mendesah keras, punggungnya melengkung, pinggulnya sedikit terangkat, mencari lebih banyak tekanan. "Terus... terus, Frans..." Celine merengek, suaranya penuh kerinduan. Frans menuruti. Jemarinya bergerak lebih berani, menggesek, memutar, menekan k******s Celine yang sudah menegang di balik kain. Celine terkesiap, tubuhnya bergetar. "Ah! Ya... di sana..." Frans tersenyum tipis, gairahnya semakin meluap. Ia menyelipkan jari-jarinya ke dalam celana dalam Celine, menarik kain itu ke samping, menyingkap m***k istrinya yang sudah mengembang dan basah kuyup. Aroma amis bercampur manis langsung menyeruak, memabukkan indra penciumannya. Frans menatapnya, bibir m***k Celine yang berwarna merah muda gelap, membengkak dan basah oleh lendir. Klitorisnya berdiri tegak, memerah dan mengkilap, memanggil untuk disentuh. Frans menurunkan kepalanya, menjilat lendir yang mengalir di bibir m***k Celine. Lidahnya terasa hangat, asin, dan sedikit manis. Celine menjerit kecil, punggungnya melengkung, kakinya merapat, seolah ingin menjepit kepala Frans di antara pahanya. "Frans... apa yang kau lakukan?" Celine mendesah, suaranya nyaris tak terdengar. Frans mengangkat kepalanya, tersenyum nakal. "Aku mencicipimu, Sayang. Kau manis sekali." Ia kembali menunduk, lidahnya mulai bekerja. Ia menjilat dari bawah ke atas, mengikuti celah di antara labia Celine, lalu menyedot klitorisnya dengan lembut. Celine mendesah keras, tubuhnya menggeliat di bawahnya. "Oh... Tuhan... Frans..." Celine meracau, napasnya tersengal-sengal. "Terus... hisap... hisap lebih kuat..." Frans menurut. Bibirnya mengulum k******s Celine, lidahnya menghisapnya dengan kuat, sesekali menggesekkan ujung lidahnya di atas gundukan sensitif itu. Suara slurp basah terdengar setiap kali ia menghisap, dan Celine terus mendesah, kakinya semakin merapat, menekan kepala Frans. Jemarinya mencengkeram rambut Frans erat-erat, menariknya, seolah ingin Frans menghilang ke dalam dirinya. "Aku... aku tidak tahan..." Celine merengek, pinggulnya bergerak naik turun, mencari lebih banyak tekanan. "Frans... aku mau keluar..." Frans mengabaikan rengekan Celine, terus menghisap dan menjilat. Ia memutar lidahnya di sekitar k******s Celine, lalu menjilat ke atas dan ke bawah, mempercepat gerakannya. Celine menjerit, tubuhnya menegang, punggungnya melengkung seperti busur. Otot-otot di antara pahanya berkedut, dan cairan hangat menyembur keluar, membasahi wajah dan mulut Frans. Celine o*****e, tubuhnya bergetar hebat, mendesah panjang, dan kemudian ambruk ke ranjang, terengah-engah. Frans mengangkat kepalanya, wajahnya basah oleh lendir dan cairan Celine. Ia menjilat bibirnya, merasakan sisa rasa Celine di lidahnya. "Enak sekali," Frans bergumam, matanya menatap Celine yang masih terengah-engah. Celine membuka matanya, menatap Frans dengan tatapan kabur. "Kau... kau membuatku gila..." Ia tersenyum tipis, lalu meraih tangan Frans, menariknya ke atas. "Sekarang giliranmu." Frans tidak perlu disuruh. Ia langsung bangkit, melepaskan celananya dengan cepat. Ereksinya sudah penuh, mengeras seperti batu, urat-uratnya menonjol, kepalanya memerah dan mengkilap. Celine menatapnya, matanya membesar, lalu tersenyum nakal. "Besar sekali," Celine berbisik, tangannya terulur, menyentuh batang k****l Frans yang tegang. Kulitnya terasa panas di bawah sentuhannya, urat-uratnya berdenyut di bawah jemarinya. Celine mengelusnya dari pangkal hingga kepala, merasakan kelembutan kulitnya dan kekerasan di dalamnya. Frans mendesah, memejamkan mata, kepalanya mendongak. "Pegangi, Sayang," Frans berbisik, suaranya serak. Celine mengangguk, jemarinya melingkari batang k****l Frans, mengocoknya perlahan. Ia memperhatikan kepala k****l Frans yang basah oleh pre-c*m, mengkilap dan memerah. Ia mendekatkan hidungnya, menghirup aroma maskulin yang kuat. "Wanginya enak." Celine menunduk, bibirnya menyentuh kepala k****l Frans. Lidahnya menjilat lubang kecil di ujungnya, merasakan setetes pre-c*m yang keluar. Frans mendesah keras, tubuhnya menegang. Celine mengulum kepala k****l Frans, bibirnya menghisapnya, lidahnya memutar di sekitar kepala. Frans menjerit, punggungnya melengkung, kedua tangannya mencengkeram seprai. "Ah... Celine... enak sekali..." Frans meracau, napasnya tersengal-sengal. "Terus... hisap..." Celine terus menghisap, bibirnya bergerak naik turun di batang k****l Frans, mengulumnya lebih dalam, lidahnya menjilat dan menghisap, menciptakan suara slurp yang basah. Ia merasakan biji k****l Frans yang berat menekan dagunya. Frans mendesah, mengerang, tubuhnya bergetar hebat. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu mendorong kepalanya lebih dalam ke mulut Celine. "Ugh... ah... lebih dalam..." Frans meracau, tubuhnya bergetar. Celine membiarkannya, terus menghisap, berusaha menelan seluruh panjang k****l Frans ke dalam tenggorokannya. Suara glup basah terdengar setiap kali Frans mendorong lebih dalam, dan Celine mendesah, menahan napas, merasakan sensasi k****l Frans yang berdenyut di dalam mulutnya. Frans tidak tahan lagi. Ia menarik kepalanya dari mulut Celine, terengah-engah. "Aku... aku tidak tahan lagi, Sayang. Aku ingin masuk ke dalammu." Celine tersenyum, bibirnya basah dan mengkilap. "Ayo." Frans berlutut di antara paha Celine, kontolnya yang tegang mengarah ke m***k Celine yang sudah basah dan mengembang. Ia menatapnya, bibir m***k yang terbuka, k******s yang masih memerah, dan cairan bening yang membasahi sekitarnya. Aroma amis bercampur manis kembali menyeruak, memancing gairahnya. Frans menggesekkan kepala kontolnya di bibir m***k Celine, merasakan kehangatan dan kebasahan yang menggodanya. "Basah sekali," Frans berbisik, suaranya serak. Celine mendesah, pinggulnya sedikit terangkat, mencari sentuhan. "Masukkan, Frans. Aku tidak sabar." Frans mengangguk. Ia memegang kontolnya, mengarahkannya ke lubang m***k Celine. Ia mendorong perlahan, merasakan kepala kontolnya menekan, lalu meluncur masuk. Celine menjerit, punggungnya melengkung, kakinya merapat, mencengkeram pinggang Frans dengan kuat. "Ah! Frans... pelan-pelan..." Celine mendesah, matanya terpejam erat. Frans menarik napas dalam-dalam. Ia mendorong lebih dalam, merasakan kontolnya menembus lebih jauh ke dalam liang m***k Celine yang hangat dan ketat. Suara shlick basah terdengar saat kontolnya meluncur masuk, dan Celine mendesah panjang, tubuhnya bergetar. Frans terus mendorong, perlahan tapi pasti, hingga seluruh panjang kontolnya masuk sepenuhnya ke dalam m***k Celine. Celine menjerit, napasnya tersengal-sengal. "Ah... Tuhan... penuh sekali..." Ia melingkarkan kakinya di pinggang Frans, menariknya lebih dekat, merasakan k****l Frans yang berdenyut di dalam dirinya. "Enak sekali..." Frans mendesah, kepalanya mendongak, matanya terpejam. Ia merasakan dinding m***k Celine yang hangat dan ketat membalut kontolnya, otot-ototnya berkedut di sekelilingnya. Ia berhenti sejenak, membiarkan tubuhnya menyesuaikan diri dengan sensasi penuh ini. "Kau sempit sekali, Sayang," Frans berbisik, suaranya serak. Celine terkekeh. "Kau yang terlalu besar." Ia menggesekkan pinggulnya sedikit, memancing Frans untuk bergerak. "Ayo, gerakkan, Frans. Aku ingin kau menggerakkannya di dalamku." Frans mengangguk. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu mulai menggerakkan pinggulnya, maju mundur, perlahan. Kontolnya meluncur keluar masuk dari m***k Celine, menciptakan suara shlick-shlick basah yang memabukkan. Celine mendesah, mengerang, pinggulnya bergerak mengikuti irama Frans. "Ah... ya... seperti itu..." Celine meracau, napasnya tersengal-sengal. "Lebih cepat... Frans... lebih cepat..." Frans menurut. Ia mempercepat gerakannya, mendorong lebih dalam, menarik keluar, lalu mendorong lagi dengan kekuatan penuh. Kontolnya menghantam serviks Celine dengan setiap dorongan, membuat Celine menjerit dan mendesah keras. Suara thwack basah terdengar setiap kali biji k****l Frans menghantam p****t Celine, dan Celine terus mendesah, mengerang, kakinya mengunci pinggang Frans dengan erat. "Ah! Frans! Lebih dalam! Lebih cepat!" Celine meracau, tubuhnya menggeliat di bawah Frans, pinggulnya bergerak naik turun, mencari setiap inchi k****l Frans. Keringat mulai membasahi dahi Frans, menetes ke wajah Celine. Celine tidak peduli, ia hanya menginginkan lebih. Frans terus bergerak, iramanya semakin cepat, semakin kuat. Kontolnya meluncur keluar masuk dari m***k Celine, menciptakan suara shlick-shlick-shlick yang tak henti-hentinya. Celine mendesah, mengerang, suaranya semakin keras, semakin putus-putus. Ia mencengkeram bahu Frans, kuku-kukunya sedikit menggores kulit Frans, namun Frans tidak merasakannya. Ia hanya fokus pada sensasi kontolnya yang berdenyut di dalam m***k Celine, sensasi kenikmatan yang membakar seluruh tubuhnya. "Aku... aku mau keluar lagi..." Celine menjerit, suaranya parau. "Frans... aku mau keluar!" Frans tidak menjawab, hanya terus bergerak, iramanya semakin cepat, semakin kuat. Ia merasakan kontolnya semakin membesar di dalam m***k Celine, urat-uratnya berdenyut, dan sensasi o*****e mulai merayapi dirinya. Ia mencengkeram pinggul Celine, mendorongnya lebih keras, lebih dalam, hingga kontolnya menghantam serviks Celine dengan setiap dorongan. Celine menjerit, tubuhnya menegang, punggungnya melengkung, dan cairan hangat menyembur keluar, membasahi k****l Frans. Mereka terus melakukannya sampai subuh. Dimana Celine begitu senang disentuh oleh suaminya dalam gairah meledak-ledak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN