Bab 10

975 Kata
Celine duduk di balkon vila sambil mengaduk-aduk jus jeruk yang tak lagi dingin. Kaki jenjangnya terangkat ke atas sandaran kursi, dan matanya menatap lurus ke lautan yang berkilauan diterpa senja. Rambutnya dikuncir setengah, dengan beberapa helaian sengaja dibiarkan mengganggu wajah cantiknya. "Frans benar-benar ninggalin gue kayak gitu aja?" gumamnya sambil menyipit. "Cowok itu keterlaluan banget. Tapi ya udah... silakan pulang ke Jakarta. Gue? Gue masih punya banyak hal buat dinikmatin di Bali." Dia berdiri dengan gerakan malas tapi menggoda, membiarkan gaun tipisnya mengepak ringan tertiup angin laut. Ponselnya diraih, dan ia membuka kontak grup dengan dua sahabatnya yang kebetulan kedua jalang itu berada di Bali. CELINE: Babe, tonight we party. Tempatnya harus yang paling liar, paling heboh, dan paling penuh cowok ganteng. Gue harus refresh pikiran abis ditinggal cowok keras kepala itu. Dan mau ehek-ehek. Tak sampai semenit, balasan langsung masuk. MAYA: >KUY. Atlas Beach Club? Atau Mirror? Tonight’s gonna be HOTTTT!! Ayo! Nikmati malam ini sayang. VIVI: Udah siap ga lo liat cowok-cowok sixpack Bali yang kulitnya eksotis dan matanya killer? Duh! Jadi pengen ngebungkus cowok. Dan dientot enak banget. CELINE: Gue pake dress yang gue simpen dari Paris kemarin. Yang belahan pahanya sampe ke surga. 😈 Malem ini, Celine bukan cewek patah hati. Celine itu bahaya. Dan si Frans b******n itu akan tahu kelakuan istrinya ini. Malamnya, langit Bali gelap sempurna. Musik dari klub malam yang dipilih mereka—sebuah klub terbesar di Seminyak—menggelegar bahkan dari luar. Antrian panjang mengular, tapi tentu saja, tiga gadis itu tak perlu mengantri. Mereka cukup jalan melewati kerumunan, sepatu hak tinggi mereka menghantam lantai seperti irama penuh kepercayaan diri. Celine mengenakan gaun hitam tipis, d**a terbuka dengan elegan, dan punggung sepenuhnya kosong. Belahan di pahanya membuat setiap langkah terasa seperti ancaman bagi pria yang menatapnya terlalu lama. "Lo yakin mau godain cowok lain?" bisik Maya sambil menyeruput cocktail-nya. "Gue pikir lo masih kepikiran Frans." Celine tertawa pelan, mata sipitnya melirik ke satu sisi ruangan di mana sekelompok cowok asing sedang melihat ke arah mereka. "Justru karena itu. Gue mau buktiin ke diri gue sendiri, gue bisa bikin cowok manapun klepek-klepek. Termasuk si Frans. Tapi dia bakal nyesel, karena dia gak di sini buat liat semua ini. Dan rugi ninggalin gue di sini demi kerjaan anjing itu." Langkah mereka memasuki lantai dansa. Lampu neon berputar, asap tipis dari panggung DJ membungkus atmosfer dalam misteri. Musik menghentak. Tangan-tangan mulai terangkat. Celine mulai menggoyangkan pinggulnya pelan. Matanya tertuju ke seorang cowok lokal tinggi, berkulit sawo matang dengan rahang tegas dan tubuh atletis. Cowok itu menyambut tatapannya, lalu berjalan mendekat. "Hai," suara lelaki itu berat dan dalam. "Namaku Indra. Kamu turis?" Celine tersenyum, menggigit bibir bawahnya. "Aku lebih dari sekadar turis. Aku juga penikmat malam. Atau penikmat dirimu misalnya." Mereka berdansa. Goyangan tubuh Celine begitu dekat, nyaris seperti berbisik pada kulit lelaki itu. Tapi saat si cowok hendak memegang pinggangnya, Celine menepis pelan. "Jangan gampang menyentuh yang kamu belum miliki," bisiknya. Indra tertawa, "Jadi aku harus dapetin kamu dulu?" "Dan itu nggak gampang," senyumnya licik. "Tapi kamu boleh coba." Maya dan Vivi memperhatikan dari jauh, tertawa-tawa. Tapi dalam hatinya, Celine tak benar-benar tertarik pada cowok itu. Semua hanya permainan. Sebuah panggung untuk dirinya sendiri. Panggung untuk menyatakan pada dunia—dan terutama pada Frans—bahwa ia tak akan menangis, apalagi memohon. Ketika lagu berganti dan lampu berubah warna jadi merah keunguan, Celine mundur dari keramaian. Ia menuju bar, duduk sendirian, menyeka peluh dari lehernya. "Vodka martini. Ekstra dingin," katanya pada bartender. Dia menatap ke arah laut, karena dari klub itu, pantai masih bisa terlihat samar-samar. Dia meneguk minumannya, lalu mengeluarkan ponselnya, membuka galeri. Beberapa foto dirinya dan Frans waktu sarapan di vila. Frans terlihat jutek seperti biasa, tapi di salah satu foto, pria itu tertawa karena diceplokin telur orak-arik ke wajahnya. Celine tersenyum kecil, lalu bergumam. "Kamu pikir aku bakal duduk manis nunggu kamu balik, hah? Kamu pikir aku bakal pulang nyusul kamu ke Jakarta kayak cewek bodoh? Salah besar, Frans." Lalu, seakan menyindir dirinya sendiri, dia kirim voice note ke Maya. CELINE (VN): Tapi kalo cowok itu tiba-tiba muncul di sini dan tarik tangan gue keluar dari klub ini... gue gak yakin gue bisa nolak. Gila gak sih? Gue tuh bisa mainin cowok mana aja di klub ini. Tapi kenapa bayangan Frans gak bisa ilang? Tiba-tiba, notifikasi masuk. Bukan dari Maya. Tapi dari Frans. FRANS: Udah malem. Jangan terlalu gila di klub. Jangan bikin masalah. Sayakenal siapa aja yang kerja di sana. Jangan bikin saya harus balik ke Bali cuma buat jemput kamu pakai paksa. Saya selalu mengintai kamu Celine. Celine membeku sejenak, lalu matanya melebar, dan senyum nakalnya muncul. "Dia masih mantau... dia masih peduli..." Lalu dia membalas. CELINE: Ooooh? Jadi kamu masih kepoin aku? Kalo kamu kangen, datang aja. Aku di bar, pakai dress yang kamu bilang dulu terlalu seksi. Mau lihat lagi? Atau kamu mau lihat istrimu dibungkus lelaki lain? Beberapa menit tak ada balasan. Tapi Celine tahu satu hal: ini belum selesai. Dia akan membuat Frans kepanasan karena bermain api dengan dirinya. Kalau Frans main api maka Celine itu adalah Pertamax turbo yang bisa membakar dengan membara. Dia berdiri lagi, kembali ke lantai dansa, kali ini lebih liar, lebih berani. Seolah setiap gerakannya adalah pesan rahasia untuk satu lelaki keras kepala yang meninggalkannya pulang ke Jakarta. Malam itu, Bali menyaksikan Celine yang berbeda. Celine yang tak mau kalah. Celine yang sedang menari dalam kegelapan, tapi menyimpan satu nyala api—dan nyala itu punya nama: Frans. Dan dia bersumpah, suatu hari nanti... Frans akan menjadi miliknya. Seutuhnya dan akan ketagihan akan sentuhannya yang nikmat atau miliknya yang masih perawan ini. Ohh … sialan! Celine begitu ingin Frans menghentakkan miliknya itu ke dalam milik Celine. Tapi lelaki sialan itu malah memilih pulang ke Jakarta dan tidak ada menyentuh Celine. Celine akan memikirkan bagaimana caranya Frans menyentuh dirinya dan suka akan miliknya yang sempit ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN