Bab 04

729 Kata
Celine terbangun ketika air disiramkan ke wajahnya. Tubuhnya tersentak dan mata gadis itu langsung terbuka lebar. Basah. Dingin. Dan pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Frans yang berdiri di sisi ranjang dengan ember kosong di tangannya. "Apa-apaan kamu?!" Frans mendengus. "Bangun. Kita harus pergi." Celine menggertakkan gigi, meraih bantal dan hampir melemparkannya ke arah Frans, tapi laki-laki itu sudah berjalan menjauh ke arah balkon dengan tangan di saku celana. Dia tidak tertarik berlama-lama di kamar hotel tempat mereka menginap usai resepsi. “Kita mau ke mana?” suara Celine parau, masih setengah tertidur, tapi tubuhnya mulai bangkit duduk dengan selimut yang melorot dari bahunya. Frans menoleh sekilas. "Ke rumah. Tempat tinggal kita. Kau mau mandi dulu atau harus aku siram air satu ember lagi?" Celine malah tersenyum miring. “Ah, rumah kita ya? Tempat di mana kita akan hidup harmonis dan punya anak-anak? Aku bersedia, Frans. Aku siap mengandung kapan saja. Ayo, hamiliku sekarang.” Frans memutar bola matanya dan berbalik pergi. “Kau benar-benar tidak waras.” Celine tertawa pelan sambil bangkit dari ranjang. Dia berjalan pelan ke arah kamar mandi, melirik pantulan wajahnya di cermin besar di dinding. Rambutnya berantakan, pipinya basah, tapi sorot matanya tetap tajam. “Aku istrimu sekarang. Waras atau tidak, kamu tidak bisa lari lagi dariku, Frans.” Setelah mandi dan mengenakan gaun kasual berwarna putih gading, Celine keluar dari kamar dan mendapati Frans sudah berdiri di depan lift, mengenakan kemeja biru tua yang dipadukan dengan celana bahan abu-abu gelap. Dia tampak dingin seperti biasa, tak mengucapkan sepatah kata pun saat Celine mendekat. Mereka turun ke lobi, menaiki mobil pribadi yang sudah menunggu, dan berkendara ke arah pinggiran kota. Celine tidak berhenti bicara sepanjang jalan. Dia bertanya ini itu, mengomentari pemandangan, bahkan menyanyikan lagu yang diputar di radio. Frans tak menanggapi. Matanya hanya lurus ke jalan. Sesekali dia menghela napas panjang seolah berusaha menahan dirinya untuk tidak memutar balik dan menurunkan gadis itu di tengah jalan. Setelah hampir satu jam perjalanan, mereka tiba di sebuah rumah bergaya modern minimalis. Pagar tinggi, taman kecil, dan pintu kaca besar menyambut mereka. Frans membuka pintu rumah tanpa banyak bicara. “Masuk.” Celine menatap rumah itu dengan penuh rasa puas. “Indah. Aku suka. Akan lebih indah kalau suara tangisan bayi terdengar di dalamnya.” Frans menatapnya tajam. “Jangan mulai lagi.” “Tapi aku serius,” sahut Celine sambil masuk dan melihat-lihat ruangan. Dapur dengan perabotan lengkap, ruang tamu bergaya Eropa, kamar tidur utama yang luas dengan balkon pribadi. Celine langsung rebah di atas ranjang. “Malam ini bisa jadi awal dari masa depan kita, sayang.” Frans berdiri di ambang pintu, wajahnya datar. “Berhenti berkhayal. Aku menikahimu karena aku tidak punya pilihan lain. Bukan karena aku mencintaimu.” “Ya, ya,” Celine menyeringai, “Tapi cinta bisa tumbuh, Frans. Dan aku sangat subur. Kau akan jatuh cinta saat melihat aku mengandung anakmu.” Frans pergi meninggalkan kamar. Lagi-lagi. Membiarkan Celine tertawa puas sendirian di atas ranjang empuk itu. --- Hari itu berlalu dalam tensi yang sama. Frans sibuk di ruang kerja di lantai bawah, sementara Celine mengelilingi rumah, mencoba mengingat setiap sudutnya. Dia membuka lemari, memeriksa perlengkapan, bahkan mencatat apa saja yang ingin dia ubah dari rumah itu. Sore hari, dia masuk ke ruang kerja Frans tanpa mengetuk. “Kita harus bicara soal jadwal dokter kandungan,” ucapnya lantang. Frans menatapnya malas dari balik laptop. “Keluar.” Celine malah duduk di meja kerja. “Kenapa? Kamu tidak ingin anak?” “Aku tidak ingin apapun darimu,” tegas Frans. “Tapi aku menginginkanmu sepenuhnya,” bisik Celine sambil menatapnya dalam-dalam. Frans bangkit, berdiri di hadapan gadis itu. Sorot matanya tajam, dingin, menusuk. “Kau pikir aku akan jatuh ke dalam permainan gilamu? Kau pikir dengan menjadi istriku, semuanya akan berjalan seperti drama picisan yang kau tonton? Aku menikahimu karena kamu menjebakku. Dan kamu akan menyesali itu.” Celine mengangkat dagunya. “Aku tidak akan menyesal. Karena aku mendapatkanmu.” Dan sebelum Frans sempat berkata apa-apa lagi, Celine mendekat dan berbisik tepat di telinganya, “Kalau kamu tidak mau menyentuhku, aku akan membuatmu tak bisa tidur setiap malam hanya karena membayangkan aku berjalan keliling rumah ini dalam pakaian tidur transparan.” Frans melangkah mundur, mengatupkan rahangnya, lalu keluar dari ruangan. Celine memejamkan mata sebentar, lalu tersenyum penuh kemenangan. “Permainan baru saja dimulai, suamiku. Nanti kau juga akan ketagihan oleh tubuhku.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN