Sampai di depan pintu dan mengetuknya dengan sekeras mungkin seperti orang yang telah hilang kesabaran, padahal bukan. Andre hanya sedang terdesak oleh nafsunya yang kini telah menyeruak ke seluruh tubuhnya.
Pintu di buka menampakan sosok wanita dengan pakaian sexy menggoda, tanpa aba-aba Andre langsung menyerang wanita itu dengan ciuman ganas dan lumatan kuat menciptakan bunyi kecipak antara dua bibir yang beradu.
Wanita itu tampak sedikit kaget dan kewalahan meladeni serangan yang diberikan Andre, dengan gerakan tangan yang cepat Andre sudah merobek dress yang di kenakan wanita itu, menggendongnya ke sofa dan membantingnya kasar.
Tanpa menggerayangi tubuh wanita itu seperti biasa Andre sudah membenamkan milik menyatu dengan tubuh wanita itu, di koyaknya tubuh itu sekuat tenaga tanpa belas kasih dan dengan hentakan kencang yang sangat cepat.
"Ah ...! Sayang ... pelan sedikit," desah Sintia yang tidak bisa di tahan
Namun Andre seperti tuli walaupun Sintia memintanya untuk sedikit lembut tapi dia sama sekali tidak terlihat menuruti permohonan Sintia, Andre tampak kalut dengan nafsunya yang sedari tadi dia tahan.
Andre benar-benar lepas kendali, dia mengkoyak tubuh Sintia tanpa ampun walaupun Sintia sudah merengek agar dia lebih lembut, entah kenapa Andre seperti ini, ini yang pertama dia tidak mendengarkan lawan mainnya sampai permainan selesai.
"Ugh ... Sayang sakit sekali." Sintia menetralkan napasnya yang tersenggal-senggal.
"Maaf aku terbawa nafsu." Andre merebahkan dirinya di sofa sebelahnya.
"Kau seperti orang yang berbeda tadi, aku sampai takut," ucap Sintia memandang Andre curiga.
"Iyakah? Sepertinya karena aku semakin mencintaimu." Andre berusaha mengontrol napasnya yang memburu
"Ah, kau bisa saja." Sintia tersenyum puas mendengar jawaban dari Andre sehingga dia tidak perlu berpikir macam-macam, sedangkan Andre tampak termenung di sampingnya seperti memikirkan sesuatu.
'Aneh sekali, biasanya aku selalu puas setelah bercinta dengan Sintia, tapi kenapa sekarang terasa kurang memuaskan? padahal aku sudah bercinta dengan sangat kuat tadi,' batin Andre
Sintia menatap Andre yang berkali-kali menghela napas berat dan tampak gusar, Andre terlihat tidak nyaman karena beberapa kali membenarkan posisi tidurannya dan kelakuan Andre tampak aneh di mata Sintia.
"Ada apa? Kau mau melakukannya lagi?" tanya Sintia dengan nada menggoda.
"Tidak," jawaban singkat dari Andre membuat Sintia mengerutkan alisnya heran.
"Terus kenapa kau kelihatan sangat gusar begitu?" tanya Sintia lagi.
"Karena pekerjaan di kantor banyak sekali Sayang, aku sampai jenuh," jawab Andre.
Sudah tidak ada obrolan lagi dari mereka berdua, mereka masing-masing beristirahat sejenak karena sudah bercinta hebat tadi, Andre bangkit dari rebahnya dan duduk menghadap Sintia. Kemudian dia memunguti pakaiannya yang tadi dia buang sembarangan dan memakainya.
"Aku akan pulang sekarang, Anak-anakku belum makan pasti," ucap Andre berlalu pergi meninggalkan Sintia setelah nafsunya terpenuhi.
Sebenarnya Sintia agak kecewa Andre tidak seperti biasanya, biasanya setelah bercinta Andre selalu menciuminya, membelainya, memberi sentuhan-sentuhan kecil sebelum dia pergi tapi sekarang Andre tidak melakukannya sama sekali.
Seperti yang Andre bilang tadi kalau dia jenuh dengan pekerjaannya, Sintia mencoba mengerti keadaan Andre karena dia tahu pasti Andre sangat sibuk dengan kerjaan, persiapan pernikahannya, dan juga menyenangkannya dengan hadiah-hadiah kecil. Walaupun Sintia juga tahu kalau Andre bukan tipe yang akan jenuh karena dia gila kerja. Jika saja Andre tidak menyogoknya dengan hadiah-hadiah mahal dia pasti sudah marah.
***
Andre berjalan membuka pintu masuk kediamannya, begitu selangkah dia memasuki rumah, dirinya sudah di sambut dengan teriakan kedua anaknya.
"Ayah!" teriak Hana dan Fadil berlari memeluk Andre.
"Ayah kemana saja lama sekali, seharusnya Ayah bermain dengan kami," ucap Hana melepas pelukannya.
"Ayah, Ayah, tadi Fadil menggambar ini," Fadil menyodorkan gambarnya yang tadi dibuat.
Andre melihat gambar sang anak, di situ terlihat ada gambar dua orang dan dua anak kecil, di tatapnya Fadil dengan wajah tersenyum lalu kemudian Andre mengelus pucuk kepala Fadil.
"Gambarnya bagus Nak," ucap Andre menyenangkan anaknya.
"Ini Ayah, ini Fadil, ini Kak Hana, ini Bunda Lena." Fadil menunjuk karakter di gambarnya satu-satu, kalimat terakhir membuat Andre mengernyitkan dahinya.
"Bunda Lena?" gumam Andre yang masih terdengar.
"Iya, Bunda Lena!" ucap Fadil mempertegas.
Andre menatap Fadil dengan tatapan yang sulit di artikan, kemudian tatapannya beralih pada Alena yang berdiri tidak jauh di belakang Fadil dan Hana, sedangkan Alena yang di tatap agak merasa takut dan dia menundukkan kepalanya. Andre berjalan mendekati Alena melepas sekalipun tatapannya.
"Kau yang menyuruh anak-anakku memanggilmu bunda?" tanya Andre pelan.
"Tidak, mereka yang berinisiatif sendiri." Alena dengan cepat menggelengkan kepalanya karena takut di tatap Andre begitu intens.
"Iya Ayah, kan nanti sebentar lagi Bunda Lena akan jadi Bunda kami, jadi Hana mau panggil Bunda sekarang bolehkan?" Hana meraih tangan Andre dengan mata yang berbinar-binar.
"Boleh Nak, tidak apa-apa," Andre mengelus pucuk kepala Hana.
"Ayah, Bunda Lena sangat baik, Hana suka. Bunda Lena bisa membuat makanan yang sangat enak, ayah juga harus coba tadi Bunda Lena buatkan banyak." Hana menjelaskan dengan perasaan riang.
Andre cukup di buat terkejut dengan penjelasan Hana, karena kedua anaknya itu sangat susah di dekati oleh orang lain, apa lagi dengan orang baru, Sintia saja tidak bisa mendekati anak-anaknya, anehnya Alena bisa melakukan itu. ada perasaan lega meninggalkan anak-anaknya dengan Alena, tadinya dia khawatir meninggalkan anaknya terlalu lama karena dia takut anaknya kelaparan tapi ternyata tidak.
"Iya Ayah, Bunda Lena sangat baik Fadil juga suka." Fadil juga ikut meraih tangan sebelahnya Andre, dan dibalas dengan senyum simpul dari Andre.
"Iya, Bunda Lena sangat baik, tidak seperti Tante Sintia yang jahat," ucap Hana tiba-tiba.
"Sintia?" gumam Alena yang masih terdengar.
"Iya, Tante Sintia itu—"
Belum sempat Hana menyelesaikan kalimatnya.
"Hana kalian sudah makan, kan? Ajak adikmu tidur sana," perintah Andre pada putri sulungnya, tanpa melanjutkan kalimatnya hanya menuruti perintah ayahnya mengajak adiknya masuk ke kamar masing-masing.
"Maaf kalau aku lancang menyentuh dapur Bapak, aku tidak tega melihat Hana dan Fadil merasa lapar tadi." Akhirnya Alena bisa mengatakan apa yang ingin dia katakan sedari tadi.
"Ya. aku akan antar kau pulang," sahut Andre yang terkesan sangat dingin.
Di perjalanan menuju rumah Alena, suasananya terasa hening, mereka tampak sedang sibuk dengan pikiran masing-masing, Alena sedang memikirkan betapa gemasnya Hana dan Fadil, sedangkan Andre memikirkan bagaimana cara dia menjelaskan tentang Sintia yang tadi dibilang Hana di depan Alena.
"Sintia itu kekasihku." Tiba-tiba Andre memulai obrolan
"Oh ..." Hanya itu yang keluar dari mulut Alena
"Hanya itu? kau tidak marah?" Andre mulai terheran dengan respon dari Alena.
"Apa saya perlu marah?" tanya balik Alena tidak mengerti maksud Andre.
"Pokoknya Sintia itu kekasihku, walaupun nanti posisimu sebagai istriku, tapi tetap Sintia yang jadi prioritasku, jadi kau harus tahu diri dengan batasan yang aku tetapkan." Andre memberi Alena penjelasan.
Sepanjang penjelasan yang Andre berikan respon dari Alena hanya mengangguk kecil, tidak tersirat satupun kekecewaan atau kesedihan dari wajah gadis cantik itu, Andre yang melihat respon itu mendadak sedikit kesal pada Alena. Bagaimana bisa Alena bersikap tenang itu sedangkan suaminya memiliki kekasih yang akan diprioritaskan lebih dari dirinya.
"Setelah menikah nanti jangan harap aku akan menyentuhmu," ujar Andre yang sedikit kesal dengan sikap Alena.
"Syukurlah ..." Alena mengucapkan itu tanpa memikirkan perasaan Andre saat ini.
"Apa maksudmu dengan syukurlah?" tanya Andre yang mulai geram.
"Aku bersyukur karena bapak tidak akan menyentuhku," jawab Alena dengan wajah polosnya.
Sekali lagi Andre dibuat kesal dengan jawaban dari Alena, bagaimana tidak? dia merasa dirinya cukup tampan dan mempunyai semuanya, baru kali ini dia merasa rendah, sebelumnya semua wanita yang ditemui tergila-gila padanya. Memang Alena ini sangat cantik baginya, tapi Andre sangat meninggikan dirinya, perasaan tertolak ini pun pertama kali baginya.
"Apa nanti aku boleh minta kamar terpisah?" tanya Alena yang mulai agak nyaman dengan Andre karena kata-kata yang Andre lontarkan tidak akan menyentuhnya membuatnya sedikit merasa aman.
"Ya," ketus Andre karena dia kesal bukan dia yang menolak, malah dia yang merasa tertolak.
"Syukurlah." lagi-lagi respon dari Alena membuat Andre geram, rasanya dia ingin memukul kaca mobil di sekitarnya.