Andre memilih untuk membicarakan hal ini sebelumnya, agar kedepannya dia bisa leluasa bertindak tanpa harus mengulang kejadian di pernikahan sebelumnya. Walaupun Alena tidak menunjukkan reaksi kalau dia tertarik dengan Andre tapi Andre tetap bersikeras untuk melakukan perjanjian.
"Jadi kau tidak boleh mengatur diriku bertemu dan melakukan apapun dengan siapapun, karena kau tahu sendiri, Ayahku yang memberi Ayahmu suntikan modal jadi jangan coba mengaturku," ujar Andre yang hanya dibalas dengan anggukan kecil dari Alena
"Apa ada yang membuat dirimu keberatan?" tanya Andre menatap mata Alena lekat-lekat, berharap gadis di depannya akan berontak dan tidak setuju dengan ucapannya, tapi Alena menggelengkan kepalanya membuat Andre heran.
"Lalu apa ada yang kau mau?" Andre berusaha mencari celah Alena yang sikapnya masih abu-abu baginya.
"Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku mau kamar terpisah untuk diriku sendiri dan jika Bapak tidak keberatan, apa taman di belakang boleh menjadi tempatku? aku sangat suka menanam tanaman," jawab Alena yang membuat Andre tampak lebih heran.
"Hanya itu?" tanya Andre lagi memastikan apakah hanya itu keinginan Alena, dan dengan cepat Alena mengangguk pertanda kalau hanya itu yang dia butuhkan. Sekali lagi Andre dibuat menyerah mencari celah gadis itu.
Benar kata ayahnya yang mengatakan kalau Alena adalah gadis yang penurut, lugu, dan pendiam dan benar juga kata ayahnya kalau Alena sangat cantik dan juga pintar. Satu hal yang membuat Andre paling tertarik adalah bentuk tubuh Alena yang sangat memanjakan mata pria yang melihatnya walaupun tertutup pakaian.
Tapi perasaan kesal Andre masih ada karena Alena sama sekarang tidak tertarik dengannya berbeda dengan kebanyakan perempuan yang dia temui. Ayolah ini Andre, pria yang sangat tampan, memiliki bentuk tubuh indah yang cukup menggoda, dan juga dia kaya. Masa tidak membuat Alena tertarik sedikitpun? Andre bersikap terlalu pede sampai dia lupa tidak semua wanita bisa tertarik padanya.
"Bunda ..." panggil Hana dari belakang yang berlari ke arah Alena.
"Bunda datang lagi, Hana senang." Hana duduk di pangkuan Alena dan memeluknya, sedangkan Alena hanya menampilkan senyum khasnya.
"Bunda ... Fadil juga mau dipeluk," teriak Fadil dari arah Hana keluar yang tidak mau kalah.
Andre yang melihat kedua anaknya sangat menyukai Alena juga bingung, bagaimana bisa? padahal mereka hanya bertemu dua kali dengan sekarang. sepertinya kedua anaknya tampak lebih menyukai Alena dibandingkan dengan dirinya.
"Bunda, Hana mau makan masakan Bunda lagi, masakan Bunda enak." Hana mulai merengek minta di masakan.
"Fadil juga mau Bunda," seperti biasa Fadil tidak mau kalah.
Andre hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan anaknya yang sangat akrab dengan orang baru, Alena menatap Andre dengan tatapan seakan ragu-ragu untuk mengatakan sesuatu, sebaliknya Andre hanya menatap Alena dengan datar.
"A-apa aku boleh ke dapur dan memasak lagi?" tanya Alena ragu-ragu.
"Ya, boleh"
"Kau boleh kemana pun ke semua ruangan di rumah ini kecuali kamarku," ujar Andre dengan nada tegas.
"Kalau begitu aku permisi dulu Pak," izin Alena sambil memboyong Hana dan Fadil ikut ke arah dapur.
Andre ingin sekali menyentil bibir Alena karena terus memanggilnya dengan sebutan "Pak", padahal dirinya tidak tampak setua itu, dia jadi merasa sangat bangkotan dengan sebutan itu. Mentang-mentang Alena jauh lebih muda darinya dengan seenaknya memanggil Andre dengan sebutan bapak.
Biarpun begitu, Andre juga harus menjaga sikapnya di depan Alena karena ayahnya akan sangat marah jika dia bersikap tidak baik dan juga salah satu alasannya adalah karena Alena terlalu sopan terhadapnya bahkan dia ingin ke dapur pun izin, dia tidak tega jika harus bersikap kasar dengan gadis yang baru saja beranjak dewasa dan masih sangat polos itu. Sudah cukup Andre menyakitinya dengan dia memiliki kekasih di luar pernikahannya. Tunggu, apakah itu menyakiti Alena?
"Ayah, ayo makan bersama. Bunda masak banyak," teriak Hana dari arah dapur yang membuyarkan lamunan Andre.
"Iya, tunggu." Andre langsung melangkahkan kaki ke arah dapur mendekati putra dan putrinya yang sudah duduk di meja makan dengan hidangan yang banyak cukup menggugah selera.
Andre menarik kursinya dan duduk di hadapan kedua anaknya yang terlihat sangat antusias padahal mereka hanya akan makan bersama, Andre menatap heran ke arah arena yang hanya berdiri di samping tidak ikut duduk bersama di meja makan.
"Kenapa tidak duduk?" tanya Andre heran.
"Apa boleh?" tanya Alena balik dengan wajah lugunya.
"Tentu saja, yang memasak semua makanan ini kan, kau juga harus makan bersama," ujar Andre.
Jujur saja Andre baru pertama kali melihat wanita seperti Alena, dia masih sangat muda, pandai memasak, cantik, patuh dan penurut serta sangat sopan, segala sesuatu yang dia lakukan di rumah ini pasti dia bertanya dulu kepada Andre apakah itu boleh atau tidak.
Andre jadi tidak tega jika suatu saat nanti wanita itu menyukainya dan mengejar-ngejarnya tapi dia tidak mencintainya, apakah akan berujung sama seperti pernikahan sebelumnya?. dia berharap gadis itu tidak pernah mencintainya tapi dia sangat benci karena penolakan dari Alena sebelumnya.
Terlalu rumit perasaan yang Andre rasakan saat ini, dia merasa Alena sombong karena penolakan yang dia lakukan padahal Andre belum saja mulai, tapi dia juga berharap Alena tidak mencintainya karena yang dia yakin sekarang adalah dia mencintai Sintia.
"Aku akan mengantarmu sekarang," ucap Andre.
"Yah ... Ayah, Hana masih mau main sama Bunda," rengek Hana menahan tangan Alena agar tidak pergi.
"Bunda menginap saja di sini," sahut Fadil.
Andre cukup dibuat tidak bisa berkata-kata dengan kelakuan kedua anaknya yang sangat manja kepada Alena, padahal di mata Andre, Alena dan anaknya masih sama-sama seperti anak kecil. Andre menatap Alena sebaliknya juga begitu.
"Hana, Fadil, Bunda harus pulang sekarang, besok Bunda main lagi ke sini," ucap Alena berjongkok menyamakan tingginya dengan mereka berdua.
"Benar ya Bunda?" ujar mereka berdua kompak.
"Iya. Hana sama Fadil jangan nakal ya, ini sudah malam sekarang Hana sama Fadil tidur ya," ucap Alena selembut mungkin membuat Andre juga agak tersentuh dengan kelembutan gadis di hadapannya.
"Iya Bunda," jawab mereka lagi dengan kompak.
Tanpa membantah sekalipun mereka langsung menuju kamar masing-masing, Hana dan Fadil dibuat begitu menurut dengan perkataan dari Alena.
"Apa yang kau buat sampai mereka menjadi sangat penurut?" tanya Andre menatap Alena curiga.
"Aku tidak melakukan apapun Pak," jawab Alena karena dia juga tidak tahu kenapa mereka sangat menurut kepadanya
"Apa kau bisa berhenti memanggilku dengan sebutan Pak? itu sangat menjengkelkan, aku tidak setua itu!" omel Andre.
"O-Om?" Alena ragu-ragu menatap mata Andre.
Andre pun dibuat kesal lagi dengan panggilan yang lebih parah, Andre mendengus kesal dan menghalalkan napas berat menatap Alena tidak suka.
"Bapak saja!" bentaknya kesal membuat Alena terlonjak kaget.