Pesta pernikahan digelar dengan sangat mewah dan meriah. acara itu didatangi orang-orang penting, mengundang banyak kenalan dan beberapa klien tuan Adit.
Andre mengundang semua teman dan rekan bisnisnya, tak terkecuali kedua anaknya juga ikut memeriahkan acara itu. Sedangkan dari pihak Alena hanya mengundang sedikit orang karena dia tidak punya banyak teman dan hanya kerabatnya.
"Tersenyumlah," bisik Andre pada Alena yang di sampingnya.
Alena langsung tersenyum kaku mendengar perintah Andre, sedangkan Andre mendengus kesal karena Alena di nilai tidak bisa sedikitpun pura-pura.
"Semua orang akan bilang kalau kau dipaksa jika tersenyum seperti itu," bisik Andre lagi.
"Aku kan sudah tersenyum Pak," bisik Alena dengan polosnya membuat Andre mendengus lagi
"Jangan panggil aku Pak! Mereka akan tahu kita menikah tidak karena cinta." Andre mulai dibuat panik dengan kelakuan Alena, saking polosnya membuat Andre sedikit geram.
"Lalu apa?" tanya Alena yang masih menampilkan wajah polosnya.
"Mas!" jawab Andre cepat dengan penuh penekanan karena dia tidak mau ada yang mendengar Alena memanggil dirinya dengan sebutan pak.
Sebenarnya Andre tidak lagi kesal dengan sebutan pak yang diberikan Alena untuknya, tapi Alena seperti tidak mengerti situasi sekarang kalau sedang banyak orang di sini, dan apa kata orang jika mendengar Alena memanggilnya dengan sebutan Pak? belum lagi jika orang-orang tahu berapa umur wanita yang Andre nikahi sekarang pasti dia akan dipanggil ped*fil.
Walaupun ini pernikahan kedua yang Andre jalani tapi dia juga sama tegangnya seperti Alena, banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka membuat Andre berkali-kali mengontrol napas saking gugupnya, sedangkan Alena terus menyunggingkan senyum yang walaupun palsu juga sangat manis membuat semua yang melihatnya tidak akan percaya kalau itu senyum palsu.
Mereka mengucapkan janji pernikahan bergantian dan disaksikan dengan banyak orang di sana, keadaan menjadi riuh setelah mereka mengucapkan janji pernikahan. Bagaimana tidak? Mereka tampak seperti pasangan yang sangat serasi yang satu cantik dan yang satu juga tampan. Semua orang yang ada di situ bersorak beramai-ramai meneriaki kata yang cukup membuat Alena dan Andre malu
"Cium ...! cium ...! cium!" Begitu teriakan para penonton yang tidak sabar melihat adegan romantis pengantin baru.
"Kita harus melakukan itu," bisik Andre pada Alena yang ada di hadapannya.
"Tapi Pak, aku takut," bisik Alena yang hampir tidak bersuara.
"Sudahku bilang panggil aku Mas! kenapa juga kau harus takut?" Andre dibuat kesal dan bingung secara bersamaan.
"Aku ... belum pernah," jawaban dari Alena cukup membuat Andre kaget, bagaimana mungkin wanita secantik Alena tidak ada yang mau mencium bibirnya.
"Ini tidak akan lama." Tanpa menunggu persetujuan dari Alena, bibir Andre sudah menyapa bibir Alena. Seperti tersengat aliran listrik yang membuat efek kejut, Alena refleks berniat menjauhkan wajahnya tapi Andre dengan sigap menahan tengkuk Alena sehingga dia tidak bisa bergerak sama sekali. Sedangkan Andre cukup dibuat kecanduan, bibir yang memiliki Alena terasa sangat manis baginya.
Bibir yang awalnya hanya saling menyentuh, kini Andre memberi lumatan kecil dan semakin lama semakin ganas, Andre benar-benar terhanyut oleh manisnya bibir Alena, padahal dia sendiri yang bilang ciuman itu tidak akan lama tapi malas ciuman itu berlangsung cukup lama membuat tamu undangan semakin bersorak.
Andre terus menggigiti bibir Alena sampai membuatnya kesakitan dan akhirnya membuka mulut, membiarkan lidah Andre berpetualang di sana. Tanpa mereka sadari salah satu tamu undangan di sana menggeram kesal dan mengepalkan tangannya melihat mereka berdua.
Alena memukuli d*da bidang milik Andre pertanda kalau dia sudah kehabisan napas yang cukup kewalahan meladeni permainan yang diberikan. Andre langsung melepas pagutan dan mereka, menatap Alena sudah tampak berantakan dengan lipstik yang belepotan. segera dia merapikan bekas lipstik yang berantakan di bibir Alena dan juga bibirnya.
Jujur saja sekarang Andre merasa gengsi karena dia seperti memakan omongannya sendiri, dia begitu kecanduan dengan bibir Alena sampai tidak sadar sudah menciumnya separah ini. Mata Andre menatap sekeliling tamu undangan yang tampak puas dengan ciuman itu, tapi ada satu orang yang dia kenal tampak kesal berdiri jauh darinya.
Seketika tubuh Andre langsung membeku melihat orang itu, rasa panik, malu, takut bercampur satu. Segera Andre mengalihkan pandangannya dari orang itu dan menatap ke arah lain, orang yang ditatap langsung pergi dari sana dengan wajah merenggut dan tangan mengepal.
'Kenapa dia datang kesini?' batin Andre.
Ditatapnya Alena dengan wajah datar, Alena memegangi bibirnya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kenapa?" tanya Andre datar, karena masih gengsi dengan kelakuannya sendiri.
"Sakit, sepertinya bibirku bengkak," jawab Alena merintih kesakitan.
Jawaban dari Alena membuat Andre semakin malu, ingin rasanya dia menghilang sekarang. Andre sadar kalau dia sangat munafik, bersikap tidak tertarik padahal fisik Alena sangat mendukung, tapi seperti yang dibilang tadi gengsi Andre sangat tinggi.
Tidak ingin berlarut-larut memikirkan Alena, Andre segera membuang pikirannya itu dan menggantikannya dengan pikiran lain. Bagaimana dia harus menjelaskan kepada orang yang baru saja keluar dari gedung ini?
Seperti yang Andre lihat tadi orang itu sangat kecewa, dia harus memikirkan alasan apa yang akan dia berikan dan menjelaskan kepadanya, mungkin akan sulit.
"Awas kalau kau tidak bisa berlaku dengan baik ke menantu Papa," ucapkan Adit mengagetkan Andre, entah kapan Tuan Adit sudah ada di sampingnya dan membuyarkan lamunan Andre.
"Sepertinya Papa lebih menyayangi menantu Papa dari pada anak sendiri," ujar Andre tidak suka.
"Tentu saja, menantuku itu cantik, pintar, penurut, dan patuh, tidak sepertimu anak bodoh," ucap tuan Adit tanpa beban.
Jika saja Adit bukan ayahnya mungkin Andre sudah meninju wajah pak tua itu sekarang.
"Nak, jika dia jahat bilang ke Papa ya," kini tuan Adit berbicara dengan Alena dan hanya di balas dengan anggukan serta senyum manis dari Alena.
Setelah acara itu selesai mereka berdua bersiap-siap untuk segera ke hotel yang sudah dipesankan oleh tuan Adit. bahkan dalam hal ini pun ayahnya ikut mencampuri urusan Andre.
"Ingat! Aku tidak akan menyentuhmu di hotel nanti, jadi tidak usah kecewa," ujar Andre sambil menyetir.
"Syukurlah." Lagi-lagi respon dari Alena membuat Andre kesal, seakan dia tidak mengharapkan malam pertamanya.
"Apa tadi itu ciuman pertamamu?" Entah kenapa Andre menanyakan itu, pertanyaan itu tiba-tiba saja terlintas di pikirannya, dan Alena pun hanya mengangguk kecil.
"Pantas saja cara berciumanmu sangat jelek," hardik Andre.
"Maaf Mas." Ucapan yang keluar dari mulut Alena membuat tubuh Andre meremang, ada perasaan aneh ketika Alena memanggil Andre dengan sebutan Mas.
'Padahal aku yang menyuruhnya memanggilku begitu, tapi kenapa aku sendiri yang merasa aneh?' batin Andre.