Pembicaraan saat itu berhasil membuat kedua mata Jena melotot berkali-kali. Entah sudah berapa banyak tatapannya jadi nanar, pikirannya bekerja menerka banyak hal. Beberapa menit setelah Dante berhenti berbicara, satu pertanyaan keluar dari bibir Jena, “Ka-kapan?” Suaranya terdengar serak, mungkin karena tenggorokan terasa kering setelah menahan emosinya. “Dua hari lalu.” Mata Jena melotot lagi, terarah pada Dante yang masih duduk di tempatnya. “Dan kamu baru mengatakan ini padaku sekarang?” sergahnya kemudian. Kilat emosi kembali menyala di matanya, napasnya ikut naik turun lagi. Kesal yang membaur dengan amarah tergambar jelas di wajahnya. Namun percayalah, dari semua itu, justru rasa malu dan takut lah yang membuat wajahnya meradang. Sebenarnya, sejauh mana Dante mendengar dan