Peringatan Terakhir

864 Kata

Kelopak mata Reiner terasa berat, kepalanya berdenyut hebat seperti dihantam palu. Ia mengerjapkan mata perlahan, berusaha melawan gelap yang membelenggunya. Tiba-tiba, ia merasa ada tetesan dingin di wajahnya—air. Satu tetes… dua tetes… dan ketika matanya terbuka penuh, pandangannya kabur sejenak sebelum akhirnya fokus. Reiner terperanjat. Di depannya, berdiri sosok yang sangat ia kenal—Taqi dan Ulfia. Orang tuanya. “Pa… Ma…?” suara Reiner parau, tercekat. Ia mencoba bangkit dari sofa empuk, tapi tubuhnya masih lemah. Ruangan itu begitu familiar—ruang tamu rumah orang tuanya sendiri, dengan aroma khas kayu jati dan bunga melati yang biasa diletakkan Ulfia di meja kecil. Namun kali ini, suasana jauh berbeda. Sunyi. Dingin. Tegang. Tatapan Taqi tajam, menusuk seperti belati. Ada kecewa

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN