Keesokan paginya, suasana rumah masih lengang. Melinda masih tertidur lelap di kamarnya, sementara Andhika sudah berangkat ke kantor lebih awal. Anne duduk di ruang makan dengan secangkir teh hangat yang sudah hampir dingin. Matanya menatap kosong ke arah jendela, pikirannya penuh dengan bayangan wajah Zico —sopan, penuh wibawa, tapi ada sisi misterius yang membuatnya tidak bisa tenang. Dengan hati-hati, Anne meraih ponselnya. Ia membuka kontak, memilih satu nama: Raka, sahabat lama sekaligus orang yang sering membantunya dan Andhika mencari informasi tentang dunia bisnis. Ia tahu, kalau ada orang yang bisa menggali latar belakang seseorang, Raka adalah salah satunya. Telepon berdering sebentar sebelum terdengar suara berat di seberang. “Anne? Lama sekali kamu tidak menghubungi aku. Ada

