Edgara langsung mematung. Suara itu jelas bukan suara lembut Carisa. Perlahan, Edgara menoleh, dan di ambang pintu dia melihat seorang pria berdiri dengan postur tegap, mengenakan kemeja kasual berwarna biru tua dan celana bahan hitam. Rambutnya agak acak-acakan seperti biasa, senyumnya miring, dan mata jenakanya menatap ke arah Edgara yang masih sibuk mengencangkan ikat pinggangnya. “Septian?” desis Edgara, wajahnya langsung tampak tegang. Septian, sahabat Edgara sejak kuliah yang kini juga mengajar di kampus yang sama. Pria itu menyilangkan tangan di d**a dan tersenyum miring. Senyum khas yang selalu muncul saat dia sedang menggoda atau menyimpan sesuatu. Kedekatan mereka bukan hubungan biasa. Mereka tumbuh bersama dari zaman idealisme mahasiswa, melewati fase-fase sibuk skripsi, de