Edgara menoleh ke arah pintu dan menelan ludah saat menyadari siapa saja yang berdiri di sana. Wajah-wajah itu bukan sembarang tamu. Mereka adalah teman-teman dosennya. Ada Septian, kemudian di sampingnya berdiri Winaya, lalu dua dosen lain dari fakultas yang sama, dan yang paling membuat jantung Edgara serasa berhenti adalah kehadiran Pak Rektor dan wakilnya juga. Dengan panik, Edgara menunduk dan menggoyangkan bahu Carisa yang masih terlelap memeluknya. "Carisa, bangun … Sayang, bangun dulu, cepat!" Carisa menggeliat, matanya belum terbuka. Tapi justru mulutnya yang lebih dulu bicara dengan suara malas dan serak. “Mau minta jatah, ya? Kan belum boleh sama dokter. Sabar dulu ya, Pak!” Edgara tersedak napasnya sendiri. “Bukan, itu ....” Dia melirik ke arah pintu, para tamu masih terpak