Lorong rumah sakit terasa begitu dingin malam itu. Bukan karena AC yang menyala kencang, tapi karena waktu seakan berhenti bergerak bagi seorang Carisa. Wanita itu masih terduduk lemas di bangku tunggu yang ada di depan ruang operasi, sesekali, bahunya terguncang pelan oleh isak yang tak bisa dia bendung lagi. Di sampingnya, ada Asih yang duduk dengan wajah tegang, masih dengan mulut komat-kamit. Sementara Bisma sedang berdiri tak jauh dari mereka, pria tua itu mondar-mandir gelisah, seperti ingin memindahkan kegundahan lewat langkah-langkahnya yang tak pernah tenang. Dalam diam, Carisa menatap ke arah lampu bertuliskan “OPERASI SEDANG BERLANGSUNG” yang menyala merah. Pandangannya kabur oleh air mata. Lalu, tanpa bisa dicegah, kenangan-kenangan indah bersama Edgara mulai berkelebat di