Seperti biasa, pagi setelah sarapan, Ariana hendak menuju rumah sakit melakukan magang.
Namun, saat akan masuk ke dalam mobil, sahabat dan kekasihnya, Max hadir di pelataran.
"Ari!" Barbara langsung merangkul lengan Ariana, merajuk bersandiwara meminta maaf, sementara Ariana hanya diam.
"Aku benar-benar minta maaf meng-ghosting mu di bar waktu itu. Tapi, sumpah aku kembali dan kau tak ada."
Ariana yang muak perlahan melepaskan gelayutan tangan Barbara.
"Kau masih marah padaku?" tanya Barbabara memasang raut murung.
"Ari, kau kenapa belakangan ini? Kau seolah mengabaikan aku dan ... Barbara? Bukankah kalian berteman baik dan kau tunanganku?" imbuh Max.
Ariana hanya menatap dengan sorot kesal yang ditahan. Andai saja ia mendapat jawaban dari sang ayah semalan tentang situasi penelitian dan memungkinkan untuk memutuskan pertunangan, Ariana mungkin sudah mengeskpos perselingkuhan mereka pada Luis.
Meski begitu, Ariana tetap harus berhati-hati jika ingin mengungkap perselingkuhan keduanya yang tanpa bukti. Ariana pun memutuskan bermain cantik untuk sementara waktu agar mendapat celah dan bukti.
"Aku sibuk, Bar. Kau tau aku ingin menjadi seorang psikiater. Ternyata tak semudah yang kubayangkan. Kau, si enak, setelah lulus sudah bekerja di kantor ayahmu," kilah Ariana bersandiwara.
"Dan kau juga, Max ..." Ariana terjeda sesaat, ide untuk membuat cemburu Barbara terlintas dipikirannya. Ia berniat bermesraan di depan Barbara dan melihat ekspresi kusutnya.
"Uhm, Baby. Bagaimana kalau malam ini, aku ke tempatmu jika ... jadwalku selesai lebih awal." Ariana mengalungkan kedua tangan ke leher Max sembari berbicara dalam jarak yang sangat dekat, hampir menyentuh bibir Max. Di sisi lain, aksi ini juga sengaja Ariana lakukan agar Max tidak kerap mendatangi rumahnya untuk sementara waktu.
Ugh, menyebalkan. Aku cemburu, aku tidak ingin mereka bersama. Awas saja kau Ari, akan kupastikan Max memilihku.
Benar saja, semburat masam mencuat dari wajah Barbara sementara Ariana tersenyum penuh kemenangan walau jijik rasanya menyentuh Max lagi.
***
Untuk sekadar menghibur diri, Ariana menceritakan kejadian bertemu duo pengkhianat tadi pagi pada Zeyana sebelum memulai megang.
"Woah, kau benar-benar cerdas dan bermain cantik, Ari. Jika aku di posisimu, aku sudah berubah jadi cegil dan tantrum sejak awal."
"Tidak, Zee. Masalahku tidak sesederhana itu. Jadi, tantrum tidak akan menyelesaikan masalah. Tapi, aku pun buka tipe yang akan tinggal diam. Max sendiri yang harus mundur dari pertunangan ini, jika nama baik keluarga masing-masing tetap terjaga," tegas Ariana sembari menatap penuh tekad ke arah depan. "Kurasa cukup tentangku. Bagaimana, kehidupanmu sendiri? Seingatku kau belum bercerita apapun?" tanya Ariana mengalihkan topik.
"Well. Kehidupanku biasa saja karena aku hanya ... anak adopsi," jawab Zeyana seraya tersenyum tanpa beban.
Sementara, Ariana seketika merasa bersalah karena sudah bertanya. "Maaf, Zee."
"Hey, tak perlu minta maaf. Aku tidak butuh dikasihani, Ari. Kedua orang tua angkatku cukup baik menerimaku," balas Zeyana cepat-cepat, tak ingin terbawa perasaan.
"Hey, aku jadi ingat sepupuku bernama Megan. Dia juga diadopsi, tapi tanteku sudah menganggapnya sebagai anak kandung. Bahkan adikku, Aiden menyukainya sedari kecil sampai sekarang," timpal Ariana berusaha menghibur mood Zeyana yang ia rasa sedikit berubah imbas membahas anak adopsi.
"Benarkah? Aku tidak tau kau punya adik. Lalu jika mereka menikah, maka sepupumu akan berubah menjadi ipar. Hahaha," kelakar Zeyana.
"Itu tidak akan pernah terjadi karena cinta adikku bertepuk sebelah tangan. Megan tidak menyukai Aiden dalam romansa. Tapi, adikku masih saja berusaha."
"Woah, drama keluargamu seru seperti film drakor," puji Zeyana antusias.
"Ergh, ini cukup mengesalkan tau. Apalagi saat Aiden meminta pendapatku tentang semua hal menyangkut Megan."
"Memangnya dimana adikmu sekarang? Aku rela memberinya konsultasi jika kau lelah karena dia adikmu," tutur Zeyana.
"Hahaha, terima kasih, Zee. Aiden sedang kuliah di luar negeri, dia mengambil jurusan kedokteran. Tahun ini kelulusannya dan akan meneruskan spesialis di tanah air.".
Zeyana tak hentinya kagum dengan latar keluarga Ariana. Dilihat dari sisi psikolog, Ariana adalah teman yang menyenangkan di tengah kehidupan datar menjadi anak adopsi sebuah kekuarga.
Begitupun dengan Ariana. Baginya, Zeyana adalah teman baru yang berperangai apa adanya dan juga berani. Momen pertemuan dengan Zeyana juga sekaligus menjadi pelipur lara—pengganti sahabat yang berkhianat yakni Barbara.
Setelah puas bercerita, tiba saatnya mereka melakujan praktek langsung bawah pengawasan Haniel.
Mengesampingkan urusan pribadi, Haniel dan Ariana setuju untuk bersikap profesional, meski percikan hasrat liar sedikit bangkit karena beberapa kali Haniel bersikap hampir menekan batas Ariana.
Contohnya, saat melakukan penyampaian pendapat setelah untuk pertama kalinya Ariana meng-handle konsultasi dengan pasien depresi ringan.
Haniel meminta Ariana mendatangi ruangannya dan mengatakan bahwa Ariana masih kaku dalam memberi saran pada pasien.
"Aku minta maaf karena ini pertama kalinya aku meng-handle pasien secara langsung," aku Ariana yang sedikit kesal Haniel bersikap angkuh saat profesional.
Haniel lantas beranjak dari kursi tunggalnya, dan lalu mendekat ke arah Ariana. Posisinya kini sudah berada di belakang Ariana.
"Kalau begitu, aku tau caranya melepaskan sikap kakumu, Nona Ashford." Nafas lembut Haniel melewati belakang telinga Ariana seolah sengaja menggodanya. Ariana juga dapat merasakan tubuh Haniel terasa seperti menempel tak berjarak.
Sementara itu, reaksi panas mulai dirasakan tubuh Ariana. Harus ia akui, sentuhan Haniel sudah membuatnya tercandu sejak awal melakukan one
Night stand, bahkan hingga saat ini.
Namun, tak lama. Akal sehat yang masih tersisa menyadarkan Ariana yang hampir terbuai jauh. Sang gadis pun maju selangkah dan membalikkan badan, memasang raut tak gentar.
"Seingatku kau sudah ketauan memiliki pasangan sah, Dokter. Apa kau tidak malu masih meneruskan semua ini?" sindir halus Ariana.
Haniel pun terlihat menghela napas sesaat. "Aku tau, aku terlihat seperti b******n. Aku minta maaf untuk sikapku, Ari."
"Bagus jika kau menyadarinya," balas Ariana memutar bola mata dengan malas.
"Tapi, aku tidak akan meminta maaf momen yang telah terjadi antara kita."
Ariana menatap sengit kala Haniel mengeluarkan kalimat yang belum tuntas barusan. "Apa maksudmu?"
"Aku tidak menyesal dan malah sebaliknya. Pertemuan denganmu begitu mengagumkan begitupun dengan momen kita."
"Jadi kau menikmati berselingkuh dan kebetulan aku adalah korban yang bodoh begitu?" Ariana semakin naik pitam.
"Bukan itu maksudku, Ari."
"Lalu, apa?! Sumpah, Dok. Aku merasa kotor dan mungkin tak sanggup lagi untuk sekedar mendengar kelanjutan pembelaanmu," tandas Ariana.
Merasa tak tahan, sang gadis pun memutuskan berlalu keluar dari ruangan Haniel.
"Aku memang berstatus menikah. Tapi, pernikahan terbuka."
DEG!
Langkah Ariana spontan terhenti, kala pernyataan barusan menguar dari mulut Haniel.
Ariana lantas membalikkan tubuhnya dan mengulang kalimat Haniel. "Open marriage?"
Sang dokter lantas menganggukan kepala pelan seolah berat menyampaikan.
Di sisi lain.
Saat hendak membeli minuman di vending mesin rumah sakit, panggilan dari seseorang tiba-tiba menginterupsi Zeyana. Saat dilihat, nyatanya sang mama yang menelepon.
"Hey, Mom," sapa Zeyana.
"Hey, Zee. Maaf mama mau merepotkanmu. Apa kau bisa belikakan beberapa menu masakan sebelum pulang? Kakakmu akan pulang ke rumah hari ini. Sedangkan aku masih ada praktek."
"Baik, Mom. Tidak masalah. Aku paling sambil hang out dengan teman baruku sesama pemagang."
"Ah, syukurlah jika kau sudah menemukan teman yang klik. Oh ya siapa nama temanmu?"
"Ariana."
"Ari ... ana?" Entah mengapa sang mama seakan terdengar terkejut mendengar nama Ariana. Bahkan ada jeda dan cukup membuat Zeyana khawatir.
"Mom, are you ok?"
"Uhm, ya. Siapa nama belakang temanmu, Zee?"
"Ariana Ashford?"
"Maksudmu putri Dokter Luis Ashford?"
"Ya, kalau tidak salah si begitu."
"Uhm, bisakah kau sekalian undang Ariana? Uhm, mama hanya ingin berkenalan dengan teman barumu di kota ini."
Meski sebenarnya terdengar aneh mamanya ingin bertemu Ariana, akan tetapi Zeyana memilih berpikiran positif.
"Baiklah, nanti akan kuundang Ariana ke rumah. Kalau gitu, sudah dulu, ya."
Zeyana pun menutup panggilan. Tak lama setelahnya, sebaris pesan muncul di layar ponselnya.
Dari Mom Kestrel :
Zee, pastikan temanmu Ariana datang ke makan malam di rumah kita, hmm? Aku ingin berterima kasih langsung karena sudah mau berteman denganmu.
Tak lagsung membalas, Zeyana hanya terpaku pada pesan dari mama angkatnya yang bernama Kestrel. Merasa sikapnya sedikit aneh kala menyinggung nama Ariana.