Mencari Jejak Siera.

1060 Kata
Suara derap langkah kaki yang berat dan tergesa-gesa menggema di seluruh penjuru hotel mewah itu. Para pengawal Jayden, pria-pria berbadan tegap dan berwajah dingin, telah menyebar ke seluruh area, mencari setiap sudut dan celah yang memungkinkan Siera bersembunyi. Suasana tegang menyelimuti hotel, menciptakan atmosfer mencekam yang terasa hingga ke kamar-kamar tamu. Jayden, dengan kekuasaannya, telah mengubah hotel ini menjadi medan perburuan. Padahal, Jayden Morgan Takizaki, pria yang terkenal dengan kekayaannya yang melimpah ruah, memiliki segalanya. Ia memiliki mata berwarna hazel yang mempesona, hidung mancung yang sempurna, dan wajah yang seolah dipahat oleh dewa dengan sangat hati-hati. Ketampanannya yang luar biasa membuat banyak wanita mengimpikannya sebagai calon suami idaman. Namun, Siera, wanita yang telah mendapatkan semua itu, terlihat seperti wanita yang tidak bersyukur. Meskipun perbedaan usia mereka hanya lima tahun, Jayden tampak jauh lebih muda dari usianya. Ia terlihat seperti pria berusia dua puluhan, penuh energi dan karisma. Ketampanan dan kekayaannya seharusnya membuat Siera merasa beruntung, namun ia justru memilih untuk melarikan diri. “Kita harus menyisir setiap jalan, setiap inci, setiap sudut hotel ini, atau mungkin tempat-tempat lain yang mencurigakan! Kita tidak boleh kehilangan jejaknya!” teriak asisten Jayden, suaranya lantang dan penuh tekanan, menunjukkan betapa seriusnya situasi ini. Ia memimpin para pengawal dengan penuh semangat, mencoba untuk tetap tenang di tengah tekanan yang begitu besar. Mereka harus menemukan Siera sebelum semuanya menjadi lebih buruk. Kehilangan calon istri Jayden bukanlah hal yang sepele. Detik-detik pencarian berlangsung menegangkan. Para pengawal berpencar, langkah kaki mereka—entah sengaja atau tidak—menciptakan irama yang menegangkan di lorong-lorong hotel yang sunyi. Beberapa tim memeriksa setiap kamar, memeriksa dengan teliti setiap sudut dan celah. “Lantai 3 sudah bersih, Pak!” lapor seorang pengawal melalui radio komunikasi. “Tidak ada tanda-tanda keberadaan Nona Siera.” Suara lain menyusul, “Lantai 4 juga negatif, Pak!” Seorang lagi menambahkan, “Lantai 5 juga kosong, Pak. Hanya ada tamu biasa.” “Oh, astaga!” Ario, asisten Jayden, menepuk kepalanya berulang-ulang kali. Ia benar-benar frustasi mendengar tiap kalimat yang telah dilaporkan dengan hasil yang begitu nihil. “Kalian cepat cari disudut yang lain! Jangan sampai kehilangan jejak-pun. Tuan Jayden bilang, Nona Siera kemungkinan besar masih berada di sekitar sini.” “Baik!” ujar salah satu dari mereka mewakili. Di lain tempat, tim lain menyisir area publik, dari restoran mewah yang hampir kosong—hanya beberapa staf yang terlihat membersihkan meja—hingga kolam renang yang tenang. “Periksa rekaman CCTV di sekitar kolam renang!” perintah asisten Jayden melalui radio. “Ada kemungkinan dia pernah lewat sini.” Suara-suara radio bercampur, laporan demi laporan masuk, sebagian besar nihil. “Lobby sudah dicek, Pak!” “Area spa juga sudah, Pak!” “Rooftop juga bersih!” Laporan demi laporan membuat suasana semakin tegang. Teknologi canggih dikerahkan untuk membantu pencarian, dari drone yang terbang di atas hotel—menciptakan bayangan yang menari-nari di langit-langit—hingga perangkat pendeteksi yang mampu melacak keberadaan seseorang, namun hasilnya masih belum memuaskan. Seorang anggota tim menggunakan perangkat pendeteksi sinyal ponsel, berharap bisa menemukan jejak Siera melalui ponselnya. “Tidak ada sinyal yang terdeteksi di sekitar sini, Pak,” lapornya. Di tengah hiruk-pikuk pencarian, asisten Jayden, dengan keringat bercucuran membasahi kemeja putihnya, terus memberikan arahan dan koordinasi. “Tim Bravo, cek lantai dasar! Tim Alpha, fokus di area parkir! Kita perlu mempersempit area pencarian!” Ia berkomunikasi melalui radio, memberikan update terbaru dan mengarahkan tim ke lokasi yang dicurigai berdasarkan analisis rekaman CCTV. “Ada yang melihat tasnya?” tanya salah seorang dari penjaganya, suaranya terdengar sedikit putus asa. “Tasnya berwarna merah muda, mungkin bisa jadi petunjuk.” Ia melirik ke arah layar monitor yang menampilkan peta hotel yang ditandai dengan titik-titik merah yang menunjukkan lokasi tim pencarian. Waktu terus berlalu, dan Ario merasa semakin putus asa. Mereka harus menemukan Siera sebelum semuanya menjadi lebih buruk. Ario mengusap wajahnya kasar, keringat dingin membasahi pelipisnya. Ia merasa kepalanya mau pecah. Laporan demi laporan nihil terus berdatangan, membuat frustrasinya memuncak. Ia menatap layar monitor yang menampilkan peta hotel, titik-titik merah yang mewakili tim pencari tampak seperti semut-semut kecil yang tak berdaya di lautan luas. “Sialan!” gumamnya, suaranya hampir tak terdengar. Ia mengacak rambutnya yang mulai berantakan, mencoba untuk berpikir jernih. “Kita perlu strategi baru,” gumamnya lagi, berusaha untuk tetap tenang meskipun jantungnya berdebar kencang. Ia menghela napas panjang, mencoba untuk menenangkan diri. Ia melirik ke arah jam tangannya, waktu terus berlalu, dan Siera masih belum ditemukan. Tekanan yang begitu besar membuatnya merasa hampir pingsan. “Cek semua rekaman CCTV lagi!” perintahnya melalui radio, suaranya sedikit meninggi. “Kali ini, fokus pada detail-detail kecil! Lihat ekspresi wajah setiap orang yang lewat, perhatikan setiap gerakan mencurigakan! Jangan sampai ada yang terlewatkan!” Ario merasa harus memeriksa semuanya lagi, dari awal sampai akhir. Mungkin ada sesuatu yang terlewatkan, sesuatu yang sekilas terlihat biasa namun sebenarnya merupakan petunjuk penting. Ia menggosok matanya dengan lelah, mencoba untuk menghilangkan rasa kantuk yang mulai menyerangnya. Ario tahu ia harus tetap fokus, ia harus menemukan Siera. Ia bertanggung jawab atas keselamatan Siera, dan ia tidak boleh gagal. Tekanan yang begitu besar membuatnya merasa seperti berada di ujung tanduk. Ia harus menemukan cara untuk menemukan Siera, sebelum semuanya terlambat. Ia kembali menatap peta hotel di layar monitor, mencoba untuk menemukan pola atau petunjuk yang mungkin terlewatkan. Ia menghela nafas panjang. “Kita bagi tim lagi!” teriaknya melalui radio. “Tim A fokus ke basement dan area parkir, Tim B ke area rooftop dan area servis, Tim C cek semua jalur evakuasi dan pintu darurat. Saya butuh laporan setiap lima menit!” Ia harus mempersempit area pencarian, dan ia harus melakukannya sekarang juga. “Kita tidak punya banyak waktu. Jadi, secepatnya untuk mencari keberadaan Nona Siera. Jangan menunda-nunda lagi, karena waktu bergerak cepat dan acara pernikahan Tuan Jayden mungkin akan segera dimulai.” “Siap!” Sahutan satu per satu dari anak buahnya terdengar keras, mengisi ke bimbang Ario. Tugasnya cukup berat, namun lebih berat lagi jika Tuan Jayden tak dapat menemukan calon istrinya. Pria itu pasti akan malu jika itu semua terjadi. Maka ia harus mencarinya dengan segera. Ario mendengus. Ia tak akan tinggal diam dan memilih untuk turun dari tempat memantaunya. Namun, sebelum itu terjadi. Teleponnya langsung berdering cukup kencang hingga membuyarkan langkahnya mencari. Nama Jayden tertera di layar ponselnya hingga membuat detak jantung bersahutan kembali. “Bagaimana, Ario? Apakah kamu sudah menemukannya?!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN