Mengulur Waktu.

1061 Kata
Ario memejamkan mata sejenak, mencoba untuk menenangkan diri sebelum menghadapi Jayden. Ia tahu, Jayden bisa sangat menakutkan ketika marah, namun di balik amarahnya, tersimpan kebaikan hati yang kadang tak terlihat. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk meredakan debaran jantungnya yang masih berdebar kencang akibat tekanan yang begitu besar. Pencarian Siera belum membuahkan hasil, dan ia harus siap menghadapi kemarahan Jayden. “Tuan, maafkan saya. Kami masih belum bisa menemukan Nona Siera. Namun, pencarian masih terus dilakukan hingga ke beberapa wilayah yang mencakup area terdekat hotel. Barangkali, Nona Siera berada di sana,” jelas Ario dengan suara yang tegas nan lugas, mencoba untuk menyampaikan laporan dengan sebaik mungkin. Ia berusaha untuk tetap tenang dan profesional, meskipun di dalam hatinya, ia merasa cemas dan khawatir. “Bagus, Ario! Tapi, bisakah kamu datang saja ke sini? Biarkan anak buahmu yang mengurus pencarian. Saya tak ingin membuat para tamu menunggu lebih lama lagi. Jadi, berikan mereka hiburan untuk mengulur waktu. Buat mereka nyaman dan terhibur, sampai kita menemukan Siera,” kata Jayden, suaranya terdengar lebih tenang dan santai dibandingkan sebelumnya. Meskipun masih ada sedikit kekesalan dalam nada bicaranya, tetapi sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Ario merasakan sedikit kelegaan. Mungkinkah Jayden memiliki rencana lain? Ario menghela napas lega. Tuan Jayden memang tak semarah tadi. Bahkan, suaranya terdengar lebih lega dan santai dibandingkan sebelumnya. Perubahan nada suara Jayden memberikan secercah harapan. Mungkinkah, ia memiliki rencana lain untuk menemukan Siera? Atau mungkin ia hanya ingin menenangkan diri sejenak sebelum kembali melanjutkan pencarian? Entahlah, Ario tak ingin memikirkan itu terlalu jauh. Yang pasti, ia harus buru-buru datang ke hotel agar semuanya berjalan dengan lancar tanpa membuat para tamu curiga. Ia harus memastikan agar para tamu tetap nyaman dan terhibur, tanpa menyadari situasi yang sebenarnya sedang terjadi. “Baiklah, Tuan! Saya akan segera ke sana,” ujar Ario dengan tegas, mencoba untuk menyembunyikan kekhawatirannya. Ia mengakhiri panggilan dengan cepat, kemudian segera bergegas menuju hotel. Jayden tak mengucapkan sepatah kata pun dan langsung mematikan panggilan sepihak. Ario mendegus sebal. Sikap Jayden memang tak pernah berubah. Namun, mengapa ketika memiliki seorang wanita, Jayden tak memperhatikan sikapnya lebih dulu? Ario menggelengkan kepala, ia tak mengerti cara berpikir Jayden. Ia hanya bisa berharap agar semuanya berjalan lancar dan Siera segera ditemukan. Ario bergegas menuju hotel, langkah kakinya terasa lebih ringan setelah mendengar instruksi Jayden yang—meski terkesan dingin—tetapi sedikit meredakan beban di pundaknya. Ia mencoba berpikir positif; Jayden mungkin punya rencana lain, rencana yang lebih efektif untuk menemukan Siera. Namun, di sisi lain, ia juga merasa sedikit khawatir. Mengalihkan perhatian para tamu hotel bukanlah hal yang mudah, apalagi dalam situasi yang menegangkan seperti ini. Ia harus memikirkan cara yang tepat dan efektif, sesuatu yang benar-benar mampu mencuri perhatian dan menciptakan suasana hidup. Sesampainya di hotel, Ario langsung menuju lobi. Suasana tegang masih terasa, meski para pengawal telah berupaya untuk tetap bersikap tenang dan profesional. Ia melihat beberapa tamu yang tampak gelisah, dan beberapa lainnya yang terlihat penasaran dengan situasi yang tidak biasa ini. Ario menyadari bahwa ia harus bertindak cepat dan kreatif. Ia memanggil beberapa staf hotel dan memberikan instruksi singkat. “Kita perlu hiburan yang mampu mencuri perhatian dan menciptakan suasana hidup. Siapkan live music! Bukan musik akustik biasa, tapi sesuatu yang lebih energik dan meriah, mungkin band jazz atau bahkan DJ. Selain itu, siapkan juga beberapa permainan interaktif yang mudah diikuti, seperti kuis tebak lagu atau tebak gambar. Sediakan juga beberapa games kecil yang bisa dimainkan bersama-sama, seperti giant Jenga atau board games besar yang menarik. Yang penting, ciptakan suasana yang ceria dan menghibur. Makanan dan minuman juga harus yang menarik perhatian, jangan hanya makanan ringan standar. Kita perlu sesuatu yang lebih istimewa.” Para staf hotel mengangguk mengerti dan segera menjalankan instruksi Ario. Dalam waktu singkat, lobi hotel berubah menjadi tempat yang jauh lebih hidup dan meriah. Musik yang energik menggema di seluruh ruangan, para tamu berpartisipasi dalam kuis dan permainan dengan antusias, dan makanan serta minuman yang menarik semakin menambah semarak suasana. Ario merasa lega, rencananya tampaknya berhasil. Di sisi lain, Zakiyah tampak kalut. Tubuhnya tegang dan tak bisa diam, berjalan mondar-mandir tanpa tujuan di ruangan itu. Jayden, yang berada di balkon, kini menatapnya penuh keheranan. Ia mengamati setiap gerakan Zakiyah dengan seksama, mencoba untuk memahami apa yang sedang terjadi. Apakah gadis itu seperti cacing kepanasan yang tak bisa diam? Pikiran itu terlintas di benaknya, menimbulkan rasa ingin tahu yang semakin besar. Gelagat Zakiyah yang mencurigakan membuat Jayden semakin curiga. “Uncle, aku izin keluar sebentar saja, ya?” ujar Zakiyah, suaranya sedikit gemetar, mencari celah untuk pergi dari ruangan yang benar-benar membuatnya merasa tak nyaman. Ia merasa tertekan dan terbebani oleh situasi yang sedang terjadi, dan ia membutuhkan waktu sejenak untuk menenangkan diri. Namun, ia juga khawatir jika kepergiannya akan menimbulkan kecurigaan dari Jayden. Jayden menatapnya sinis. Gelagat Zakiyah benar-benar mencurigakan. Namun, di balik wajahnya yang datar dan sinis, Jayden mati-matian menahan seulas senyuman yang hampir terlihat. Ia sudah menduga bahwa Zakiyah pasti sedang merencanakan sesuatu, dan ia ingin melihat sampai sejauh mana gadis itu akan bertindak. “Ke mana?” cetus Jayden, suaranya terdengar dingin dan tajam, menunjukkan bahwa ia sudah curiga terhadap rencana Zakiyah. Ia tidak akan membiarkan gadis itu pergi begitu saja tanpa mengetahui tujuannya. “Ke kamar mandi,” sahut Zakiyah asal-asalan, suaranya terdengar gugup. Rencana yang sudah ia susun setengah matang itu, hilang seketika. Ia benar-benar harus merutuki dirinya sendiri karena terlalu gegabah dan kurang teliti dalam merencanakan aksinya. Ketegangan yang dialaminya membuatnya kehilangan akal sehat. Jayden mengerutkan keningnya. “Kamu buta, Kiya?” tanyanya dengan nada yang lebih tajam lagi. Ia sengaja mempertanyakan penglihatannya untuk menguji keseriusan Zakiyah. “Hah?!” Zakiyah tersentak kaget. Ia tidak menyangka Jayden akan menanggapinya seperti itu. Jayden gegas menunjuk ke salah satu pintu yang tak jauh dari sana dengan ekspresi yang begitu datar. “Itu adalah kamar mandi, Kiya! Silakan saja jika ingin ke kamar mandi.” Jayden berkata dengan nada sinis, menunjukkan bahwa ia sudah mengetahui kebohongan Zakiyah. “Sial!” Zakiyah ingin mengatakan kalimat itu. Namun, ia harus menahannya mati-matian agar suaranya tak terdengar. Tiba-tiba, suara ketukan pintu memecah ketegangan. Seorang pelayan masuk, berbisik sesuatu di telinga Jayden. Setelah pelayan itu pergi, Jayden menatap Zakiyah dengan tatapan dingin. “Tampaknya, ada perkembangan baru dalam kasus hilangnya Siera," ujar Jayden, suaranya misterius. Ia tak menjelaskan lebih lanjut. Zakiyah merasakan firasat buruk. Jayden berbisik, “Dan aku rasa, kamu terlibat di dalamnya.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN