Mencari Ketenangan.

1112 Kata
Angin malam berhembus lirih, membelai wajah ayu yang tampak lesu itu. Zakiyah perlahan menghapus air mata yang meleleh di pipinya lalu mendongak menatap langit seraya menghela nafas panjang. “Ibu, aku bisa melalui ini semua, ‘kan? Aunty Siera juga pasti akan kembali secepatnya!” hembusnya menghibur diri. Ketika itu ponselnya berdering, Zakiyah memeriksanya. “Ario? Mau apa dia?” dengusnya pelan, sudah pasti ajudan Jayden itu tengah mencarinya. “Ya!” sahutnya. “Nona, Anda di mana? Saya akan menjemput Anda!” kata Ario. Zakiyah menghela nafas dalam-dalam, ketenangannya hanya sekejap dan harus kembali berhadapan dengan realita. “Aku di restoran yang ada danaunya, jemput ke sini kalau bisa!” ujarnya setengah menggerutu lalu langsung menutup sambungan telepon begitu saja. “Coba saja cari berapa banyak restoran yang punya danau di kota ini!” ujarnya sambil bersungut-sungut. Zakiyah kembali menikmat ketenangannya, memotong pisang mesir manis yang dipesannya sendiri dan memakannya dengan lahap. Hingga tak berapa lama ketika dia baru saja melahap habis cemilannya itu, sebuah deheman terdengar menyapanya dari belakang. Zaakiyah menoleh dengan malas dan mendapati Ario sudah berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. “Mari pulang, Tuan Jayden tidak akan senang jika tahu Anda berkeliaran tengah malam begini!” kata Ario. “Dia sendiri bebas keluyuran kemana-mana!” sahut Zakiyah kesal, sambil dia beranjak dari kursinya. Ario hanya berdiri dengan wajah datar, baginya tak masalah jika dia dicaci-maki sekalipun oleh Zakiyah, karena yang lebih utama adalah kepuasan Jayden akan kinerjanya. Walaupun misalnya dia harus memaksa Zakiyah pulang dan memanggilnya bak karung beras, akan dia lakukan jika gadis itu malah melawan. Tapi sikap Zakiyah sendiri cukup bisa ditolerir dan dia tak harus melakukan kekerasan, sehingga sikapnya pada gadis itu pun masih lunak. “Ario,” “Ya?” Zakiyah dan Ario sudah berada di dalam mobil dalam perjalanan kembali ke hotel yang sebenarnya hanya berjarak beberapa menit saja. Gadis itu merasa tidak enak karena mungkin dia meninggalkan kekuatan besar di kamar hotelnya. “Kamar itu biar aku yang bereskan!” kata Zakiyah pelan. Ario meliriknya dari kaca spion. “Tak apa, sudah tugas kami membereskan kekacauan yang Anda buat!” ujarnya. Zakiyah justru merasa tersindir karenanya, dia merasa tidak enak. “Uncle nggak marah, ‘kan? Apa dia memberi perintah lain?” tanya Zakiyah lagi. “Misalnya?” sahut Ario sambil fokus mengemudi, pelan dia membelokkan kemudi dan mobil mereka memasuki halaman hotel. “Ya, apa saja. Dia pasti marah!” kata Zakiyah lesu. Ario mengerti dengan ekspresi sendu itu, dia menghela nafas panjang. Sebagai ajudan atau asisten pribadi Jayden, dia tentunya tahu apa saja yang sudah terjadi, sedikit banyak dia pun paham dengan meledaknya emosi Zakiyah yang sudah menghancurkan kamar hotel hingga sekacau itu. “Bersikap baiklah dan jangan banyak melawan, Tuan Jayden pun manusia biasa, dia tidak akan kasar dan bertindak kejam jika bukan karena Anda banyak membantahnya, Nyonya!” ujarnya memberi masukan. Zakiyah cemberut, dibanding nasehat atau semacamnya, kalimat Ario justru terdengar seolah menekannya untuk tidak memberontak dengan semua sikap Jayden yang semena-mena terhadapnya. Sudah pasti Ario akan membela Jayden sebagai atasannya, sikap baiknya oun tergantung pada perintah Jayden yang ditugaskan untuk menjaganya. Ario menghentikan mobilnya, dia keluar untuk membukakan pintu Zakiyah. Hanya saja kemudian dia tertegun ketika melihat gadis itu sudah keluar lebih dulu dan berjalan menuju lift sendiri. Dia pun hanya bisa menghela nafas panjang karenanya. “Dia masih sangat muda, wajar saja dia masih labil begitu!” dengusnya menghembus lelah. Setelah mengunci mobil, buru-buru dia menyusul Zakiyah dan mengawalnya menuju kamar. Oleh karena kamar itu masih kacau, maka dia meminta Zakiyah untuk pindah ke kamar lain di sebelahnya. Antisipasi setiap kali Jayden membooking kamar di sebuah hotel, yang mana dia pasti akan menyewa 2-3 kamar di sebelah kamar yang ditempatinya. “Silakan, biarkan kami yang membereskan semuanya!” kata Ario. Zakiyah pun menurut saja, dia juga lelah jika harus melawan lagi. *** Jayden pusing jadinya, geram dan marah Siera yang membuatnya harus terjebak dalam pernikahan yang tak diinginkannya. Sekilas dia pun menyesalkan tindakannya yang egois dan mementingkan reputasi, menarik Zakiyah yang tak tahu apa-apa ke dalam pusaran amarah dan menjadikannya pelampiasannya. “Sialan!” dengusnya seraya lalu menenggak segelas minuman sekaligus. Saat ini Jayden tengah berada di salah satu club malam untuk melampiaskan kemarahannya, minum-minum sendiri di mejanya dan menolak ditemani oleh siapapun. Banyak gadis seksi dan genit menyapanya dan ingin menawarkan diri, tapi raut wajahnya yang dingin dan penuh amarah membuat mereka gentar dan memilih aman untuk tidak nekad. Jayden menuangkan minumannya, dia sudah setengah mabuk. Dan satu hal, dia juga berusaha membuyarkan bayangan Zakiyah yang terbaring pasrah di bawahnya. Kulit lembut dan harum itu menggoda penciumannya, putih pucat dan tak berdaya. Bibirnya yang dipoles tipis lipstik itu terbuka dan bergetar ketakutan, namun nyatanya malah menggetarkan jiwa kelelakiannya. “b******k! Mereka sama-sama jalang!” umpatnya seraya kembali tandas menghabiskan segelas minuman sebening air putih itu. Ketika dia hendak menuangkan isi botolnya lagi, sesosok tangan lentik mendahuluinya. Mata Jayden yang sudah terkantuk-kantuk itu menyusuri tangan putih dan ramping itu hingga akhirnya pandangannya berhenti pada wajah seorang gadis yang tersenyum manis di hadapannya. “Kamu, aku sudah bilang tidak mau ditemani!” tukasnya, tak lagi terlihat garang karena mabuk. Gadis itu mengerling, mempertahankan senyumnya selagi dia menuangkan minuman ke gelas Jayden. “Rusak harga diri seorang Jayden Morgan Takizaki yang terkenal gagah ini jika terlihat minum sendirian, meski sudah menikah!” tukasnya. Jayden tertawa sinis menanggapinya, sebentar dia menggeleng pada ajudannya yang hendak meminta gadis itu pergi. “Biarkan saja, aku memang butuh teman untuk malam ini!” kekeh Jayden. Ario, hanya menghela nafas lelah dalam diam melihat tingkah Jayden kali ini. Dia mundur kembali ke tempatnya dan mengawasi dari jauh. Jayden kembali menghabiskan minumannya, dia mengerjap dan menggelengkan kepala mencoba untuk tetap sadar dan bersenang-senang dengan gadis yang secara sukarela menemaninya itu. Sudah pasti ini akan berlanjut pada pergulatan panas di atas ranjang, Jayden yang sejak tadi menahan hasratnya akhirnya tak bisa mengendalikan dirinya lagi. Meja VVIP itu perlahan memanas, seiring dengan ciuman dan pelukan Jayden pada gadis itu. Yang pasrah saja dan senang hati membuka dirinya untuk pria paling didambakan para gadis itu. Tak peduli fakta jika saat ini Jayden sudah berstatus suami orang. “Mhhh, Jayden …,” rintihnya ketika tangan kekar Jayden bermain di bawah meja, menyentuh bukit kecilnya dan memberikan satu jarinya di sana. “Kamu, putri siapa? Biarkan aku siapa yang akan menemaniku malam ini!” ujar Jayden dengan mata terkantuk-kantuk. “Ohhh … aku, aku putrinya pejabat A dari komisi X,” jawab gadis itu di antara rintihan nikmatnya. Jayden pun menyeringai, segera saja dia menarik tangannya, tak menunggu hingga si gadis terpuaskan. “Kita lanjutkan di kamar hotel, Sayang, ayo!” katanya menyeringai dengan tatapan dipenuhi kabut gairah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN