Matanya berkaca. Tapi wajahnya tetap tenang. Terlalu tenang. Ia merasa seperti sedang menonton dirinya sendiri dari luar tubuh. Wajah di cermin bukan dirinya. Itu hanya sosok ber-makeup tebal, dengan bulu mata palsu dan lipstik merah tua. Di bawah lapisan glamor itu, ia tahu: tubuhnya bukan lagi miliknya. Siera menunduk. Menarik napas pelan. Panjang. Tangannya bergerak otomatis. Pena menyentuh garis tanda tangan. Satu goresan. Lalu yang lain. Kertas itu kini sah. Tubuhnya, waktunya, mungkin juga jiwanya—telah dijual untuk entah sesi seperti apa malam ini. David mengambil kertas itu seolah lembaran bon restoran. Ia menyelipkannya ke map, menepuk bahu Siera pelan. “Good girl,” bisiknya, lalu berbalik pergi. Makeup artist mendekat, memperbaiki eyeliner Siera yang sedikit luntur. Di