Pagi itu rumah terasa lebih sepi dari biasanya. Arini berdiri di depan cermin, merapikan kerudungnya sebelum berangkat mengantar anak-anak ke sekolah. Namun, sorot matanya berbeda—ada ketegasan yang jarang muncul. Seperti seseorang yang sudah menyiapkan langkah besar. Sementara itu, Reza masih duduk di meja makan, wajahnya kusut. Kopi yang dibuat Arini hampir tidak disentuh. Pikirannya kalut. Malam sebelumnya ia kembali mendapat pesan mengancam dari Nadya, kali ini berupa foto. 📩 “Lucu sekali… kau bilang cintamu untuk Arini, tapi aku masih punya foto-fotomu di ranjangku. Mau kulihatkan ke dunia?” Reza ingin membalas, ingin memohon, tapi ia tahu itu hanya akan membuat Nadya semakin berkuasa. Siang hari, ketika Reza sedang di kantor, Arini mulai membereskan lemari kamar mereka. Ia mencar

