Bab 37

1023 Kata

Pagi menyapa dengan sinar mentari yang menembus tirai tipis jendela. Burung-burung terdengar berkicau di luar, seolah tak peduli pada badai yang melanda rumah itu. Arini terbangun di kamar tamu dengan kepala berat. Semalaman ia hanya bisa memejamkan mata tanpa benar-benar tidur. Bayangan wajah Reza, tangisnya sendiri, dan bisikan di dalam hati bercampur menjadi mimpi buruk yang tak kunjung usai. Ia duduk di tepi ranjang, menatap dinding kosong. “Aku harus berubah,” bisiknya pelan, seolah menguatkan diri sendiri. “Kalau aku terus diam, aku hanya akan dihancurkan sedikit demi sedikit.” Dengan langkah lemah, Arini menuju dapur. Ia mulai menyiapkan sarapan sederhana: nasi goreng, telur mata sapi, dan teh hangat. Tangannya bergerak otomatis, seperti kebiasaan bertahun-tahun. Tapi kali ini, a

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN