Suara Afkar menggema di ruangan, mengisi keheningan dengan pengakuan yang begitu lantang. Dadanya naik turun, emosinya bercampur antara frustrasi dan kelegaan. Sementara itu, Hiro hanya menatapnya dengan senyum penuh kemenangan. "Akhirnya, si keras kepala ini mengaku juga," gumamnya santai. "Bagus, setidaknya kau jujur pada dirimu sendiri." Afkar mengalihkan pandangannya, menatap langit-langit dengan tatapan kosong. "Sial," desisnya. "Ini di luar rencana." Hiro tertawa begitu puas mendengar gumaman Afkar. Tawanya terdengar renyah, seolah menemukan hiburan terbaik dari pengakuan tak terduga sahabatnya. "Si-al, ini lebih menarik dari yang kubayangkan," ujar pria itu sambil mengusap dagu, masih tersenyum penuh kemenangan. "Jadi, kau akhirnya mengaku mencintainya ... tapi pertanyaan sela