"Gimana, Non? Apa tidak sebaiknya kita ke rumah sakit saja?" Suara Bi Minah terdengar cemas. Perempuan paruh baya itu berdiri tak jauh dari tempat tidur, memandang majikannya yang masih terduduk dengan ekspresi menahan sakit. Sementara di sisi lain, Iqlima menggeleng lemah. Meskipun nyeri di tulang ekornya terasa menyiksa, dia tidak ingin ke rumah sakit. Dalam hati, dia mengakui kesalahannya sendiri. Uminya selalu berpesan agar tidak bertindak gegabah saat marah, tetapi dia justru melakukan kebalikannya. Hanya karena kesal dengan sikap Afkar, dia berjalan dengan tergesa-gesa dan tidak berhati-hati. Akibatnya, ia terpeleset di kamar mandi dan jatuh telentang dengan cukup keras. Kini, sakitnya bukan hanya fisik, tetapi juga harga diri yang membuatnya merasa lebih baik menikmati rasa sa