Pilihan yang cukup mengejutkan. Mata Iqlima membulat sempurna, sorotnya penuh keterkejutan sebelum akhirnya ia menghela napas dan menjawab dengan pasrah, suaranya terdengar ragu dan nyaris bergetar. "Pe-peluk saja." Afkar mengangkat alisnya, seulas senyum samar muncul di sudut bibirnya. "Okay, pilihan yang bagus," tuturnya pelan, berusaha meredam gejolak dalam dadanya. Perlahan, napasnya kembali teratur. Suasana kamar yang semula sedikit menegang kini terasa lebih hangat, meski belum sepenuhnya terasa nyaman bagi Iqlima, Afkar berusaha melakukannya selembut mungkin hingga wanita itu tidak risih dengan pelukannya. Perlahan, pria itu menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang sempat melonjak. Bisa dipastikan, ia tak ingin berlama-lama larut dalam dilema, maka tanpa