"Kenapa begitu? Bukankah dia sahabatmu?" Iqlima menatap Afkar dengan alis sedikit berkerut. Pertanyaan yang seharusnya biasa saja ternyata memicu reaksi yang tidak terduga. Alih-alih menjawab santai, pria itu justru tampak keberatan. Rahangnya mengeras, matanya seakan menyiratkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar ketidaksukaan. Iqlima tidak segera mengiyakan permintaan suaminya, melainkan memilih untuk bertanya balik. Baginya, hal ini terlalu aneh. Bagaimana tidak? Sejauh yang dia tahu, Afkar dan Rayyanza adalah sahabat dekat. Bahkan, Rayyanza sendiri pernah memuji Afkar setinggi langit—menganggap pria itu seperti malaikat dalam hidupnya. Namun sekarang? Afkar justru menunjukkan ketidaksenangan hanya karena sebuah pertanyaan yang masih dalam batas wajar. Bukan sesuatu yang besar,