"Tidak." "Heuh?" Iqlima mengerjap, jawaban yang Afkar lontarkan benar-benar seperti tanpa pikir panjang. "Aku bilang tidak ya tidak, Iqlima," ulang Afkar penuh penekanan, sebagai pertanda bahwa ucapannya tak terbantahkan. Setelahnya, tanpa menoleh ke belakang Afkar berjalan lebih dulu dan membiarkan Iqlima dengan pilihannya. Ibarat kata, terserah jika masih ingin lebih lama berbicara dengan Jingga, tapi jangan melibatkan dirinya. Sebagai istri yang Iqlima sadar betul tidak berhak lebih besar dibanding Afkar tentang rumah itu, dia tidak bisa banyak membantu. Dengan sangat menyesal dan menatap Jingga penuh rasa iba, Iqlima meminta maaf karena dia tidak bisa berbuat apa-apa. "Sebagai sesama wanita, aku tahu seberapa sulit hidupmu, Jingga tapi ...." Iqlima menggigit bibir sebelum kemudi