Tak ada jawaban lisan dari Iqlima. Hanya keheningan yang menggantung selama beberapa detik, dan hal itu membuat jantung Afkar berdebar lebih kencang dari biasanya. Bahkan, dia nyaris menarik kembali pertanyaannya, merasa mungkin terlalu cepat berharap. Namun, perlahan-lahan, Iqlima mengangguk. Kecil, hampir tak terlihat, tapi cukup jelas untuk membuat d**a Afkar bergemuruh hebat. Dia terpaku sejenak. Seperti seseorang yang tak yakin apakah barusan dia benar-benar melihat anggukan itu atau hanya harapan yang bermain di kepalanya. Akan tetapi, ketika Iqlima kembali menunduk, Afkar tahu itu nyata dan yang tadi dia lihat bukan halusinasi. Seulas senyum hangat muncul di wajahnya, lembut, penuh syukur. Bukan senyum lega yang meledak seperti tawa lantaran salting seperti biasa, melainkan sen