Iqlima mengangguk sebagai jawaban, mengonfirmasi pertanyaan Afkar tanpa ragu sedikit pun. Detik itu juga, wajah Afkar yang sebelumnya sudah pucat semakin kehilangan warna. Dadanya terasa mencengkeram kuat, sementara pikirannya mulai berkelana ke segala kemungkinan yang tidak ia inginkan. "Bagaimana bisa?" Bukankah dia sudah memastikan nomor keluarga besar Iqlima diblokir satu per satu? Apakah mungkin mereka menghubungi dengan nomor baru? Atau? Yang lebih buruk, mungkinkah Iqlima sebenarnya tahu bahwa nomor Abi-nya telah diblokir saat itu? Afkar merasakan kegelisahan menjalari tubuhnya. Ingin rasanya dia bertanya langsung, tetapi mentalnya tak cukup kuat untuk menerima kemungkinan jawaban yang tidak ingin dia dengar. Karena itulah, Afkar memilih untuk tetap diam. Dengan suara yang dib