Siang itu, Bram memilih tidak pergi ke kampus. Ia sudah memberi tugas pada mahasiswanya, menyuruh mereka mengerjakan laporan sehingga tak ada jadwal mengajar hari ini. Pria itu justru duduk dengan tegak di kursi kerjanya yang besar—singgasana di kantor pusat Nayaka Life Insurance. Kemeja biru tua yang ia kenakan tampak pas di tubuhnya, dengan dasi yang sudah ia longgarkan sedikit untuk memberi ruang bernapas. Di meja kerjanya, beberapa berkas rapat penting sudah tersusun rapi. Rapat yang tidak mungkin ia wakilkan pada siapapun, bahkan pada Laksa, sahabat yang juga tangan kanannya. Bram terlalu tahu, ada keputusan yang hanya bisa ia ambil sendiri sebagai pucuk pimpinan. Ketukan pelan di pintu membuyarkan konsentrasinya. Bram mengangkat kepala, menoleh. “Masuk,” ucapnya singkat. Pintu ter

