39

1246 Kata

Bram terbangun ketika suara getar dari ponselnya yang tergeletak di atas nakas terdengar lirih, memecah kesunyian malam. Kelopak matanya berat, tubuhnya masih terhanyut dalam hangatnya pelukan istrinya. Kalinda bernafas tenang di dadanya, wajahnya yang teduh sedikit menyentuh leher Bram, membuatnya enggan beranjak. Namun getaran itu terus berulang. Dengan hati-hati agar tidak membangunkan istrinya, Bram meraih ponselnya. Pandangan matanya masih kabur, kelopak matanya setengah tertutup. Ia hanya ingin memastikan bukan pesan penting dari kantor atau keluarganya. Begitu layar menyala, alis Bram perlahan bertaut. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. Matanya semakin terbuka ketika ia melihat lampiran sebuah foto—rumah besar dengan dua lantai, fasad putih megah yang langsung dikenalnya.

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN