“Kalo aku yang minta peluk gimana? Boleh gak?”
Sebuah pertanyaan yang membuat Bianca membeku seketika. Untaian kalimat yang sangat manis, tapi menjadi asam saat Bianca sadar itu datang dari pria yang hanya menginginkan afeksi darinya.
Bianca tersenyum datar. “Boleh.”
Nathan pun tersenyum senang. Dia segera mendekatkan dirinya ke Bianca. Tangan panjang Nathan langsung memeluk posesif pinggang Bianca dan meletakkan kepalanya di curuk leher wanita cantik itu.
Bianca memejamkan matanya erat. Dia bahkan menahan napas, berusaha membuat detak jantungnya berjalan seperti biasanya.
Tentu saja Bianca akan malu kalau Nathan mendengar degup jantungnya yang seperti kuda berlari. Maklumlah, ini adalah pelukan pertamanya dengan lawan jenis.
“Nyamannya. Anget banget. Good night, Baby,” ucap Nathan.
“Good night, Daddy,” jawab Bianca sambil mengusap lembut rambut Nathan.
Bianca memeluk tubuh Nathan selagi mereka berdua berada di bawah selimut yang sama. Udara dingin yang tadi terasa menyiksa, kini menghilang berganti hangat.
Tubuh Bianca meremang setiap kali napas hangat daddy-nya itu menerpa kulit lehernya. Ingin sekali dia mendorong tubuh Nathan, agar dia terbebas dari penyiksaan ini.
“Tidur, Bi. Ayo tidur,” ucap Bianca dalam hati, memerintah dirinya sendiri.
Bianca harus bertarung cukup lama untuk menenangkan dirinya sendiri. Sampai akhirnya dia mulai mendengar dengkuran halus dan napas Nathan yang sangat teratur. Sugar daddy-nya sudah tidur pulas.
***
Sinar matahari pagi yang masuk lewat selipan jendela tenda, menggoda mata Bianca. Meski matanya masih tertutup, Bianca menggerak-gerakkan kelopak matanya.
Secara perlahan, Bianca mencoba membuka matanya. Sepertinya matahari sudah tinggi dan ini artinya mereka kesiangan.
Bianca segera membuka matanya lebar. Kosong. Tidak ada lagi Nathan di sampingnya.
“Nathan ke mana ya. Kok gak bangunin aku,” ucap Bianca yang tidak mendapati keberadaan daddy-nya setelah dia mengedarkan pandangannya.
Bianca berjalan ke arah pintu untuk memastikan apa Nathan ada di luar. Saat dia membuka tirai tenda, Bianca kaget sampai hampir terjatuh saat dia melihat ada seorang pria duduk di kursi kayu.
“Astaga!” Bianca memegang dadanya sambil melihat ke arah orang itu.
“Selamat pagi. Saya ke sini untuk jemput kamu,” sapa Bima saat dia melihat Bianca keluar dari tenda.
Bianca melihat ke sekitar dan dia tidak lagi mendapati mobil Nathan parkir di sana. “Nathan ke mana?” tanya Bianca sambil melihat ke arah Bima.
“Pak Nathan sudah kembali ke Jakarta pagi-pagi sekali. Ada urusan yang harus beliau kerjakan. Segera bersiap, saya harus segera balik ke Jakarta.”
“Oh iya. Tunggu bentar.”
Bianca kembali masuk ke dalam tenda untuk bersiap pulang. Ada sedikit rasa kecewa di hati Bianca karena Nathan meninggalkannya begitu saja.
Kemarin mereka pergi bersama dan sekarang Nathan meninggalkannya begitu saja, bahkan tanpa berpamitan. Rasanya seperti dicampakkan setelah menghabiskan malam bersama.
Bianca masuk ke dalam mobil, di mana Bima sudah membukakan pintu belakang untuknya. Saat dia akan masuk, dia melihat ada 2 paper bag warna orange dengan tulisan sebuah brand mahal di sana.
“Itu buat kamu. Hadiah dari Pak Nathan karena semalam kamu temenin dia,” ucap Bima yang kini sudah ada di balik kemudi.
“Oh, iya. Makasih.” Bianca menjawab dengan suara yang datar setelah dia mengintip sebentar isi dari paper bag itu.
“Ini juga dari Pak Nathan.” Bima memberikan buket bunga pada Bianca yang sejak tadi dia simpan di bangku depan.
Bianca menerima buket bunga itu dan menghirup wangi bunga segar itu. Bibirnya sedikit menyunggingkan senyum, saat dia menimang buket bunga cantik itu.
Bianca mengambil kartu yang terselip di antara kerumunan bunga potong itu. Dia membuka amplopnya lalu mengeluarkan isinya.
“Morning, Baby. Bunga ini buat kamu. Bunga yang cantik, sama seperti kamu.”
Entah ilmu apa yang dimiliki oleh Nathan sampai membuat Bianca yang tadi kesal pada pria itu, kini menjadi tersenyum kembali. Untaian kalimat singkat di kertas itu seperti memiliki mantra buaian, yang membuat dia senang.
Bianca mengambil ponselnya lalu segera menghubungi Nathan. Dia hanya ingin mengucapkan terima kasih pada sugar daddy loyalnya itu.
“Halo, Bi,” sapa Nathan di seberang sana.
“Daddy, makasih ya hadiahnya. Bunganya cantik banget,” ucap Bianca mengutarakan niatnya menghubungi daddy-nya.
“Sama-sama, Baby. Maaf ya, aku tadi gak bangunin kamu. Soalnya aku baru inget kalo aku harus keluar kota pagi ini. Aku juga gak enak bangunin kamu, tidur kamu nyenyak banget.”
“Harusnya di bangunin aja.” Suara Bianca sedikit memanja.
“Gak lah, aku suka liat kamu tidur. Makin cantik.”
Astaga. Hati Bianca sedang benar-benar tidak baik saat ini. Dia takut jatuh hati pada sugar daddy yang seharusnya tidak dia lakukan.
“Oh ya, Baby. Selama beberapa hari ini kamu jangan hubungi aku dulu ya. Aku pergi keluar kota sekalian nemuin sugar baby-ku yang lain. Baik-baik di sini ya.”
Bianca tercengang sesaat, seolah disadarkan tentang statusnya.
“Oh, okey. Selamat bekerja dan be happy, Daddy,” jawab Bianca dengan senyum sedikit dipaksakan.
“Abis ngasih hadiah, malah pamit mau ketemu koleksinya yang lain. Bisa gak sih gak usah bilang kayak gitu,” gerutu Bianca pelan sambil menyimpan ponselnya lagi di dalam tas.
“Jangan terlena dengan sikap baik Pak Nathan. Bagi Pak Nathan, kamu hanya sugar baby,” ucap Bima dari balik kemudi.
Bagai disadarkan pada kenyataan lewat ucapan Bima, Bianca hanya melepas napas berat. Dia memang tidak seharusnya kecewa atas apa yang dilakukan Nathan kepadanya.
Bianca memilih melemparkan pandangannya ke samping. Dia mencoba mengatur ulang otaknya, agar dia tidak terbawa perasaan jika Nathan bersikap manis kepadanya.
“Pak Nathan biasa memanjakan sugar baby-nya. Kalau beliau memberikan kamu hadiah dan bersikap baik, itu bukan karena dia menyukai kamu,” ucap Bima tiba-tiba.
Bianca ingin tertawa rasanya mendengar ucapan Bima. Tampaknya pria itu sangat mengenal atasannya dan juga hobi anehnya itu.
Sikap Bima yang sangat dingin kepadanya, pasti juga disebabkan karena pria itu hanya melihatnya seperti wanita penghibur atasannya saja. Wanita pengejar materi yang sama rendahnya dengan wanita di sebuah club.
“Pak Nathan kalo udah sama salah satu sugar baby-nya, maka dia akan lupa sama sugar baby lainnya. Dan umur sugar baby beliau tidak akan lebih dari 3 bulan,” cerocos Bima.
“Oh ya? Kenapa begitu?” tanya Bianca ingin tahu.
“Karena beliau tidak mau membawa orang yang sama di depan keluarganya. Jadi bersiaplah.”
“Sebaiknya kamu manfaatkan semua yang sudah dikasih oleh Pak Nathan. Setidaknya, saat hubungan kalian berakhir, hidupmu gak menyedihkan lagi.” Bima tiba-tiba memberi saran.
Bianca tergelak ringan mendengar saran dari Bima. Dia tidak menyangka kalau asisten pribadi Nathan akan memberinya saran konyol seperti itu.
Tapi sepertinya saran Bima ada benarnya juga. Setidaknya dia harus punya cadangan dana untuk menopang hidupnya setelah urusannya dengan Nathan selesai.
Bianca hanya memilih diam dan tidak menjawab apa yang dikatakan Bima. Tampaknya pria itu sedang memberikan dia wejangan agar sadar dengan statusnya.
“Oh ya, pas di pertemuan keluarga kemaren, kayaknya semua orang udah tau kelakuan Nathan. Emang sejak kapan dia mulai koleksi sugar baby?” tanya Bianca ingin tahu.
“Pacar bayaran. Itu yang diketahui oleh keluarga. Beliau mulai melakukan ini sejak dua tahun lalu,” jawab Bima sambil terus melajukan mobil.
“Udah lama juga ya. Apa dia punya pengalaman jelek dalam percintaan?” tanya Bianca ingin tahu.