Tidak sulit bagi Stella untuk memutuskan bekerja di OMJ, terlebih itu adalah tempat kerja suaminya sebelum kecelakaan. Ditambah lagi lingkungan kerjanya kemungkinan besar lebih nyaman dari kantor Stella sebelumnya.
Stella berpikir OMJ lebih nyaman bukanlah tanpa alasan. Sebelum terjun langsung pun Stella sudah menyadari sejak awal betapa para staf OMJ saling peduli satu sama lain. Saat Randy masih di rumah sakit saja, tak terhitung berapa kali ada staf yang datang untuk menjenguk saking seringnya dan mereka melakukannya secara bergiliran. Tanpa menyerah sekalipun Randy tak mengingat satu pun di antara mereka semua.
Hal itu membuat Stella yakin lingkungan kerja di OMJ sangat bereda jauh dengan lingkungan di kantornya. Jangankan datang untuk menjenguk saat ada suami dari salah satu staf terlibat kecelakaan. Boro-boro seperti itu. Bahkan, tak satu pun dari mereka yang menanyakan kabar Stella atau keadaan suaminya. Atau minimalnya mengimkan chat untuk berbasa-basi sampai kapan Stella cuti. Semua itu benar-benar nihil.
Bukankah ini sudah cukup menjadi alasan Stella lebih baik bergabung dengan OMJ saja? Lagian Stella sudah dipaksa resign sehingga tawaran dari Arga rasanya sudah seperti angin surga baginya.
Dan yang tidak kalah penting, Stella sudah akrab dengan jobdesk-nya karena beberapa kali membantu Randy sejak mereka belum menikah. Ia pikir Arga mustahil menawarkan posisi se-penting itu jika tak percaya pada potensi Stella. Itu sebabnya Stella akan melakukan yang terbaik agar bisa bekerja sesuai ekspektasi Arga terhadapnya.
Stella juga sudah menjelaskan pada Randy kalau dirinya dipaksa resign di kantornya dan secara tak terduga bertemu Arga yang berakhir membahas offering letter. Apakah Randy setuju? Tentu saja iya. Randy bilang … carilah tempat di mana kita dihargai dan OMJ sepertinya sangat tepat.
Randy pun seperti Stella yang bukan tanpa alasan bisa berpendapat demikian. Sekalipun amnesia, ia merasa OMJ itu bukan perusahaan yang buruk mengingat dirinya saja mendapatkan treatment yang luar biasa saat mengalami kecelakaan. Alih-alih diminta ganti rugi karena telah merusak mobil inventaris kantor serta membuat operasional perusahaan terhambat serta mengalami kerugian lainnya, Randy justru mendapatkan bantuan biaya perawatan dan pengobatan lanjutan.
Untuk biaya operasi hingga rawat inap pasca kecelakaan pun, Randy sama sekali tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Hal yang membuatnya tidak ragu mengizinkan istrinya bekerja di OMJ. Terlebih mereka berdua mustahil jadi pengangguran semua. Bahkan, belakangan Randy diberi tahu kalau apartemen yang ditempatinya adalah fasilitas dari perusahaan. Bukankah OMJ benar-benar se-greenflag itu?
Setelah Stella dan Randy hampir berhubungan badan yang berakhir gagal lantaran kedatangan orangtua Randy, setelah itu tidak ada lagi pembahasan tentang apakah mereka akan melanjutkannya atau tidak. Baik Stella maupun Randy, sama sekali tidak pernah membahasnya lagi.
Selain karena Stella kemudian datang bulan, alasan lainnya adalah … ada orangtua Randy yang masih menginap. Setelah orangtua Randy pulang pun, gantian orangtua Stella yang datang untuk menjenguk putri dan menantu mereka. Orangtua Stella pun memutuskan menginap.
Jadi, bisa dibilang pengantin baru itu belum kepikiran untuk membicarakan tentang aktivitas panas mereka di ranjang yang sempat terjeda. Bahkan, setelah satu bulan berlalu … tidak ada satu pun di antara mereka yang memulai pembahasan tentang urusan ranjang.
“Pagi ini terasa berbeda ya,” ucap Randy. “Kemarin masih ada orangtua kamu alias mertuaku,” lanjutnya.
“Orangtua kita pasti janjian. Sengaja mama papa kamu dua minggu pertama di sini dan dua minggu selanjutnya … ibu sama ayah aku,” balas Stella. “Jadi pas deh sebulan kita ditemenin mereka.”
“Kamu benar, mereka kemungkinan janjian. Mereka bisa jadi udah hitung-hitungan kalau sebulan itu cukup buat membantu kita.”
“Jujur ya, kehadiran mereka yang sif-sifan itu sangat membantu aku. Apalagi pas aku kerja. Aku jadi merasa … suamiku nggak sendirian,” kata Stella. “Dan itu artinya mulai sekarang kamu beneran sendirian pas aku kerja.”
“Seenggaknya aku udah cukup beradaptasi dengan keseharianku. Ya walaupun aku belum bisa memulihkan ingatanku. Cuma yang pasti kamu nggak perlu khawatir,” jawab Randy. “Ah, jadi nggak bisa membayangkan betapa serunya kalau ingatanku balik. Terus kita satu kantor,” tambahnya.
“Bakalan ada konflik nggak, sih? Masalah di rumah dibawa ke kantor atau sebaliknya?” canda Stella.
“Enggak dong. Kalau ada masalah kita langsung selesaikan bersama. Enggak usah dibawa ke mana-mana, lagian kalau masalahnya diberesin berdua … aku yakin bakal lebih ringan.”
Stella hanya tersenyum.
“Ngomong-ngomong gimana rasanya setelah satu bulan menjadi sekretaris bosku?”
“Hmm, agak kaget, sih. Soalnya pas kamu kecelakaan dan masuk ruang operasi … Pak Arga ini satu-satunya yang nemenin aku, secara staf OMJ yang lain pada ke rumah Ghea buat berbelasungkawa. Aku merasa Pak Arga ini udah kayak kakak sendiri yang bikin aku merasa jauh lebih tenang. Tapi pas jadi partner kerja alias bosku … semuanya buyar. Dia nggak bisa dibilang kakak atau om-ku lagi. Dia beneran menjelma jadi bos yang dingin dan hanya bicara yang berkaitan sama kerjaan aja.”
“Bagus dong, aku jadi nggak ada alasan buat cemburu kalau hubungan kalian se-profesional itu.”
Stella pun tertawa. “Cemburu? Apa-apaan coba?”
Randy pun ikut tertawa. “Aku cinta sama kamu, jadi wajar dong.”
Deg. Jantung Stella berdetak sangat cepat saat suaminya mengatakan soal cinta. Hal yang belum pernah didengar olehnya secara gamblang dari mulut suaminya itu selama ini.
“Aku juga cinta sama kamu, Randy Mahendra.”
Selesai sarapan, Stella bersiap-siap berangkat.
“Kamu udah mau berangkat?” tanya Randy.
“Iya, aku perlu jemput Pak Arga dulu. Kemarin mobilnya dibawa sama aku ke sini, sih.”
“Hati-hati ya, Sayang. Semangat kerjanya.”
“Kamu beneran nggak apa-apa aku tinggalin sendiri? Serius loh.”
“Serius. Kamu tenang aja, kalau ada apa-apa … aku bisa telepon kamu, kan?”
“Bisa banget.”
“Tapi mudah-mudahan jangan sampai ada apa-apa.”
Setelah itu, Randy mencium kening Stella penuh kasih sayang. Randy jadi ingat perkataan orangtuanya agar dirinya memberi cinta se-banyak mungkin untuk Stella yang telah sangat tulus merawat dan mencintainya.
“Tanpa disuruh pun aku akan memberinya cinta se-banyak yang aku bisa,” batin Randy. “Terlepas dari amnesiaku, ternyata nggak butuh waktu lama bagi aku untuk menyadari kalau aku … beneran jatuh cinta padanya,” tambahnya, masih dalam hati.
Setelah Stella menutup pintu apartemen dari luar, kini hanya ada Randy sendirian di apartemennya. Suasananya naik satu level lagi lebih sepi dari sebelumnya. Namun, Randy akan membiasakan diri dengan keadaan seperti ini.
Randy kemudian mendekat pada partisi di ruang tamu apartemennya yang selain berfungsi sebagai penyekat ruangan, juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan. Ia mengambil album foto yang memang diletakkan di sana.
Ini bukan pertama kalinya ia mengambil album foto untuk melihat isinya. Saat orangtua atau mertuanya ada di sini, mereka hampir tidak ketinggalan melihat foto-foto pernikahan Stella dengan Randy. Dan untuk pertama kalinya Randy melihat dari sudut pandang yang lebih teliti, tidak sekadar melihatnya saja.
Jujur, Randy merasa ada yang aneh dari foto pernikahan itu. Stella tampak bahagia dan ia menyadari dirinya sendiri justru tertekan.
“Aku ini kenapa?” gumam Randy. “Aku seolah enggan dan senyum pun seperti terpaksa,” sambungnya. Bahkan, foto pernikahan dengan ukuran besar yang terpajang di dinding pun rasanya … tidak ada kebahagiaan yang terpancar di sana.
Namun, Randy secepatnya menggeleng. Mungkin ini hanya perasaannya saja. Atau mungkin ada yang membuat mood-nya kacau saat pemotretan? Entahlah. Randy sama sekali tidak mengingat apa pun.
Bersamaan dengan itu, ada pesan masuk ke ponselnya. Tentu saja Stella yang mengirimkan pesan padanya. Tadi sebelum istrinya itu berangkat, Randy meminta Stella mengirimkan foto-foto saat mereka honeymoon. Benar saja, seretan foto yang kurang lebih berjumlah sepuluh foto masuk ke ponsel Randy melalui room chat mereka.
Dengan penuh semangat, Randy melihat satu per satu foto itu dan vibes-nya justru lebih parah dari foto pernikahan. Kalau Stella memang penuh senyuman, tapi lagi-lagi Randy seperti terpaksa. Dalam foto-foto bulan madu mereka, Randy juga terkesan menjaga jarak. Posenya pun bisa dibilang kaku.
“Apa karena kami dijodohkan jadi ekspresiku belum lepas? Tapi masalahnya Stella bilang kami udah pendekatan sejak tiga tahun lalu. Dalam kata lain, kami udah melalui tahap perkenalan dan pacaran. Bukan baru kenal,” gumam Randy heran.
Satu hal yang pasti, bagaimana pun perasaan Randy dalam foto pernikahan maupun foto saat bulan madu, itu tidak akan ia anggap penting. Baginya saat ini yang terpenting adalah Randy mencintai Stella. Randy juga sangat nyaman dengan kebersamaan mereka berdua.
Randy bahkan sangat takut kehilangan Stella. Dengan keadaannya yang masih begini … hal yang paling ia takutkan adalah dicampakkan oleh Stella.
“Stella, jangan pernah mencampakkanku.”
“Kamu mencintaiku, begitu pun aku yang sangat mencintaimu. Kamu bahkan dengan tulus melakukan segalanya demi keutuhan rumah tangga kita. Aku … benar-benar sangat mencintaimu, Ghea,” gumam Randy lagi.
Tunggu, kok Ghea? Ini potongan ingatan atau sekadar halusinasi?