Lampu kristal menggantung anggun di atas ballroom. Musik klasik mengalun pelan, mengiringi langkah-langkah para tamu dalam tarian lambat yang tertata sempurna. Celestine berdiri di tepi ruangan, satu tangan memegang segelas sampanye, matanya menyapu kerumunan tanpa benar-benar melihat. Sampai sebuah tangan terulur ke arahnya. “Aku tak akan memaksa,” ujar Arya pelan. “Tapi semua orang menunggu. Termasuk Ayahmu.” Celestine menatap tangan itu seperti benda najis. Lalu, dengan penuh keengganan, ia meletakkan tangannya di sana. Sentuhan mereka dingin. Tak ada kehangatan. Hanya kewajiban. Arya menggandengnya ke tengah ballroom, menarik pinggang Celestine dengan satu tangan sementara tangan lainnya menautkan jemari mereka. Tubuh Celestine kaku, tapi wajahnya tetap tenang, tersenyum. Topeng s

