Bab 16. Peringatan Keras

1218 Kata
“Perubahan?” ucap Kenzo sambil menaikkan kedua alisnya. “Iya. Semua demi keselamatanku,” jawab Kanaya. “Keselamatan? Keselamatan apa? Memangnya ada yang mengancammu?” Kenzo memiringkan kepalanya. “Hanya untuk jaga-jaga. Setidaknya aku harus –“ “Kamu bukan orang sepenting itu Kanaya. Jadi jangan pernah berpikir kalau hidupmu itu seberharga hidupku.” Kenzo memotong ucapan Kanaya. Kenzo membungkukkan badannya dan mendekati Kanaya, “Aku tidak pernah menerima tawar menawar. Jadi, lupakan aja keinginanmu itu. Kamu itu cuma pelengkap, bukan sesuatu yang berharga. Paham?!” “Belum nikah sama kamu aja aku udah mau di bunuh. Gimana kalo aku udah jadi nikah sama kamu. Apa aku juga harus menyetorkan nyawaku pada orang yang membencimu?!” ucap Kanaya cepat. “Ada orang yang mau bunuh kamu? Siapa, Nay?” tanya Ivan. “Tuh, benerkan dugaanku. Pasti ada orang lain di belakang kejadian ini.” Andre senang karena dugaannya benar. “Gak tau. Tapi mungkin ibu tiriku.” Kanaya mengemukakan pendapatnya. “Ibu kamu?” tanya Kenzo sambil sedikit menyipitkan matanya. “Kamu ada bukti, Nay?” tanya Ivan. “Emm,” Kanaya menggeleng. “Jangan fitnah orang kalo itu emang kesalahan kamu. Jangan nya –“ “Aku gak fitnah. Tapi mungkin aja.” Kanaya memotong ucapan Kenzo. “Yang ada di dekat botol minum aku tadi cuma dia. Dan aku belum makan apa pun selain minum, waktu di mobil tadi.” “Lagi pula, mana mungkin aku niat bunuh diri, tapi aku minum air itu sampe habis.” Kenzo dan kedua orang temannya itu hanya diam saja mendengar penuturan Kanaya. Ivan dan Andre melihat ke arah Kenzo seolah sedang menunggu jawaban dari orang yang berkuasa itu. Kenzo pun juga tidak bereaksi apa pun. Dia hanya berdiri menatap Kanaya dengan sorot mata yang tidak bisa diartikan. “Kita ke kantor sekarang,” ucap Kenzo yang langsung berbalik dan meninggalkan kamar Kanaya. “Ken,” panggil Andre yang kemudian segera menyusul langkah kaki sahabatnya itu. “Ken, gimana sama Kanaya. Kayaknya apa yang dia bilang tadi masuk akal deh,” ucap Andre yang kini sudah bisa menyamai langkah kaki Kenzo. “Awasi dia dengan baik. Kalau sampai terjadi apa-apa sama dia, aku jamin kehidupan neraka bakalan datang lebih cepet di hidup kamu.” Andre menghentikan langkah kakinya, “Woy, Bos. Sialan lu!” umpat Andre sambil melihat punggung Kenzo yang semakin menjauh. Ivan yang ikut mendengar ancaman Kenzo langsung menoleh ke belakang untuk menertawakan Andre. Tentu saja tawanya tanpa suara, karena dia tidak ingin mendapat neraka buatan Kenzo juga. Melihat dirinya di ledek oleh Ivan, Andre segera menunjukkan bogem mentahnya ke arah Ivan, sebelum kedua sahabatnya itu pergi menghilang dari hadapannya. Andre membuang napasnya kasar, lalu berbalik lagi ke kamar Kanaya. Kanaya menoleh ke arah pintu saat dia mendengar suara pintu kamarnya terbuka kembali. Dia yang tadinya ingin berbaring, jadi membatalkan niatannya itu dan kembali duduk bersandar. “Kamu masih pusing?” tanya Andre. “Sedikit.” “Kamu harus istirahat dan makan. Isi perutmu kosong. Jangan lupa makan ya.” “Kamu yakin kalo ibu kamu yang –“ “Ibu tiri,” potong Kanaya. “Oh, ibu tiri. Gak aneh sih. Eh, maaf,” ucap Andre sambil menganggukkan kepalanya. “Gak papa, Dok. Tapi keadaan saya gimana, Dok? Apa saya bisa keluar dari sini sekarang? Saya harus kembali ke kampus.” “Gak bisa. Paling gak nanti sore ya. Hari ini kamu di sini dulu. Kamu harus istirahat dan memulihkan lambungmu dulu.” Kanaya mengangguk, “Baik.” Andre melihat ke arah Kanaya. Wanita di hadapannya itu memang memiliki kecantikan alami yang membuat orang tidak bosan melihatnya. Tapi sepanjang dia mengenal Kenzo, wanita polos seperti ini bukanlah wanita idaman Kenzo. Bagi Kenzo, wajah polos seperti yang dimiliki oleh Kanaya adalah wajah penuh kepalsuan. Oleh sebab itu, Kenzo sedikit sulit menemukan pasangan yang cocok dan pas dengan dirinya. “Nay, boleh tanya sesuatu?” ucap Andre yang sedikit mengagetkan Kanaya. Kanaya menoleh ke arah Andre, “Mau tanya apa, Dok?” “Emm ... kamu beneran mau nikah sama Kenzo?” tanya Andre yang sebenarnya tidak perlu dia tanyakan. “Iya.” Kanaya mengangguk. “Kamu yakin bakalan hidup sama dia? Kan dia itu –“ “Apa saya terlihat seperti orang yang punya pilihan, Dok?” potong Kanaya. Andre mengangguk, “Iya juga sih. Tapi ya udah sih, dia itu sebenernya baik. Cuma ya emang orangnya gitu. Beneran ini ya, aku gak boong. Kenzo aslinya orang baik.” Kanaya menatap ke arah Andre dengan pandangan yang datar. Dia tidak mengerti kenapa pria di hadapannya itu tiba-tiba mengatakan itu. Kanaya memilih memalingkan pandangannya saja. Dia sama sekali tidak tertarik dengan apa yang dikatakan Andre tentang Kenzo. Bagi Kanaya, Kenzo bukanlah manusia. Kenzo adalah jelmaan iblis yang merusak hidupnya. Melihat Kanaya seperti terganggu dengan ucapannya, Andre pun merasa tidak enak. Dia segera berdiri dan hendak beranjak pergi. “Ok, kalo gitu saya pergi dulu. Oh ya, jangan lupa makan dan minum yang banyak ya. Biar kesehatan kamu cepat pulih,” pesan Andre sebelum dia pergi meninggalkan Kanaya. “Baik, Dok,” jawab Kanaya datar. “Panggil aku kalo ada yang kamu keluhkan.” Kanaya tidak menjawab. Dia hanya menganggukkan kepalanya, berharap agar Andre segera pergi meninggalkannya. Tidak nyaman rasanya berada satu ruangan bersama dengan orang yang membela Kenzo. Bagi Kanaya, selama merek berteman dengan Kenzo, bearti mereka berasal dari jenis yang sama. Setelah pergi dari rumah sakit, Kenzo langsung kembali meluncur menuju ke kantornya. Dia tidak ingin memikirkan Kanaya yang pagi ini sudah berhasil membuat mood-nya rusak. Namun sayangnya, apa yang disampaikan oleh Kanaya tadi sedikit mengganggu pikirannya. Rasanya tidak mungkin ibu tirinya itu akan membunuh tambang emasnya sendiri, kecuali ada hal lain yang membuat Linda sampai melakukan hal itu. “Kita kembali ke rumah sakit,” perintah Kenzo dari jok belakang. Ivan langsung menoleh, “Balik lagi?” tanyanya kaget sambil kembali konsentrasi menyetir. “Kupingmu tuli?! Kembali sekarang!” “Ish! Rempong banget ni orang,” gerutu Ivan yang segera memutar balik mobilnya. “Kalo gak tega ninggalin ya gak usah di tinggal,” ucap Ivan yang kini kembali menyetir ke arah rumah sakit. “Jangan banyak omong!” Mobil yang dikendarai Ivan segera menuju ke rumah sakit lagi. Meski jarak mereka tadi sudah lumayan jauh, tapi selagi ada perintah dari Kenzo, maka itu harus dilakukan. Kenzo menyuruh Ivan mampir terlebih dahulu ke supermarket, untuk membeli beberapa makanan untuk Kanaya. Kenzo ingin Kanaya segera sembuh, agar rencana pernikahan mereka tidak mundur. Setibanya di kamar perawatan Kanaya, Kenzo kaget melihat ada kehadiran seseorang di tempat itu. Seseorang yang tidak seharusnya tahu di mana Kanaya saat ini berada. “Bu Linda,” panggil Kenzo. Linda menoleh, “Eeh, Kenzo. Kamu mau lihat Kanaya juga?” tanya Linda sambil memamerkan senyum ramahnya. “Ngapain Ibu di sini?” “Mau jenguk Kanaya.” “Gak perlu!” tegas Kenzo. “Gak perlu?!” ulang Linda kaget dengan larangan mendadak Kenzo. Kenzo maju selangkah, “Sebaiknya Ibu pergi ato saya akan laporkan Ibu ke polisi atas tuduhan percobaan pembunuhan ke calon istri saya.” Kenzo menatap tajam ke arah Linda. “Apa kamu bilang?! Kamu jangan sala nuduh ya!” Linda menolak dituduh akan membunuh Kanaya. “Sebaiknya Ibu diam dan jangan banyak bikin ulah. Kalo sampe ada apa-apa sama Kanaya, maka orang itu akan berhadapan sama saya. Paham?!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN