“Kenzo,” panggil Viktor, papa Kenzo.
Kenzo menoleh ke arah ruang tengah. Di sana ada papanya yang sedang duduk bersantai bersama dengan ibu tiri dan adik tirinya.
Kenzo yang tiba di rumahnya setelah dia mengembalikan Kanaya ke rumahnya, segera mendatangi papanya dan duduk di sofa single yang ada di sana. Tatapan mata Kenzo langsung terarah pada sang adik tiri, pembuat hidupnya kacau karena harus mengurusi Kanaya.
“Ken, gimana perkembangannya? Katamu semua akan beres,” tanya Viktor.
“Semua akan selesai tepat waktu, Pa. Perempuan itu akan segera membersihkan lagi nama baik keluarga kita dan mencabut tuntutannya,” jawab Kenzo.
“Kamu yakin itu akan dilakukan sama si perempuan sialan itu?” tanya Diana seperti hendak meminta jaminan.
“Hem. Lihat saja nanti. Tapi –“ Kenzo menggantung kalimatnya.
“Tapi apa?” tanya Viktor ingin tahu.
“Kenzo akan menikahinya minggu depan.”
“Apa?! Kamu akan menikah sama perempuan pembuat onar itu? Ken, apa kamu udah gila?!” Viktor langsung protes karena dia tidak mau calon penerus keluarganya menikahi perempuan tidak jelas keturunannya seperti Kanaya.
“Ken, kamu kalo nyari solusi itu dipikir dulu. Emang gak ada cara lain selain nikahin dia?” Diana ikut mengungkapkan rasa tidak setujunya.
“Ck, aku udah bisa nebak, pasti itu yang akan dia lakukan. Murahan!” cibir Dilan.
“Diam kamu, b******k! Kalo kamu bilang caraku murahan, kenapa gak kamu sendiri yang bersihkan nama keluarga yang udah kamu coreng hah! Dasar tukang bikin onar!” Kenzo membalas umpatan adik tirinya.
“Jaga ucapan kamu! Itu se –“
“Udah, diam kalian!” bentak Viktor sebelum perang adu mulut terjadi lagi di antara kedua putranya yang tidak pernah akur itu.
Viktor menggeser sedikit posisi duduknya, “Ken, coba kamu ceritakan ke papa, apa sebenernya rencana kamu. Kenapa kamu harus menikahi dia. Papa yakin kamu pasti punya alasan.” Viktor berharap agar Kenzo bisa menjelaskan semua rencananya.
Kenzo menarik napas panjang lalu duduk bersandar. Dia melipat kakinya dan melihat ke arah Dilan dan Diana secara bergantian.
Dilan yang selalu dipandang sebelah mata oleh papanya, menjadi kian geram pada kakaknya. Kalau saja dia diizinkan membereskan masalah ini sendiri, pasti dia akan membuat solusi lebih baik. Tapi sayangnya, kepercayaan Viktor selalu lebih besar ke Kenzo dalam segala hal baik di rumah ataupun di perusahaan.
“Ini adalah cara paling cepat untuk memulihkan nama baik keluarga dan juga tekanan perusahaan. Dengan menikahi perempuan itu, maka semua orang akan kembali melihat keluarga kita menjadi keluarga yang sangat peduli akan nasibnya.”
“Lagi pula, ada kabar katanya dia tinggal bersama ibu dan adik tiri yang tidak menyukainya juga. Jadi ini akan semakin mendukung keadaan. Keluarga Sagala bertanggung jawab pada hidup Kanaya setelah ayahnya meninggal. Itu tajuk berita yang akan beredar,” lanjut Kenzo.
Viktor tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Dia mulai mengerti maksud rencana putranya itu yang terdengar sedikit ekstrim.
Mendengar Kenzo akan segera menikah, Diana langsung menjadi resah. Bukan tentang siapa menantunya, tepi hal ini akan membuat posisinya di rumah ini sedikit terancam.
Kalau Kenzo menikahi, bearti posisi Kenzo sebagai calon penerus utama perusahaan akan segera di kukuhkan. Dan itu berarti Dilan, putranya dari Viktor, akan semakin jauh tertinggal di belakang sang putra mahkota.
“Pa, apa gak bisa pake rencana lain? Mama takut kalo nanti akan ada omongan gak enak di antara para pemegang saham. Kan Ma –“
“Tau apa kamu soal pemegang saham!” potong Kenzo.
“Kenzo! Yang sopan ke mamamu!”
“Dia bukan Mama Kenzo, Pa. Dia gak akan pernah jadi Mama Kenzo!” tolak Kenzo tegas sambil menatap tajam ke arah papanya.
“Sudah, jangan ribut lagi masalah ini.” Viktor segera mengakhiri perselisihan.
“Ma, apa yang direncanakan sama Kenzo ini udah bagus, Ma. Kalau nanti Kenzo menunjukkan sikap empati di depan semua media, pasti dukungan akan kembali ke kita. Nama baik keluarga kita akan pulih dan kita akan dipuji karena menjadi keluarga yang peduli akan nasib keluarga korban. Dan pastinya, itu akan sangat menguntungkan kita. Bener gitu kan, Ken?”
“Bener, Pa. Itu maksud Ken.”
“Ngeliat tampangnya, dia keliatan polos. Tapi apa kamu udah pastikan kalo dia sepolos itu? Inget, dia adalah dosen. Pasti dia juga orang yang cerdas dan bisa jadi dia pembangkang yang akan menyulitkan kita dikemudian hari.” Dilan ikut menuntut jaminan hidupnya setelah ini akan aman.
“Aku udah urus semuanya. Gak usah sok peduli!”
“Kalo dia bersedia nikah sama kamu, apa gak lebih baik dia disuruh nikah aja ama Dilan. Bukankah itu akan lebih bagus lagi?” usul Diana.
Kenzo melirik tajam ke Diana, “Kalo itu mudah, kenapa gak kalian lakukan sendiri sejak awal. Kenapa harus bersembunyi di belakang papa dan nyuruh Ken selesaikan semuanya?!”
“Ma, rencana Kenzo udah pas. Kalo dia nanti nikahnya sama Dilan, bakalan ada banyak pertanyaan ato bahkan kejanggalan. Udahlah, kamu percaya aja ama Kenzo, dia belum pernah mengecewakan Papa.” Viktor terus mendukung rencana putranya.
Diana makin kesal karena Viktor makin membela Kenzo. Sejak kejadian ini, dia sedikit susah mendapatkan kepercayaan suaminya lagi.
“Sampai kapan pernikahan kalian? Kamu gak berharap akan menikahi dia selamanya kan?” tanya Diana lagi.
“Iya, sepertinya ini juga harus di rencanakan, Ken.” Kali ini Viktor setuju pada istrinya.
“Rencana kamu harus matang. Mama gak mau berdiri di samping dia di depan publik terlalu lama. Malu punya menantu gak jelas kayak dia.”
“Tapi dia cantik, Ma. Mungkin nanti anak dingin Papa ini bisa jatuh cinta kalo kelamaan idup bareng,” celetuk Dilan sambil tersenyum.
“b******k!” Kenzo mengepalkan tangannya dan bersiap berdiri hendak menghajar adik tirinya.
“Kenzo, duduk! Dilan, mending kamu diem! Kamu itu terus aja bikin ulah. Harusnya kamu bisa kayak kakakmu. Belajar kayak Kenzo!” Viktor kembali melerai dan membandingkan kedua putranya.
“Ken, pernikahan kalian sampai kapan?” tanya Viktor.
Kenzo menatap papanya, “Pa, tolong percaya Kenzo. Biarkan Kenzo memikirkan satu persatu. Yang penting sekarang, kita bersiap ke pernikahan ini dulu. Setelah itu, akan Kenzo pikirkan lagi bagaimana caranya bercerai. Kenzo juga gak mau Pa, terikat sama perempuan sialan itu selamanya!”
“Semua gara-gara dia. Pembuat rusuh dan tidak bertanggung jawab kesayangan Tante Diana!” tegas Kenzo sambil menunjuk Dilan dengan sorot matanya yang tajam.
“Itu gak disengaja! Kamu gak bisa nyalahin Dilan sepenuhnya!” Diana membela putra kesayangannya.
“Menyetir dalam keadaan mabuk itu bukan kesalahan? Dari situ saja dia udah salah. Malah ditambah dengan nabrak orang sampe mati. Dan bisanya cuma berlindung di balakang Papa. Kalo dia memang laki-laki, dia harusnya bisa bertanggung jawab dan menyelesaikan semuanya sendiri!”
“Ken! Yang sopan kalo bicara dengan Mamamu.”
“Sudah Ken bilang, dia bukan mama Ken, Pa. Mama Ken udah meninggal!”
Kenzo melihat ke arah Diana dan Dilan, “Keturunan emang gak pernah salah. Ibunya pembunuh ... anaknya juga jadi pembunuh," lanjut Kenzo.
“Ken!” bentak Viktor.
Kenzo tidak memedulikan bentakan papanya. Dia segera berdiri dan pergi meninggalkan ruang tengah rumahnya.
Berlama-lama berinteraksi dengan Diana dan Dilan membuatnya gerah. Emosinya selalu naik, melihat dua orang asing yang dipungut papanya beberapa tahun silam.
“Ken, kamu mau ke mana? Kita belum selesai,” panggil Viktor saat melihat putra sulungnya melenggang pergi.