Sepanjang malam, Regan hanya bisa menatap langit-langit kamarnya. Gelap. Sunyi. Tapi pikirannya riuh, kacau, seakan ribuan suara bertabrakan di dalam kepalanya. Alora hamil. Fakta itu terus berputar dalam benaknya seperti kaset rusak. Matanya perih, susah sekali terpejam, napasnya berat, sementara dadanya sesak. Dia sudah menunggu cukup lama. Terlalu lama. Jangan sampai Alora gagal bercerai. Regan bangkit dari tempat tidur, duduk di tepi ranjang sambil meremas wajahnya dengan kedua tangan. d**a bergemuruh, pikiran terus berkelana, semuanya membuatnya frustasi. “Permintaannya gak sulit. Cuma … kalau bisa buat suaminya setuju cerai tanpa usik harta bawaan, itu lebih enak lagi.” “Saranku, dia ngobrol masalah ini. Tapi kalau dilihat, kayaknya dia udah gak mau ketemu sama suaminya.” Per