“Ayah bahas apa sampai dia nangis kayak gitu?” suara Mama Laudya nyaris bergetar. Panik dan penasaran bercampur menjadi satu, membuat langkahnya tak tenang, mondar-mandir di depan pintu kamar yang baru saja tertutup. Regan baru saja menyuruh semua orang keluar. Hanya dia yang diizinkan menenangkan Alora. Tapi suara tangisan gadis itu… terlalu melengking di telinga. “Emangnya aku bisa ngapain dia?” sahut Kakek Joe, terdengar santai. Tapi itu hanya kelihatan di luar. Tak ada yang tahu kalau saat pintu terbuka tadi, pria tua itu sempat panik. Ia buru-buru menghapus air matanya sendiri—air mata yang sudah lama tak tumpah, namun kali ini pecah karena penyesalan yang bertahun-tahun dipendam. “Mereka sudah dewasa, kenapa kita perlu ikut campur. Dia juga belum pulih dari trauma. Ayah tolong