“Mas, aku mau tengok Jasmine boleh?” pinta Amara dengan tatap penuh harap. “Aku mau minta maaf sama dia. Kita mau pergi jauh, tapi aku belum pernah tengok rumah istirahat anakku.” Evan menghela napas. Sepasang mata bening istrinya itu sudah penuh dengan air dan siap menetes kapan saja. Dia duduk di sisi ranjang dimana Amara duduk bersandar. “Jasmine udah tenang. Dia masih murni, kembalinya pasti ke surga. Itu satu-satunya rumah Jasmine. Jangan ditangisi.” Amara memeluk erat suaminya. Tangisnya tumpah. Evan benar. Jasmine pasti kembali ke surga. Tapi sekian bulan bersama dan tiba-tiba anak itu dipaksa kembali pada Yang Kuasa tetap saja meninggalkan lubang tak kasat mata di hati Amara. “Aku mau tengok dia sebelum kita berangkat. Boleh ya?” Evan mengelus lembut kepala istrinya, meredakan