Orang bilang, waktu akan menyembuhkan semua luka. Tapi nyatanya, waktu tak selalu bisa menghilangkan bekasnya. Setipis apapun, bekas itu akan selalu ada. Terlebih jika luka itu pernah menggores dalam. Baik Evan maupun Amara membawa luka hatinya masing-masing. Jikalau pun keduanya terlihat begitu tenang, itu hanya karena mereka tak ingin orang lain bersusah hati dengan kesedihan yang mereka tampakkan. “Ara, kenapa?” Evan meletakkan tasnya dengan panik di lantai saat didapatinya Amara duduk di sofa sambil menangis. “Mas Evan,” Amara mengangkat wajahnya. Ia bahkan tak menyadari suaminya masuk tadi. “Mas sudah pulang,” ia menghapus air matanya. “Kenapa?” Evan duduk di sisinya dan kembali bertanya. Amara hanya menggeleng pelan. “Ara, kalau memang gak ada apa-apa kenapa menangis?” “Aku