“Mas.” “Hmmm.” “Mau terapi lagi?” “Hmmm.” “Biar gak mimpi buruk lagi.” “Kamu gak malu?” “Malu kenapa?” “Punya suami PTSD.” “Bisa sembuh kok. Terapi ya. Aku temenin.” Evan memejamkan matanya. Dia pun tak ingin dihantui masa lalunya. Ingin bisa percaya lagi pada orang. Karena itu dulu ia menemui psikolog pada masa awal karirnya sebagai dosen, ketika keuangannya sudah lebih stabil. Tapi kemudian, ayahnya kembali hanya untuk merecoki hidupnya. Meminta uang secara rutin. Dan pandangan Evan tentang keluarga pun kembali memburuk. Ia menghentikan terapi yang baginya tak mengubah apapun. “Aku gak ingin lihat Mas Evan mimpi buruk terus.” Evan mengelus lembut punggung istrinya. Ia tahu Amara dan keluarganya tulus padanya. Tapi ia takut suatu hari nanti semua berubah dan ia kembali harus