Jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam lewat, tapi Amara masih duduk di depan laptopnya. Dia berusaha mempelajari ulang semuanya agar bisa melalui ujiannya dengan baik. “Istirahat, Ra. Sudah malam. Nanti malah drop kalau caramu belajar begitu. Kan kamu sendiri yang nulis semuanya, harusnya gak perlu ngoyo sampai malam begitu.” Amara menghela napas. Suaminya memang benar. Tapi entah kenapa ia benar-benar nervous. “Mas, Mas Evan gak usah dateng ya, kalau aku ujian nanti.” “Kenapa?” “Takut grogi lalu ngeblank. Kalau wisuda saja datengnya.” “Iya. Istirahat dulu. Yang penting kerangka tulisanmu kamu ingat betul, dan logika berpikirnya runtut. Teori-teori pendukungnya juga kuat, jadi tulisanmu gak gampang dicari celah buat diobok-obok.” Amara menatap suaminya tanpa berkedip. “Mas