9. Jaga Marwah Mu Sebagai Istriku

833 Kata
Suara kicauan burung terdengar saat matanya terbuka. Olivia terperanjat kaget. Memastikan tubuhnya tidak ada yang terluka atau terjadi sesuatu. Tenyata tidak ada yang aneh dan tubuhnya masih berpakaian lengkap. Pria itu semalam membawanya masuk ke dalam kamar dan dia pingsan lagi hingga tertidur semalaman. Matanya terasa gatal dan ia mengucek nya. Ketika membuka matanya, Olivia sangat kaget saat melihat pria itu ternyata tidur disampingnya. ‘Tidak mungkin!’ pekiknya. Semalam apakah pria itu melakukan sesuatu padanya. Ia mengecek keadaannya lagi dan semuanya baik-baik saja. Tubuhnya juga tidak ada yang terasa aneh atau ada sesuatu jejak yang ditinggalkan disana. Tiba-tiba saja tubuh pria itu bergerak. Wajahnya terlihat saat berpaling ke arahnya. Wajah polos seorang pria yang usianya terpaut jauh dengannya. Ia pikir usia tuanya sesuai dengan wajah yang sering dibayangkan olehnya. Itulah mengapa dia memilih pergi. Tapi … Ia menangis setelah teringat kedua orang tuanya, setelah hari pernikahan itu, mereka tidak lagi sama. Ayahnya meninggal dunia, ibunya mengalami depresi akibat kehilangan ayah yang secara tiba-tiba. Karena sebelum dibawa ke rumah sakit, ibunya berkata bahwa ayahnya sangat sehat dan memandang dengan teduh saat dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Ia menangis, menimbulkan suara yang cukup berisik. Isaknya membuat pria disampingnya terbangun. Pria itu membuka matanya. “Sudah pagi ternyata,” ucapnya lirih sambil menguap. Menelisik wajahnya yang memalingkan muka ketika tahu sudah terbangun. Pria itu sepertinya penasaran dengan suara tangis yang terdengar di kamar ini. “Aku tidak melakukan apa-apa semalam. Jangan takut atau merasa kehilangan sesuatu yang berharga dalam dirimu. Semalam kamu pingsan lagi,” ujarnya dengan santai. Pria itu bangkit dari tidurnya dan menguap sambil membuka jendela kamar ini. Suara kicau burung yang kemudian berubah menjadi beterbangan setelah jendela ini dibuka. “Aku mau kamu mandi dan kita sarapan bersama. Adik-adikmu harus sekolah. Mereka bilang ingin segera masuk sekolah dan semua perlengkapan sekolahnya sudah dibawa dari rumah kalian. Jadi … silakan kamu bangunkan mereka. Hidup harus terus berlanjut,” ucapnya seraya mengayunkan tangan seperti gerakan senam pagi. Olivia tertegun mendengarnya. Ia segera bangkit dan berjalan keluar tapi pria itu menahan tangannya. Gadis itu terkejut dan menepis kasar tangan pria yang katanya telah menikahinya itu. “Sebelum pergi, aku ingin memberitahu padamu. Besok aku akan keluar kota selama tiga hari. Kamu dan adikmu akan selalu berada disini. Ini rumah kalian, jadi aku minta sama kamu, istriku yang cantik, jaga diri dan marwah mu sebagai istriku,” Olivia diam saja, dia menundukkan kepalanya karena jengah dan merasa dia bukan siapa-siapa pria itu. Melihatnya diam saja, pria itu memicingkan matanya. Lalu berjalan ke arah lemari dan membukanya. "Kita menikah secara resmi. Tidak ada yang dibatalkan, jadi aku resmi suamimu. Meski kamu diam saja dan tidak tahu menahu mengenai pernikahan itu, nanti kamu bisa tonton videonya saat aku mengucapkan ikrar di depan ibumu, para penghulu, para saksi dan juga para tamu undangan lainnya," katanya secara detail. Tapi sekali lagi, pria itu menyodorkan lagi buku pernikahan mereka. “Aku yang akan menyimpannya baik-baik sebagai bukti bahwa aku menikahimu secara sah,” ucapnya lagi. Olivia langsung keluar dari kamar dan mencari kamar dimana kedua adiknya berada. “Mereka berada di kamar paling ujung,” Pria itu datang lagi padanya dan merangkul pinggangnya. Sontak Olivia kaget dan mendorong tubuh pria itu secara reflek. Bruk!!! Tubuh pria itu tepat mengenai sebuah kursi dan menimbulkan suara yang cukup gaduh. “Aku tidak menyangka kamu bisa secepat ini menangkis tanganku,” kelakarnya. Tidak berapa lama, Rena dan juga Bayu keluar dari sebuah kamar yang berada di kamar yang paling ujung. Mereka memeluk kakaknya dan saling berpandangan. Edward tentu saja merasa kikuk karena keduanya melihat secara keheranan ke arahnya. Setelah beberapa jam kemudian, suasana rumah tampak lengang. Olivia mendatangi kamar kedua adiknya. Mereka berdua sedang bersekolah. Rumah tampak sunyi karena pemiliknya sedang pergi. Ia sendiri dan sedang bingung mau pergi dari rumah ini untuk menjenguk keadaan ibunya tapi tidak tahu harus naik apa dan kemana. Alamat rumah ini pun sama sekali dia tidak tahu. Terpaksa hanya duduk saja sepanjang setengah hari sampai akhirnya kedua adiknya pulang dari sekolah. “Kak, Kakak kenapa? Kok menangis?” Olivia mengusap air matanya. Lalu menggelengkan kepalanya. “Kakak ingat ayah, Yu,” “Ayah meninggal, dan ibu jadi stress. Itu semua kata Budhe gara-gara kakak,” ujar Bayu sambil berjalan jauh darinya. “Yu, kamu nggak boleh ngomong begitu!” timpal Rena yang duduk sambil melepas sepatunya. Rena memandangnya, lalu mendekatinya dan berusaha untuk menghiburnya. “Ren, yang dikatakan Bayu benar. Kakak penyebab semuanya,” ujar Olivia dengan tangis yang tertahan. ** Suara pintu dibuka terdengar saat dia sedang duduk merenung. Pria itu pulang dan tersenyum saat melihatnya tengah duduk dalam diam. “Ada kerabatmu datang. Ayo, turun ke bawah dan temui mereka!” ucapnya. Pria itu baru pulang. Langsung menarik tangannya dan menuntunnya turun dari kamar ini. Di lantai bawah ternyata ada Budhe Nani dan juga Budhe Setyowati serta Pakdhe Broto yang merupakan suami dari Budhe Nani. Mereka tampak sinis memandangnya. Berdiri dengan wajah kurang suka dan membuatnya tersenyum tipis tapi tak disambut dengan balasan senyuman yang sama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN