5. Ya Allah

836 Kata
Kicau burung terdengar merdu bahkan saling bersahutan. Semilir angin berhembus membuat hawa sejuk menghiasi suasana yang sedang riuh di antara kesibukan. Hari pernikahan tiba, setiap sudut rumah besar sudah dihias sedemikian rupa. Mereka yang sedang bersiap-siap akan melangsungkan pernikahan, mulai beraktifitas sejak jam empat pagi. Begitu juga dengan Olivia yang sudah harus bersiap ketika MUA datang untuk merias wajahnya. Ia dibangunkan ibunya. Tapi tak ada suara menyahut panggilannya. Bu Fatih mengetuk pintu kamar Olivia. Secara kebetulan ada seorang tamu yang datang dari jauh. Mereka masih termasuk kerabat dekatnya. “Mbakyu, maaf kami baru datang. Mas Darus katanya sakit, ya?” “Iya, bahkan sekarang berada di rumah sakit,” “Ya Allah, kami akan kesana setelah acara ijab kabul selesai,” Bu Fatih mengangguk dan mempersilakan mereka untuk duduk dan melepas lelah di kamar yang kosong. Tapi rupanya mereka akan berisitirahat di hotel saja katanya. Bu Fatih mengetuk pintu kamar Olivia lagi. Tak lama setelahnya putrinya keluar dalam keadaan wajah yang masih mengantuk. “Oliv, periasnya sudah datang. Kamu lekas bersiap-siap, ya?” Olivia hanya diam saja. Matanya berkantung tebal di bagian bawah kelopak matanya. Ia menguap lebar dan berdiri sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Kegelisahan sejak semalam dirasakannya. Olivia pasrah tapi jiwanya tak tenang. Ia diminta mandi lalu masuk ke kamarnya setelah para perias telah siap dengan alat-alat kosmetiknya. Ia mandi tapi melamun lebih dulu di dalam kamar mandi. Hanya sebentar saja dia mengguyur tubuhnya dan langsung berpakaian dengan cepat. Di kamarnya banyak yang sudah menunggu. Mereka, orang-orang yang akan merias dirinya. Olivia duduk dengan perlahan. Para perias melakukan tugasnya dengan baik dan selesai sekitar satu jam sesudahnya. Olivia tidak ingin bercermin, melihat dirinya yang berubah atau tidak. Ia hanya fokus pada pikirannya tentang pernikahan ini. Hatinya tidak tenang, merasa gundah dan gelisah. Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi ketika sinar matahari mulai merangkak naik. Tamu undangan mulai berdatangan, memenuhi ruangan dengan tawa dan canda. Namun, di balik hingar bingar pesta, Olivia merasa sangat gelisah. Ia mondar-mandir di kamar, pikirannya kacau. Saatnya tiba untuk menuju ke mimbar pernikahan. Dengan langkah gontai, Olivia berjalan menuju ruangan utama. Ia melirik ke arah cermin, melihat sosok dirinya yang pucat pasi. Dalam hati, ia berteriak sekuat tenaga, "Aku tidak mau! Aku tidak mau menikah dengannya!" Namun, rasa takut akan reaksi keluarganya membuatnya terdiam. Ia tidak ingin mengecewakan ibunya yang sudah berjuang keras untuknya. Tiba-tiba, sebuah ide gila terlintas di benaknya. Ia ingat pernah membaca tentang seorang gadis yang kabur dari pernikahannya. Dengan cepat, ia mencari kesempatan untuk melarikan diri. Saat para tamu sibuk dengan acara resepsi, Olivia diam-diam keluar dari rumah melalui pintu belakang. Dengan napas terengah-engah, Olivia berlari sekencang mungkin. Ia tidak tahu harus ke mana, yang penting ia harus jauh dari sini. Ia berlari melewati jalan-jalan yang ramai, melewati taman-taman, hingga akhirnya sampai di sebuah stasiun kereta. Di stasiun, Olivia membeli tiket kereta tujuan kota terdekat. Ia duduk di bangku tunggu, jantungnya masih berdebar kencang. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, namun ia merasa lega karena akhirnya bisa bebas. ** “Oliv, pengantin pria nya sudah datang. Ayo, keluar, buka pintunya, Sayang!” Bu Fatih mengetuk pintunya. Tapi tiba-tiba, putra ketiganya muncul dari balik kamarnya. Dia kehilangan celengannya. “Bu, celenganku yang bentuk ayam jago hilang,” ucapnya. “Mungkin terselip,” jawab Bu Fatih sambil mengetuk pintu kamar putri sulungnya. “Nggak, Bu. Bayu sudah cari kemana-mana, nggak ada juga,” Bu Fatih memberikan Bayu uang dan menyuruhnya untuk diam. Putri keduanya muncul dengan mengenakan kebaya. Rena terlihat cantik. “Bu, Mbak Olivia mana kok nggak keluar-keluar?” “Lagi ibu ketuk ini pintunya,” ujar Bu Fatih mulai merasa cemas. Pikirannya mulai gelisah, karena Olivia tidak kunjung keluar dan pintunya tidak dikunci. Ia berkeliling melihat kamar Olivia kosong dan tidak ada siapapun. Tangannya mulai berkeringat. Pikirannya tak menentu. Jantungnya berdebar. Yang ditakutkannya sepertinya terjadi lagi. “Mbak Oliv!” Rena memanggil kakaknya, mencari keberadaan Olivia yang tidak terlihat dimanapun. Bu Fatih tiba-tiba jatuh pingsan. Rena memekik melihat ibunya terjatuh. “Tolong! Tolong ibu pingsan,” Rena berteriak memanggil kerabatnya dan siapa saja yang bisa menolongnya memapah ibunya ke atas tempat tidur. "Ya Allah, Mbakyu, kamu kenapa? Rena, ibumu kenapa?" "Mbak Oliv pergi dan ibu langsung pingsan," "Oliv kemana? Ya ampun!" Beberapa orang datang berkerumun ingin mencari tahu apa yang terjadi. Mereka berdecak menyayangkan penyebab Bu Fatih jatuh pingsan. Beberapa orang mulai mencari, berharap jika Olivia hanya pergi ke kamar kecil atau ke warung sebentar. Bu Fatih belum sadar juga ketika orang-orang mulai ribut karena Olivia sang pengantin wanita benar-benar tidak ada. "Bu ... Oliv menghilang," ucap seseorang sambil mengusap tangan Bu Fatih. Bu Fatih yang baru sadar langsung menitikkan air mata, menangis histeris memanggil nama Olivia. Rena merasa kasihan, dia berdiri dan memandang ke arah tempat duduk yang akan menjadi tempat kakaknya melakukan ijab kabul. "Rena, ambilkan air minum. Ibumu harus ditenangkan, jangan melamun ayo bantu menyadarkan ibumu!" Rena mengangguk dan keluar dari kamar kakaknya. Di luar kamar ternyata seseorang telah berdiri sambil menatapnya keheranan. Orang itu bertanya padanya, "Kakakmu mana?" tanyanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN