Olivia menghilang, semua bingung mencari. Lalu terdengar kabar bahwa Ayahnya Olivia kritis.
"Ayah!" pekik Bu Fatih.
Mereka langsung ke rumah sakit dan melihat kondisi terkini pak Darus yang tengah kritis. Tak lama Ayahnya Olivia akhirnya meninggal dunia.
"Ayah!"
Jerit tangis memenuhi seisi ruangan. Edward segera menghubungi beberapa orang suruhannya untuk segera mencari keberadaan Olivia.
Sementara itu, Olivia yang mendengar kabar ayahnya meninggal langsung berlari menuju ke dalam rumah sakit.
Dia menangis dan berteriak memanggil Ayahnya. Ibunya melotot melihat putrinya telah kembali dan menyaksikan bagaimana Ayahnya telah terbujur kaku.
"Ayah, jangan tinggalkan Oliv. Maafkan Oliv, Yah!"
Edward melihat Olivia dan memegang tangannya. "Hai, gadis kecilku. Akhirnya kamu kembali. Kita harus segera menikah, di depan jasad Ayahmu?"
Olivia terhenyak, dia memohon untuk tidak melakukan ini karena ia butuh waktu.
Edward meminta ijin pada seluruh anggota keluarga dan semuanya setuju jika mereka menikah di depan jasad sang Ayahanda.
"Liv, menikahlah!" ucap yang lain.
Edward tersenyum penuh kemenangan. Semua dipersiapkan termasuk penghulu didatangkan dan akhirnya mereka benar-benar menikah.
Olivia terisak, ia sedih kehilangan ayahnya. Ibunya hanya diam dan terus mengeluarkan air mata.
Edward mengucapkan ijab kabul dengan lantang. Tekadnya sudah bulat untuk menikahi Olivia. Apapun yang terjadi gadis itu harus dia nikahi.
Seorang paman Olivia mengucapkan ijab kabul untuk keponakannya. “Saya nikahkan engkau ananda Edward Mareza bin Yosep Mareza dengan Olivia Zalianty binti Darus, dengan mas kawin berupa uang sebesar seratus juta rupiah dibayar tunai."
Edward mengambil napas dalam-dalam, lalu memejamkan matanya sejenak dan mengucapkan ikrar untuk pernikahannya.
"Saya terima nikah dan kawinnya Olivia Zalianty binti Darus dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
“Sah?”
“Sahhhhhhhh!!!!”
“Alhamdulillah,”
Bu Fatih jatuh pingsan saat semuanya selesai. Sedangkan Edward, dia menghubungi orang-orangnya untuk mengurus jenazah Ayah Olivia.
Wajah Olivia berurai air mata, penuh kesedihan luar biasa. Ia memeluk jenazah Ayahnya. Beberapa orang melarangnya kerena takut air matanya jatuh membasahi tubuh jenazah sang Ayah.
"Ikhlaskan Ayahmu. Masih ada ibu dan kedua adikmu,"
"Budhe, Oliv salah, Budhe. Oliv nggak mau Ayah pergi!" tuturnya dengan penuh penyesalan.
"Tabahkan hatimu, jangan terus berlarut dalam penyesalan. Ibumu pingsan di dalam, ayo tengok dan tenangkan hatinya!"
Edward memandangi wajah polos Olivia dan dengan semua kuasanya, Edward mulai sibuk mengatur beberapa urusan untuk pemakaman Ayah mertuanya.
**
Isak tangis memenuhi ruangan, Olivia duduk dalam diam dan menyaksikan bagaimana jenazah Ayahnya kini terbujur kaku dan terbungkus kain kafan.
"Liv, ibumu masih ada di kamarnya. Coba bujuk agar segera keluar dan tidak terus menerus menyendiri. Jenazah Ayahmu akan segera dimakamkan,"
Olivia melangkah menuju ke kamar ibunya. Disana ibunya tengah meratapi kematian Ayahnya.
"Semua ini salahmu, Liv," tuduh ibunya.
Olivia merasa terkejut. "Bu, maafkan Oliv. Tapi Oliv sudah menikah, dan ..."
"... ayahmu meninggal, Ayahmu meninggalkan ibu yang tidak bisa mengatur semuanya dengan baik. Ibu masih butuh Ayah, ibu tidak bisa hidup tanpa Ayah!"
Tangisnya tak terbendung, ibunya menjerit membuat Olivia terkejut. Bahkan karena terlampau lama akhirnya jenazah Ayahnya tetap dikebumikan tanpa kehadiran ibunya.
Setelah pulang dari pemakaman, Edward menggandeng Olivia. "Ayo, ke rumah sakit!"
"Mau apa?"
Edward diam saja, pria itu begitu tegas dalam bersikap. Olivia bergidik ngeri. Beberapa anggota keluarga melempar pandangan kebencian padanya saat tiba di depan sebuah kamar.
"Ibu mana, Ren?" tanya Olivia.
Rena yang semula akan menjawab pertanyaan kakaknya malah disuruh diam oleh budhenya.
"Ren, sebaiknya kamu dan Bayu pulang saja. Biar di sini budhe yang akan mengurus semuanya,"
Rena diam saja tapi Bayu langsung menarik tangan Rena untuk diajaknya pergi keluar dari ruangan.
Olivia terkejut dengan perubahan suasana hati kerabat keluarga ibunya. Ia belum tahu tentang keadaan ibunya sekarang.
Hingga, Edward kemudian mengajaknya masuk ke sebuah ruangan di mana dia mendengar jeritan seseorang.
Ia baru menyadari jika yang menjerit itu adalah ibunya. "Ibu? Ibu kenapa?" tanyanya.
Semua yang mendengar ucapannya hanya menatapnya secara sinis dan berbisik seolah mengatakan sesuatu yang buruk tentang dirinya.
Olivia benar-benar tidak tahu dan ketika seorang dokter datang untuk mengatakan hal yang membuatnya sangat terkejut.
"Bu Fatih mengalami guncangan yang begitu hebat sehingga menyebabkan dirinya tidak sadar dan terus-menerus menjadi memanggil suaminya,"
Olivia melongo tidak percaya. Ia melihat ke dalam ruangan dan menyaksikan bagaimana ibunya terlihat berantakan dan diikat bagian tangan serta kakinya.
"Ibu!!!"
Ibunya tidak mendengar atau pun berhenti berteriak karena seruan Olivia tidak membuatnya diam.
Olivia menangis dan bersujud minta maaf atas apa yang dilakukannya. "Bu, maafkan Oliv. Maafkan perbuatan Oliv, semua salah Oliv, Bu," sesalnya.
Semua yang mendengar hanya diam. Bahkan setengah berteriak, seseorang meminta Edward untuk membawanya pergi.
"Nak Edward, dia sudah menjadi milikmu, sekarang bawa Oliv pergi dan jangan sampai kamu mengusirnya!"
"Budhe! Budhe tega mengatakan itu, Oliv sudah minta maaf, tolong budhe jangan mengatakan Oliv akan diusir," ucapnya.
Edward langsung memeluk tubuh kecil Olivia dan mengajaknya keluar. Suasana tampak tegang dan penuh air mata.
Rena dan Bayu ternyata tidak pulang, mereka masih ada di depan ruangan dan menyaksikan bagaimana kakak mereka tertuduh dan dipandang penuh kebencian.