Enam

1232 Kata
Reyhan melangkahkan kakinya memasuki halaman rumah Mr. Jo yang cukup luas. Dari kejauhan, ia melihat Mr. Jo yang sedang sibuk menyirami tanamannya. Dengan segera, ia langsung melangkah menghampirinya. “Selamat siang, Mr. Jo,” sapa Reyhan dengan raut wajah yang datar seperti biasanya. Mr. Jo menoleh terkejut, “Eh, Presdir. Ada apa?” tanyanya dengan wajah yang sumringah. Mr. Jo memang terkenal ramah dan murah senyum. Tak heran jika banyak orang yang menyukainya. Selain itu, dia juga sangat dermawan dan suka membantu orang lain. “Ada yang ingin ku bicarakan,” ucap Reyhan. “Ah, baiklah. Kau tunggu di sana dulu. Aku akan meletakkan pot siram ini,” suruhnya sambil menunjuk kursi yang berada di teras rumahnya. Reyhan menurut. Ia lantas berjalan ke teras rumah Mr. Jo, lalu mendudukkan dirinya di kursi di atas kursi rotan. Beberapa menit kemudian, Mr. Jo datang menghampirinya dengan membawa nampan yang berisi dua gelas minuman. “Minumlah dulu,” suruhnya sambil mendudukkan dirinya di kursi depan Reyhan. Setelah menyeruput sedikit minumannya, Reyhan meletakkan gelas tersebut di meja kembali. Lalu memulai pembicaraannya dengan Mr. Jo. “Kapan kau kembali ke Paris?” tanya Reyhan. “Dua hari lagi. Kenapa?” “Apa kau masih kembali ke Indonesia?” tanyanya lagi. Yang berhasil membuat Mr. Jo langsung menghembuskan napasnya kasar. “Sejujurnya aku juga masih bingung. Sebentar lagi aku akan memiliki cucu, dan istriku meminta untuk menetap di Paris saja. Anak- anakku juga melarangku kembali ke sini lagi. Tapi aku juga tidak bisa meninggalkan Heaven, sebelum aku menemukan pengganti yang pas,” jelasnya. “Bagaimana dengan muridmu itu?” “Sebenarnya dia sangat hebat dan sangat berpotensi untuk menggantikan posisiku, tapi ...” Mr. Jo menggantung ucapannya, dan berhasil membuat Reyhan penasaran. “Tapi aku tidak bisa memaksanya. Dia sudah memiliki pekerjaan sendiri di Paris. Dia datang ke sini juga atas paksaan dariku. Jadi aku tidak bisa menahannya lebih lama,” sambungnya. Reyhan menghela napasnya. Tujuannya ke sini memang ingin meminta kepastian pada Mr. Jo. Jika Mr. Jo tidak bisa kembali ke Indonesia, Reyhan ingin meminta bantuan pada Mr. Jo untuk membujuk Aurora. “Kenapa? Apa kau menginginkan wanita itu untuk menggantikan posisiku?” Tanpa ragu, Reyhan pun langsung menganggukkan kepalanya. Namun Mr. Jo malah tertawa. “Tidak semudah itu. Saat ini dia sedang berada di puncak kesuksesannya sebagai Desainer kelas dunia. Bahkan jika kau menawarkan gaji yang lebih tinggi dariku, aku yakin dia tetap tidak mau.” “Lalu bagaimana dengan projectmu? Semuanya sudah dipersiapkan dengan matang. Jika tidak dilanjutkan, Perusahaan Heaven akan mengalami kerugian besar,” ujar Reyhan yang terlihat mulai kesal. “Aku sudah memikirkan itu semalam. Untuk sementara ini, lebih baik projectnya ditangguhkan dulu. Selama di Paris, aku akan berusaha untuk mencari penggantiku. Tapi jika aku tidak menemukannya, terpaksa aku harus kembali ke Indonesia lagi untuk meneruskan project itu.” Reyhan berdecak kesal. “Ck. Kenapa tidak kau bujuk saja, muridmu itu?” “Aku sudah membujuknya. Awalnya dia mau, tapi setelah bertemu denganmu, dia jadi berubah pikiran. Dia hanya mau mengisi acara seminar saja.” Lagi- lagi Reyhan menghembuskan napasnya kasar. Ia pun lantas meneguk minumannya sampai habis. Kemudian setelah itu, ia berdiri dari duduknya dan berpamitan pada Mr. Jo. “Aku harus kembali ke Perusahaan. Sampai jumpa nanti,” pamitnya. Sementara itu, Mr. Jo hanya memandangi kepergian Reyhan sambil tersenyum tipis. *** Malam hari ini cukup berbeda dengan malam- malam sebelumnya, karena malam hari ini turun hujan yang cukup deras. Seharusnya, suasana seperti ini akan jauh lebih indah jika dinikmati di atas kasur sambil dibalut selimut yang tebal dan lampu yang dibiarkan padam. Tapi karena saat ini Aurora sedang berada di sebuah Restoran dengan Bima, jadi ia hanya bisa menikmati suasananya sambil berbincang- bincang, dengan ditemani segelas matcha hangat dan beberapa dessert yang didesain dengan sangat indah. “Lalu, bagaimana keputusanmu?” tanya Bima, setelah mendengar semua cerita Aurora. “Aku tidak akan mengambil projectnya. Aku hanya mau mengisi seminar saja.” “Bukankah Reyhan bilang? Perusahaan Heaven sangat membutuhkanmu sekarang.” “Mereka bisa mencari yang lain. Desainer di dunia ini bukan hanya aku saja.” “Kau sudah memikirkannya dengan matang?” “Ya. Bahkan aku memikirkannya semalaman. Kurasa, aku hanya perlu mengambil tawaran seminarnya saja. Karena aku tidak mau terlibat dengannya lebih lama.” “Tidak, maksudku begini ... jika Mr. Jo tidak berhasil mencari penggantinya, maka dia akan terus- terusan didesak oleh Reyhan. Apa kau tidak kasihan?” Aurora terdiam. Cukup lama. Hingga pada akhirnya, ia kembali membuka suaranya lagi. “Biarkan itu menjadi urusannya Reyhan dan Mr. Jo. Aku tidak mau ikut campur,” balasnya acuh. Membuat Bima langsung menghembuskan napasnya kasar. “Kau sungguh membenci Reyhan?” tanya Bima. “Masih perlu ditanyakan? Kalau bukan karena kesalahan dia, anakku masih hidup sampai sekarang,” jawab Aurora ketus. Membuat Bima langsung terdiam, tidak berani bersuara lagi. “Kau sendiri bagaimana? Apa kau senang, bekerja sebagai Manajer?” tanya Aurora, mengalihkan pembicaraan. “Masih perlu ditanyakan? Tentu saja tidak,” balas Bima meniru jawaban Aurora. Membuat wanita itu langsung tertawa kecil. “Aku bercita- cita menjadi pemain sepak bola, tapi malah berakhir menjadi Manajer. Menurutmu, bukankah itu hal yang sangat menyebalkan? Bahkan sampai saat ini, aku masih bermimpi menjadi pemain sepak bola,” cerocosnya lagi. “Kau tidak boleh begitu. Apapun pekerjaanmu sekarang, kau harus tetap bersyukur. Banyak orang yang ingin berada diposisimu, tapi kau dengan mudah mendapatkannya,” tutur Aurora. Meskipun cita- citanya tidak tercapai, setidaknya Bima harus tetap bersyukur. Karena hidupnya sudah terjamin sampai dia tua. Berbicara mengenai Bima, dia adalah Putra mahkota dari pemilik Perusahaan Pandawa. Ayahnya saat ini menjabat sebagai CEO, ibunya sebagai Direktur keuangan, dan dia sendiri menjabat sebagai Manajer personalia. Aurora mengenal Bima saat ia menikah dengan Reyhan dulu. Keluarga Bima dan keluarga Reyhan memang sangat dekat. Tidak hanya bisnisnya saja yang bersahabat, tapi para pemiliknya juga bersahabat dengan sangat hangat. Saking dekatnya, Kakek dan Nenek Reyhan sampai menganggap Bima seperti cucunya sendiri. Bisa dibilang, Reyhan dan Bima adalah sahabat sejak kecil, karena mereka berdua tumbuh bersama sampai besar. Dulu ketika Aurora masih menjadi Istri Reyhan, Bima sering membelanya jika dirinya sedang ditindas atau diperlakukan seenaknya oleh pria itu. Bima selalu menghiburnya, Bima selalu menenangkannya, dan Bima selalu mengerti perasaannya. Dan hal itu lah yang membuat kedekatan mereka masih terasa sampai saat ini, meskipun sempat lost contact selama beberapa tahun. “Kenapa waktu itu kau pergi tanpa kabar? Padahal aku ingin membantumu. Aku sampai menemui ibumu berkali- kali, tapi dia tetap tidak mau memberitahu keberadaanmu,” ujar Bima. Aurora tersenyum simpul. “Waktu itu aku benar- benar kehilangan arah. Aku tidak tau, apa yang harus aku lakukan. Aku hanya ingin pergi sejauh mungkin, ke tempat di mana semua orang tidak ada yang mengenalku di sana. Sampai akhirnya, temanku yang bekerja di Paris mengajakku untuk tinggal di sana saja,” ucapnya bercerita. Bima mengangguk- anggukkan kepalanya. “Lalu bagaimana ceritanya, kau bisa mengenal Mr. Jo?” tanyanya lagi. “Dia guruku,” jawab Aurora. Sedangkan Bima hanya ber-oh ria sambil mengangkat panggilan telepon yang masuk di ponselnya. Melihat ekspresi Bima yang tak biasa saat mengangkat panggilan tersebut, Aurora pun jadi penasaran. “Ada apa?” tanya Aurora. Bima menjauhkan ponselnya dari telinganya. Kemudian menjawab, “Nena sakit,” jawabnya. Setelah panggilan teleponnya sudah berakhir, Bima langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. “Apa kau mau ikut menjenguk ke rumah sakit?” tawar Bima. Membuat Aurora langsung terdiam merenung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN