Sesi Kenikmatan (18+)

1874 Kata
Masih dengan posisi berlutut, Stella menatap Xavier lekat-lekat. Debaran jantung Stella begitu keras karena tak bisa menebak apa yang akan menimpanya sebentar lagi. “Berdiri dan buka bajumu. Biarkan rambutmu tergerai, Stella.” Suara berat Xavier terdengar memecah keheningan di dalam ruangan. Xavier memerintah tanpa mengangkat kepalanya sedikitpun dari dokumen yang sedang dibacanya. Stella melirik ke arah Alex, ini memang pertama kalinya Stella berada di dalam satu ruangan yang sama dengan orang kepercayaan Xavier, tetapi selama ini, saat tak sengaja bertemu, Stella hampir selalu bisa menebak pikiran Alex dari raut wajah dan tatapannya. Tetapi malam ini, Stella tidak bisa membaca Alex sama sekali. Wajahnya sama datar dan dinginnya seperti Xavier. Dengan tangan berkeringat dan bergetar, Stella mulai membuka kancing bajunya satu per satu. Tak lama, kemeja yang digunakannya berjatuhan ke tanah disusul dengan rok dan pakaian dalamnya. Terakhir, Stella menarik karet yang mengikat rambutnya, dan membiarkan rambut pirangnya panjangnya terjatuh di punggung, warna yang begitu cemerlang membuat kulit punggungnya terlihat semakin bersinar. Stella berdiri tеlanjаng bulat di hadapan Alex dan Xavier. “Bersiap di meja.” Suara Xavier terdengar lagi di sela-sela suara kertas yang sedang dibacanya. Dimeja lagi? Sebenarnya ada apa antara Xavier dengan meja? Kenapa dia senang sekali melakukannya di meja. Aku hanya pernah sekali berada di atas tempat tidurnya, saat pertama kali. Stella menghembuskan nafas dan menelan air liurnya, berusaha menghilangkan rasa kelat di mulutnya. Perlahan Stella menelungkupkan setengah tubuh bagian atas ke atas meja dan menutup matanya erat-erat. Merentangkan kedua tangan, dengan sepasang pаyudаra yang menggantung bebas di pinggir meja. Begitu posisinya sudah siap, Stella bisa merasakan adanya pergerakan di belakangnya. Merasakan tubuh hangat berotot yang menekan tubuh, melingkupi dirinya dari belakang. Stella bisa merasakan tonjolan keras dan besar menempel sempurna di bоkongnya. Kau bisa melewati ini Stella. Jangan berpikir. Jangan buka matamu, tidak perlu melihat. Kau pasti bisa, Stella. Kau bisa… Stella semakin merapatkan matanya kuat-kuat. Dia tidak tahu apakah tubuh besar yang sedang menekannya adalah milik Xavier atau Alex. Stella berusaha mengatakan terus menerus pada dirinya sendiri, berusaha meyakinkan dirinya, kalau pria yang menekannya adalah Xavier. Dua tangan besar dan hangat bergerak merayap dari pinggang Stella dan mengusap lembut kedua pаyudаranya. Detik itu juga, suara rintihan lirih terlepas dari bibir Stella, karena dia tahu pria yang berada di belakangnya bukanlah Xavier. Mendengar rintihan Stella, Alex membalikkan tubuh Stella ke posisi terlentang dan mengangkat tubuh mungil itu agar berbaring sepenuhnya di atas meja. Tubuh besar Alex menekan tubuh mungil itu dengan pakaian lengkap. Alex meraih dagu Stella –meski memaksa, tetapi Stella cukup terkejut merasakan Alex memperlakukannya dengan lembut– agar Stella menatap ke arahnya. “Ini adalah sebuah sesi, Stella.” Alex menggeram rendah. Wajah Stella langsung berubah pias. Tubuhnya mulai bergetar tak mampu menahan segala rasa yang bercampur aduk. “Tenanglah, Stella. Ini bukan sesi penyiksaan. Malah mungkin ini satu-satunya sesi yang paling disukai pada budаk.” Alex berusaha menenangkan Stella, saat dia menyadari reaksi Stella yang terlihat tidak baik-baik saja. “Aku disini untuk mengajarimu bagaimana caranya mendapatkan kenikmatan dari hubungan sеks, Stella. Agar kau bisa menikmatinya, agar kau…tidak terlalu merasakan kesakitan.” Stella mendengarkan suara Alex yang berat namun menenangkan. Matanya menatap wajah gagah dihadapannya yang juga membalas menatapnya. Stella bisa melihat sebuah bekas luka yang letaknya sama dengan Xavier, hanya saja, milik Alex lebih tipis dan samar yang nyaris tak terlihat. Stella tidak mengerti apa yang dimaksud mendapatkan kenikmatan dan tidak merasakan kesakitan. Karena yang Stella tahu, hanya rasa sakit yang amat sangat, saat dirinya melakukan penyatuan dengan Xavier, tidak ada yang namanya kenikmatan. Alex membenarkan posisi tubuh Stella di atas meja. Membiarkan rambut pirang Stella terburai liar, membuat penampilan Stella terlihat semakin menggoda. Tangan hangat Alex mengusap lembut kedua pаyudаra Stella, berusaha membuat tubuh Stella lebih santai dan melemas. Sayangnya, Stella tidak bisa. “Tutup matamu, Stella. Tenangkan pikiranmu. Bebaskan dirimu. Nikmati saja semua sentuhan di tubuhmu.” Suara berat dan tenang Alex seperti menghipnotisnya, nyaris menenangkan. Nyaris. Alex menurunkan wajahnya dan memasukkan puncak Stella ke dalam mulutnya. Namun, meski Alex sudah mencoba segala cara untuk merangsangnya, tetap saja tidak membuat Stella bisa menikmatinya, malah membuat matanya semakin tertutup rapat dengan suara rintihan ketakutan dan kening berkerut dalam. Stella tak ingin tangan Alex yang menjamahnya. Stella tak ingin tangan pria manapun selain Xavier yang menyentuhnya. Stella tidak pernah mengenal kenikmatan. Yang tubuhnya mengerti, hanya rasa sakit yang dihasilkan dari setiap tindakan. Semakin banyak Alex mencoba meningkatkan gairah Stella, semakin kaku tubuh wanita yang berada dibawahnya itu dan semakin keras suara rintihan bercampur isak tertahan yang lolos dari bibir Stella. Stella berusaha sekuat tenaga untuk membuat tubuhnya menjadi santai. Dia juga tidak ingin dihukum, Stella juga ingin merasa nikmat, tetapi sayangnya Stella tidak bisa. Tubuhnya menolak tanpa bisa di kontrol. Tak menyerah, satu tangan Alex mulai merayap turun. Mengusap lembut perut datar Stella dan terus turun hingga menyentuh kewanitaan Stella. Sayangnya, begitu merasakan jari kokoh Alex memasuki liang sеnggаmanya, mata Stella langsung terbuka lebar, kepanikan terlihat jelas di sorot matanya, dengan tubuh semakin menegang kaku. Alex mengerutkan keningnya melihat reaksi Stella. Perlahan Alex mulai menggerakkan jarinya keluar masuk liang hangat Stella, namun, bukan kenikmatan yang terlihat, melainkan wajah yang semakin pucat pasi dengan mata yang berkaca-kaca yang membalas tatapan Alex dengan sangat menyedihkan. Bahkan air mata mulai mengalir dari sudut mata Stella. “Jika kau ingin selamat dalam menjalani kehidupan sebagai budаk, kau harus belajar menjadi SEORANG budаk, Nona. Di sesi apapun, bagaimanapun penyiksaannya, tutup pikiranmu dari hal-hal tak berguna. Hanya satu hal yang harus selalu kau ingat. ‘Aku ingin hidup, aku tidak akan memberikan mereka kesenangan atas kematianku.’” Alex menundukkan kepalanya dan berkata dengan nada rendah di telinga Stella. “Kalimat itu memiliki keajaiban. Kalimat itu salah satu yang membantu kami bertahan hingga saat ini.” Alex melanjutkan kata-katanya setelah terjeda sesaat. “Kau akan segera kembali ke Aula Pertemuan, dan kau harus mulai belajar untuk mendapatkan kenikmatan. Sesi perkenalanmu waktu itu, pasti sudah bisa mengajarkanmu, betapa para ketua mafia itu adalah pria-pria yang haus seks.” Stella mengangguk pelan menanggapi penjelasan Alex. “Kau tidak pernah bisa menduga apa penyiksaan yang akan kau dapatkan. Kau sangat beruntung di sesi Perkenalan Pertamamu, meski aku tidak mengerti alasannya, tetapi aku pikir saat itu Tuan Xavier membantumu. …Kebanyakan dari kami harus melewati Perkenalan pertama dengan rasa sakit dan penghinaan mendalam di Aula Pertemuan….Termasuk Tuan Xavier sendiri.” Alex berbisik lirih di bagian terakhir kalimatnya. Selesai berkata-kata, Alex kembali memasukkan jarinya kedalam liang hangat Stella dan mulai bergerak pelan. Mata tajamnya terus memperhatikan raut wajah Stella. Stella sendiri, saat merasakan jari Alex kembali berada di dalam tubuhnya, hanya bisa menutup rapat matanya. Mencoba mengikuti pelajaran yang sudah diberikan oleh Alex. Stella memaksa pikirannya untuk tenang, sambil terus merasakan jari keras Alex yang bergerak stabil di dalam lubangnya yang ketat. “Bagus…” Alex memuji, saat melihat Stella mulai bisa menikmati rangsangannya.. Tiba-tiba saja, Stella membuka matanya dan mengalihkan pandangannya ke sofa tempat Xavier duduk. Mata Stella bertatapan langsung dengan tatapan tajam Xavier dengan wajah datarnya. Ketegangan langsung kembali membanjiri benak Stella. Semakin Stella mencoba untuk bersantai, semakin kaku tubuhnya menjadi. Sesi kali ini benar-benar tidak berjalan dengan baik. Alex mulai membuka ikat pinggang dan kancing celananya, saat sebuah suara berat dan rendah berkata tenang. “Alex, cukup.” Mendengar perintah Xavier, Alex langsung menghentikan gerakannya dan menatap Xavier dengan tatapan kebingungan. Stella melirik ke arah Xavier, dan dia berani bersumpah, meski hanya sekilas, Stella seperti melihat mata Xavier membara dengan percikan posesif di dalamnya. Sayangnya, saat Stella mengedipkan mata dan berusaha memperhatikan lagi, semua telah lenyap. Hanya tatapan dingin membeku tanpa emosi yang kembali merajai mata Xavier. Huuf…kau hanya berangan-angan saja Stella. Mengharapkan Xavier posesif pada dirimu?... Hmph.. Imajinasimu terlalu tinggi. “Berhenti menyentuhnya, Lex. Ajarkan dia bagaimana caranya memuaskan seorang pria.” Xavier memberikan perintah, lalu kembali menundukkan kepala untuk membaca dokumen-dokumen yang berada di pangkuannya. “Baik, Tuan.” Alex mengangguk mengerti, kemudian dengan hati-hati, Alex membantu Stella turun dari meja dan menggandeng Stella menuju ke kursi terdekat. Alex menurunkan celana dan juga celana dalamnya hingga ke lutut sebelum mendudukkan dirinya di kursi itu. Batang keras Alex langsung menjulang tinggi dan menantang. Wajah Stella sedikit memucat dan secara tak sadar Stella menelan ludahnya sendiri. Astaga, miliknya besar sekali. Beruntung Xavier menghentikan Alex. Aku tidak bisa membayangkan seberapa sakitnya tubuhku, saat batang besar itu memasukinya. Tetapi, apakah milik Xavier lebih besar atau lebih kecil dari milik Alex? “Pegang perlahan.” Alex menarik kedua tangan Stella –menghentikan bayangan liar yang berlari di benak Stella– dan meletakkan keduanya di bagian tubuh miliknya. Alex mengajarkan Stella bagaimana cara kedua tangannya untuk bergerak untuk memanjakan. Seberapa besar tekanan yang diperlukan untuk membuat pria merasa nikmat, dan apa yang tidak boleh Stella lakukan. Semakin lama Alex melatih Stella, pujian demi pujian bercampur erangan dan desahan terlontar dari bibir Alex. Merasa telah berhasil mempelajari kemampuan baru, membuat Stella semakin percaya diri. Tangannya berhenti gemetar. Mendadak sebuah keinginan untuk memuaskan seorang pria mencuat di hati Stella. Tetapi, pria itu bukan Alex. Stella melirik Xavier, yang ternyata terus memperhatikannya sejak tadi. “Sekarang, gunakan mulutmu.” Alex menarik tengkuk Stella agar bergerak menurun, dan semakin dekat wajahnya dengan sеlangkаngan Alex, Stella membuka mulutnya dan memasukkan batang besar Alex kedalam mulutnya. Dengan sabar Alex mengajarkan bagaimana agar mulut Stella dapat menerima batang besar Alex hingga ke pangkal tenggorokan, bagaimana cara mengontrol reaksi ingin muntah, dan bagaimana cara menjilat serta menghisapnya hingga memberikan rasa nikmat yang tak terhingga. Meski sulit, Stella mempelajarinya dengan penuh semangat. Pada saat itu, Stella bersyukur, Alex yang memberikan sesi ini padanya, jika orang lain, Stella tidak yakin orang itu akan bisa sesabar Alex saat mengajarkannya. Apa lagi jika orang itu adalah orang sangat membenci dirinya dan ayahnya… seperti Xavier? Menit-menit terus berlalu. Tidak ada lagi suara Alex yang sedang memberi pelajaran, hanya suara erangan dan desahan berat yang terdengar. Kepala Stella bergerak lancar naik turun di batang besar Alex, lidahnya sudah pandai menggoda, mulutnya terus menghisap seperti apa yang sudah diajarkan oleh Alex sebelumnya. Tangan Stella juga bekerja aktif, menekan dan memijat dengan tekanan yang tepat. “Aargh…” Erangan berat terdengar keras dari bibir Alex saat pria itu mengeluarkan lahar panasnya di dalam mulut Stella. Dengan menahan nafas, Stella cepat-cepat menelan semua cairan kental putih hangat yang dikeluarkan oleh Alex, persis seperti apa yang sudah diajarkan sebelumnya. Stella terus menghisap dan menelan, hingga tak setetespun cairan yang keluar dari kеjаntаnan Alex. Setelahnya, Alex langsung berdiri dan kembali memakai pakaiannya. Masih dengan nafas yang terengah-engah, Alex tersenyum ramah dan menatap Stella.”Kau belajar dengan baik, Stella. Kau hebat. Benar-benar hebat.” Lalu Alex menundukkan kepalanya dan mencium kening Stella dengan sayang, membuat Stella terpana. Mata Stella kembali memanas. Stella sangat tahu, ayahnya pasti sudah memperlakukan Alex dengan sangat kejam, tetapi Alex tidak pernah membalaskan sakitnya kepada dirinya? Stella terus menatap Alex yang sudah berdiri dan membereskan pakaiannya. Tiba-tiba saja Stella mendengarkan suara langkah yang mendekat di belakangnya. Belum sempat Stella berbalik, sebuah suara berat kembali terdengar. “Kau boleh keluar, Alex.” Stella bisa mendengar sedikit keraguan di suara Xavier, mata dinginnya terus menatap Stella dengan tajam. “Kau bisa menunggu di depan pintu, atau kau bisa panggilkan Veronica.” “Baik, Tuan.” Alex mengangguk patuh dan langsung melangkah keluar. Xavier menatap Stella lekat-lekat untuk sesaat. “Naiklah ke tempat tidur.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN