”Saya tahu Nyonya Debrina punya anak." ”Dia bukan anakku. Bobby sudah berumur sekitar dua belas tahun saat aku menikah dengan Debrina.” Ernest merebahkan kepala pada sandaran sofa, membiarkan tubuhnya tenggelam dalam keheningan yang menyesakkan. Tatapannya kosong menembus langit-langit, seolah berharap bisa menemukan jawaban atas kekacauan di dalam dirinya. Perlahan, kenangan-kenangan lama muncul, menyusup dari sudut-sudut pikirannya yang selama ini sengaja ia tutup rapat. Luka-luka masa lalu yang belum sembuh, jejak pahit yang pernah ia torehkan maupun rasakan, kini menyeruak tanpa bisa ditahan. Hatinya terasa berat. Semua yang ia sembunyikan selama ini—kemarahan, rasa bersalah, dan ketakutan—berdesakan ingin keluar. Ia merasa seperti sedang duduk di ruang pengakuan dosa, membuka diri u