Berdiri dengan tubuh gemetar, jemari Gisella saling bertaut di depan tubuhnya, seolah berusaha menahan diri agar tidak runtuh di tempat. Ia menunduk dalam-dalam, menahan napas, bahkan tak berani menatap wajah pria yang kini duduk di hadapannya. Ernest menyilangkan kaki dengan santai, namun sorot matanya tajam menembus, bagaikan belati yang siap menelanjangi segala ketakutan dalam dirinya. Asap rokok mengepul dari sela bibir pria itu, menciptakan kabut tipis yang justru menambah ketegangan. Ruangan itu hening. Sunyi yang mencekam. Hanya suara isapan rokok Ernest yang terdengar, ritmenya pelan tapi menegangkan, seperti detik-detik menuju ledakan. Gisella bisa merasakan jantungnya berdetak kencang, bertalu-talu tanpa irama yang pasti. Ketakutan merambat naik dari perutnya, menyebar ke seluru